Tujuh

312 50 7
                                    

Semoga kamu selalu bahagia.

Happy reading! <3

_____

Waktu menunjukkan pukul 00:34 ketika Lili menyelesaikan chapter baru untuk cerita yang ditulisnya di salah satu platform menulis, Wattpad. Chapter yang baru saja Lili selesaikan dan simpan pada draf adalah chapter ke 21. Terhitung sejak dua bulan terakhir Lili memang sibuk menulis karya baru menggunakan ponsel Ayahnya. Namun, cerita itu tidak di-publish oleh Lili---lebih tepatnya belum. Ia adalah tipe penulis yang jarang sekali melanjutkan cerita sampai tamat bahkan setelah cerita itu sudah memiliki peminat. Sejak dulu, seringkali karya yang ditulis oleh Lili akan menggantung di pertengahan, seperti beberapa cerita di akun Wattpad lamanya dan berhujung mengecewakan para pembaca. Jadi, untuk meminimalisir kemungkinan dirinya akan kembali membuat para pembaca kecewa, Lili memutuskan untuk menulis terlebih dahulu sebuah cerita sampai tamat, kemudian setelah selesai barulah cerita itu akan ia unggah secara bertahap.

Lili sendiri awalnya bercita-cita menjadi seorang Dokter, tetapi karena perekonomian keluarga tidak mendukung, Lili kecil harus menghentikan pendidikannya pada tahap Sekolah Dasar, jadi Lili tidak melanjut ke jenjang SMP dan beralih ke homeschooling---atau mungkin lebih tepat disebut kalau ia belajar sendiri di rumah. Setelah itu lah, Lili merasa bahwa menjadi Dokter mungkin terlalu mustahil untuknya dan berhubung sejak kecil Lili sudah suka membuat dongeng, akhirnya empat tahun lalu cita-cita Lili beralih ke profesi Penulis yang menurutnya masih bisa digapai. Meski begitu sejak dulu Lili tetap berharap, di kemudian waktu dia bisa mengambil ujian paket kesetaraan dan melanjutkan pendidikannya yang sempat tertunda.

Kabar baiknya dua bulan yang lalu Lili baru saja kelar mengikuti ujian paket B untuk kesetaraan tingkat SMP, walaupun Lili tetap tertinggal, sih---karena seharusnya di usia hampir 20 tahun, rata-rata pelajar sudah melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan.

"Agh! Pegel banget." Wajahnya nampak lelah.

Lili melakukan peregangan otot di atas sebuah kasur lantai di rumahnya. Ah, menyebutnya rumah mungkin memang kurang pas. Tempat tinggalnya itu hanya sebuah ruangan selebar 2,7 meter dengan panjang kurang dari lima meter. Orang-orang biasa menyebutnya kontrakan satu kamar. Namun, kontrakan yang disewa oleh keluarga Lili itu tetap terasa lapang karena selain dua helai kasur lantai yang digelar sejajar, benda lain yang ada di sana hanya berupa satu lemari kayu dengan dua pintu yang sudah reot dimakan waktu---lemari itu terletak di pojok ruangan---dan satu meja panjang setinggi pinggang orang dewasa di samping pintu, di atas meja itu terdapat satu rak piring kecil dan kompor gas, sedangkan di kolong meja ada beberapa jenis panci dan penggorengan juga sebuah tabung gas---yang tidak terpasang---ukuran tiga kilogram berwarna hijau.

Karena sudah malam, kedua orang tuanya juga saudara kandung Lili yang berjumlah lima orang pun sudah tertidur pulas. Lili memiliki satu orang Abang, dua adik laki-laki dan dua adik perempuan. Lili menatap dalam diam para saudaranya yang memejamkan mata dengan posisi tidur sedemikian beda-beda. Lili merasa sedih tiap kali menyadari kalau selama bertahun-tahun mereka harus tidur berhimpitan di kontrakan berdinding kayu ini.

Lili tersenyum pahit. Sejujurnya sebagai dua anak tertua, Lili dan Maulana---Abangnya---sangat ingin merubah nasib keluarga mereka. Setahu Lili, Maulana yang secara umur hanya berjarak satu tahun tiga bulan dengannya itu mati-matian belajar ilmu teknologi secara otodidak selama bertahun-tahun. Sedangkan Lili pun dengan giat mempelajari tata cara menulis yang benar, ia bahkan sudah mulai berlatih menulis sejak tiga tahun belakangan ini. Namun, karena kesibukannya yang sesekali membantu Ayah membuat Lili kerap kali melupakan cerita yang sudah ditulisnya sampai ide awal dari cerita-cerita itu pun menghilang begitu saja. Maka karena itu, Lili jadi sering menggantung cerita.

Dia Fajri | Un1tyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang