Chapter 11

27 5 0
                                    

«Demi melihat kalian bahagia, mungkin jiwa hanya bisa terus merahasiakannya.»

←♡→

Waktu silih berganti. Saat ini, semua siswa dan siswi SMA Adipurnama telah mulai keluar dari kelas mereka masing-masing menuju gerbang sekolah. Dan begitu halnya juga dengan Khaila yang saat ini tengah berjalan menghampiri mobil ayahnya.

Setibanya di sana, Khaila pun langsung membuka pintu mobil papinya, lalu tersenyum bahagia pada papinya itu. Dan jujur, itu membuat Ziro benar-benar merasa kebingungan akan sikap Khaila kali ini. Bukankah tadi pagi gadis ini tengah marah padanya? Lalu, mengapa sekarang dia terlihat seolah-oleh tidak terjadi apa-apapun.

"Diah tau, Papi bingung, kan? Maaf ya Pi, Diah sudah marah sama Papi." ucap Khaila seraya menatap Ziro dengan sendu. Dan akhirnya, seuntai senyuman pun terbit di bibir sosok Ziro. Lalu, dengan gemasnya, dia pun mengacak-acak rambut Khaila.

"Maafin Papi juga, ya." ucapnya begitu lembut.

"Tidak, Pi. Diah tau kok, Papi hanya mencemaskan Diah."

"Makasih sayang," Lalu, sebuah kecupan hangat pun mendarat di keningnya Khaila.

Dan tak lama kemudian, Ziro pun mulai melajukan mobilnya meninggalkan pelantaran depan sekolah Khaila. Lalu, keheningan pun terjadi di antara ayah dan anak itu, walaupun itu hanya bertahan dalam lima menit. Karena, pada akhirnya, Ziro kembali membuka suaranya.

"Diah," panggilnya.

"Iya, Pi?"

"Diah ingin mempelajari Islam, bukan?" tanya Ziro seraya menatap putrinya sekilas.

"Hm ... Diah pending dulu aja, Pi."

"Loh, kenapa?"

"Diah mau nunggu Papi menyetujuinya,"

Ziro pun tersenyum, lalu membuka suaranya. "Jangan dipending, Diah pelajarilah apa yang Diah sukai dan Papi tidak akan menghalangi langkah Diah selagi itu yang Diah sukai."

"Papi serius?" tanya Khaila memastikan. Jujur, mendengar perkataan Papinya itu benar-benar membuat dirinya bahagia dan begitu senang.

"Iya. Papi tau, kamu pasti juga ingin memiliki kepercayaan, bukan? Nah, maka dari itu, pelajarilah dan jangan pernah mempermainkan agama di dalam hidupmu." jelas Papinya seraya sesekali menatap Khaila sekilas.

"Makasih, Pi." ucap Khaila begitu senangnya dan tak lupa dengan pelukan manja darinya.

"Iya, Sayang." Ziro pun kembali mencium kening putrinya.

Tak lama setelah perbincangan itu, ayah dan anak itupun tiba di rumahnya. Langsung saja mereka keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah mereka.

"Mami!!!" teriak Khaila dengan begitu girangnya.

"Aduh ... Diah!" ucap Crista yang baru saja keluar dari arah dapur.

"Hehehe ... maaf, Mi." cengir Khaila tanpa dosa.

"Yaudah, Diah ke kamar dulu ya," Diah pun meninggalkan Mami dan Papinya itu di ruang keluarga berdua saja. Namun, sebelum pergi, Khaila meninggalkan kecupan hangat pada pipi maminya itu. Hingga membuat kedua orang tuanya itu geleng-geleng kepala dengan sifat Khaila yang terlihat seperti anak kecil.

Khaila pun berlalu ke kamarnya. Setibanya di depan pintu, Khaila langsung saja membuka pintu kamarnya. Namun, belum sempat gadis itu akan membuka pintunya, tiba-tiba pintu itu terbuka sendiri. Oh tidak, maksudnya dibuka oleh seseorang dari dalam. Dan terlihatlah seorang pria tampan yang terlihat begitu kusut, seperti orang baru bangun tidur.

Damaiku Bersama ISLAM (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang