Chapter 31

17 1 0
                                    

«Kenapa harus dengan kata kecewa? Apa memang ini sudah menjadi takdirku Yaa Allah?»

←♡→

Pagi ini, Khaila, Zefaldo, dan Dyana dipangkuannya tengah berada di sebuah taman. Entah apa yang membuat gadis kecil itu merengek tadi agar membawanya jalan-jalan. Dan akhirnya, kakak beradik itupun memutuskan untuk mengikuti saja kemauan gadis kecil itu dan akhirnya di sinilah mereka.

"Bunda," panggil Dyana yang tengah berada di pangkuannya Zefaldo.

"Iya, kenapa Sayang?" tanya Khaila seraya menghentikan langkahnya.

"Ana engen itu," tunjuknya pada penjual rambut nenek.

"Hm ... yaudah, Ana sama Abi dulu, ya! Bunda beliin buat Ana dulu," putus Khaila, lalu ia pun meninggalkan kakaknya yang tengah bersama dengan putrinya itu.

"Bang, pesan rambut neneknya satu," ucap Khaila saat sudah sampai di hadapan penjual rambut nenek tersebut.

"Tunggu sebentar ya, kak." Lalu, penjual itupun langsung mulai menaburi gula pada kualinya dan mulai membuatnya.

Beberapa menit kemudian, akhirnya penjual itupun selesai membuatkannya. "Dek, ini."

"Eh iya, berapa Bang?" tanyanya seraya menerima gulungan rambut nenek itu.

"5000 aja, Kak."

"Ini Bang, makasih." Setelah itu, Khaila pun langsung berlalu dari sana dan membawa rambut nenek itu ke arah Zefaldo dan Dyana yang tengah menunggunya.

Jleb.

Belum sempat langkahnya terlanjutkan, Khaila sudah dahulu dikejutkan oleh kehadiran seseorang yang tengah berdiri di hadapannya.

"Kha-khaila?" ucap orang itu dengan begitu terkejutnya.

"Enggak, ini gak mungkin elo, kan?" tanyanya terlihat begitu tidak yakin.

"Irsyad," lirih Khaila spontan.

"Gak, lo-lo kan-"

Sejenak, Khaila pun mengalihkan tatapannya ke arah lain, guna mencegah cairan bening itu keluar. Entah sejak kapan cairan itu hadir, namun semuanya mengingatkan pada masa lalu.

"Aku kembali pada hari itu," ucapnya, lalu menundukkan kepalanya.

"Apa? G-gue gak salah dengarkan?" Hanya ada gelengan untuk jawaban dari pertanyaan Irsyad tersebut.

"Allah memberikan aku kesempatan untuk bisa merasakan Damainya Islam."

Jujur, mendengar itu, Irsyad benar-benar merasa bahagia. Namun, di balik rasa bahagia itu ia merasa bingung. Jika iya gadis ini adalah Khaila, lalu mengapa selama empat tahun ini ia tak pernah menunjukkan dirinya kepada mereka?

"Ta-tapi-"

"Aku sengaja pergi, dan balik ke Jakarta. Setiba di sini, aku memutuskan untuk mondok. Karena, karena aku ingin memperdalam agamaku. Aku ingin menjadi orang yang setara dengannya."

"Dengannya? Maksud lo?"

"Dia-"

"Dek!" panggil Zefaldo yang tiba-tiba saja menghentikan perkataannya Khaila.

"Eh iya, Bang!"

"Yaudah, Syad. Aku ke sana dulu, mungkin lain kali kita bisa berbincang-bincang lagi. Assalamu'alaikum," pamitnya. Lalu, pergi dari sana tanpa peduli akan bagaimana respon Irsyad setelahnya.

Tanpa Khaila sadari, ternyata semenjak tadi ada seseorang yang tengah memperhatikannya dari kejauhan. Ada rasa kecewa yang saat itu juga menghampirinya.

Damaiku Bersama ISLAM (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang