Chapter 32

21 2 0
                                    

«Jujur, sebenarnya aku kecewa. Tapi, jika aku berlarut dalam kecewa itu, maka yang akan tersiksa bukan kamu saja, tapi aku.»

←ऱेहि→

Waktu semakin berlalu, namun kegundahan hatinya Khaila tak pernah berubah semenjak hari itu. Dia benar-benar merasa aneh akan setiap perkataan Fahri yang hari itu pemuda itu lontarkan. Apa benar, Fahri salah paham? Tapi, kenapa pemuda itu harus salah paham dan terlihat marah seperti itu?

"Dek, ayo!" ucap Zefaldo yang tiba-tiba saja memasuki kamarnya Khaila. Dengan style yang begitu menawan, Zefaldo memangku putrinya.

"Eh, iya Bang." Khaila pun bangkit dari duduknya, lalu mengambil alih Dyana yang berada di gendongannya Zefaldo. Setelah gadis kecil itu berada di dalam pangkuannya, Khaila pun mencium pipi gembungnya Dyana yang terlihat begitu lucu.

"Ana mau punya ummy?" tanya Khaila seraya memulai langkahnya yang mengikuti Zefaldo dari belakang.

"Mau, Ana cuka ama ummy. Kata abi, ummy Ana aik," ucap Dyana yang terlihat begitu bahagia.

"Uwa ... berarti bentar lagi, Bunda bakalan jarang peluk Ana, dong?" ucap Khaila seraya menggembungkan kedua pipinya.

"Eluknya cekarang aja, Bunda" jawab Dyana yang seketika itu langsung memeluk lehernya Khaila dengan begitu erat.

...

"Bang, Abang yakin gak mau ikut ke acara resepsinya Haura dan Zefaldo?" tanya Syahwa yang saat ini tengah berada di dalam kamar putranya itu.

"Enggak My, hari ini Fahri mau ngajar. Fahri gak bisa ninggalin santri Fahri gitu saja," jawab Fahri yang saat ini tengah bersiap-siap di depan cermin kamarnya.

"Tapi Bang, ngajar Abang kan bisa digantiin sama ustad yang lain," elak Syahwa.

"Enggak bisa Ummy, Fahri lagi sibuk."

"Sibuk kenapa?" Bukan Syahwa lagi yang berbicara, melainkan Adzam yang telah berdiri di depan pintu kamarnya Fahri.

"Fahri gak bisa Bi, akan banyak pekerjaan yang harus Fahri kerjain."

"Sudah, alasanmu saja. Sekarang cepat naik ke mobil, Abi gak nerima penolakan" tegas Adzam dengan nada suara yang masih datar.

"Ta-"

"Abang," peringat Adzam.

"Baiklah," putusnya dengan begitu terpaksanya.

...

Saat ini Khaila, Zefaldo, Crista, Ziro, dan Dyana yang tengah berada di pangkuannya Khaila tengah berada di perjalanan menuju rumah calon istrinya Zefaldo, Haura.

"Diah, kamu gak pakai masker, Nak?" tanya Crista mengingatkan Khaila yang saat ini tengah berada di sampingnya.

"Enggak Mi," jawab Khaila dengan entengnya.

"Loh, kenapa? Nanti kalau misalkan Fahri juga datang bagaimana?" tanya Ziro yang tengah fokus mengemudikan mobilnya.

"Dia udah tau, kalau Diah masih hidup."

"Ha? Kapan? Kok bisa?"

"Sewaktu kita ke Caffe waktu itu, Bang. Abang ingat?" ucap Khaila.

"Kapan? Kenapa Abang gak tau?"

"Sewaktu Abang pergi memesan minuman dan waktu itu juga dia nyamperin Khaila dan Dyana," jelas Khaila.

"Iya? Trus, responmu gimana?"

"Biasa aja, dia cuma bicara sama Dyana."

"Ha ... gue yakin, Fahri pasti ngira kalau Dyana adalah anak lo," ucap Zefaldo dengan begitu antusiasnya.

Damaiku Bersama ISLAM (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang