Prolog

995 106 23
                                    

"Kamu ...? Kamu itu Aji, kan?" Fajri yang sedang duduk di dalam angkutan umum sedikit kikuk, tubuhnya menegang ketika mendengar pertanyaan dari seorang perempuan di hadapannya.

Ah tidak, malahan itu lebih terdengar sebagai pernyataan bukan pertanyaan.

Gadis yang Fajri terka berumur dua puluh tahun lebih itu tidak henti-hentinya memicing, menatap Fajri yang mengenakan hoodie berwarna biru dengan lekat. Fokus sekali, padahal angkutan yang mereka naiki sedang melaju.

"Hng? Bu-bukan kok, Mbak. Eh, maksudnya ... Aji siapa, ya?" balas Fajri pura-pura bingung. Ia masih berusaha agar tidak dikenali, meskipun itu jelas sia-sia.

Gadis itu memperhatikan wajah Fajri lebih intens lagi, kali ini ada kerut di dahinya. Namun, yang ditatap malah memalingkan tatapannya kearah kaca depan, berlagak sedang memperhatikan jalanan. Alasannya tentu saja agar gadis di hadapannya ini tidak bertambah yakin.

"Aji, Fajri member Unity!"

"Unity?" Gadis itu mengangguk antusias. Lagi-lagi Fajri memasang wajah bingung. Ia menarik bibirnya kedalam garis lurus, berpikir sebentar.

Lalu Fajri tertawa renyah. "U-unity tuh apa, Mbak? Saya ngggak tau," balas Fajri hati-hati.

"Ah, Masa sih?!" Kali ini giliran Fajri yang mengangguk.

"Ah, enggak! Kayaknya bener, deh!"

"Bukan, Mbak, percaya deh."

Sejujurnya ia tidak berniat berbohong, tetapi keadaaannya yang seperti sekarang—tanpa pengawal—memaksanya berpikir dua kali. Bukan apa-apa, hanya saja kejadian setengah jam yang lalu membuatnya sedikit trauma.

"Ih, Fajri pura-pura aja. Saya gini-gini Youn1t, loh!" Mendengar itu Fajri sedikit terenyak. Ia menghela napas pelan.

Yaelah Youn1t ternyata, gagal boong ini mah! Fajri membatin.

Fajri tersenyum ramah, tidak ada alasan untuknya bisa berpura-pura lagi, karena gadis yang mengaku sebagai Youn1t—yang tak lain adalah fans Un1ty—itu tidak mungkin bisa percaya jika dirinya mengelak.

Cowok itu mengangguk kikuk, lalu menaruh jari telunjuknya di depan bibir. "Diem-diem aja, ya," bisiknya.

Sayangnya permintaan Fajri tadi tidak bisa dituruti oleh gadis itu, sebab ia sudah kapalang senang.

"Tuh, kan! Aku bener! Aaaa, Aji ya ampun. Astagah! Ih seneng bangeet!" seru gadis itu heboh sampai-sampai membuat Pak sopir melirik ke kaca yang tergantung di plafon depan karena penasaran. Kenapa berisik sekali? Padahal penumpang di angkutnya hanya dua orang.

"Kenapa si, Neng?" tanya Pak Sopir, kepo.

Fajri memejam berharap gadis itu tidak memberi tahu. Namun sayangnya jawaban dari gadis itu membuat Fajri harus menahan napas sebentar.

"Ini loh, Pak! Ada artis!"

Fajri membuka mata, ia menatap kecewa.

"Artis?" tanya Pak sopir bingung, pria paruh baya itu menatap Fajri berkali-kali. Pasalnya ia tidak tahu menahu wajah artis jaman sekarang.

"Iya atuh, Bapak! Cowok ini itu artis, penyanyi, boy band!" jelas gadis itu masih dengan hebohnya.

"Bu-bukan boy Band, Mbak! Boy Group," koreksi Fajri.

"Iya, pokoknya sama aja!" jawabnya.

Fajri menggaruk-garuk tengkuknya, bingung.

"Emang iya, Mas? Wah ini mah mesti banyak yang tahu! Kali aja banyak yang naik angkot saya."

Dia Fajri | Un1tyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang