Suasana di salah satu tenda sarnafil—ruang tunggu artis—-yang tertutup nampak sepi, di sebelah kiri ada lima deret meja hias berukuran sedang lengkap dengan kursi kosong yang meghadap meja.
Lalu di sebelah kanan ada dua cowok tampan yang sedang sibuk dengan ponsel masing-masing. Keduanya mengenakan pakaian warna-warni. Mereka duduk bersisihan di sofa kuning gading yang berada di pojokan.
Cowok dengan tubuh tergolong kurus mengembangkan senyumnya, ia terkekeh pelan. Matanya masih setia menatap layar ponsel. Jari-jarinya sibuk menekan-nekan layar, mengetik.
"Cengar-cengir bae! Kesambet lo, Bang?" tanya seorang cowok berwajah chubby yang baru saja masuk. Ia juga memakai pakaian warna-warni. Ya, itu memang tema outfit mereka sebagai boy group untuk manggung nanti.
Yang ditanya melirik sekilas. "Yaelah, Fik, gue cengar-cengir mah wajar. Namanya juga punya pacar," balasnya pongah. Lalu mengimbuhkan, "kalau lo yang cengar-cengir tuh baru jadi pertanyaan."
Fiki yang baru saja duduk di salah satu kursi mengernyit. "Kenapa gitu?" Ia menatap bingung.
"Pasti disangka stress, lah! Jomblo kok cengar-cengir." Cowok itu terbahak.
Fiki merengut, menatap sebal.
"Bang Sen, kampret!" Fiki mengumpat. Mendengarnya malah membuat cowok yang dipanggil Sen itu bertambah ngakak.
"Lah, bener kan? Kodrat jomblo tuh GEGANA, alias gelisah, galau, merana."
"Sejak kapan?"
"Ya sejak barusan, kan gue bilangnya barusan."
Fiki mengepalkan tangannya gemas. "Hih, Bang Shandy mau gue lempar granat?"
Shandy terkekeh. "Ogah, lo bukan Fenly."
"Kalian bahas apa, sih?" Ricky yang sedari tadi tidak menyimak pembicaraan kedua sahabatnya menatap heran.
Fiki menggeleng sambil berdecak. "Tanya noh sama Bang Shandy!" titahnya dengan nada sebal.
"Lah kok gue."
"Ya terus tanya siapa, dong?"
"Ya mana gue tau, Fik."
"Ish!"
Shandy kembali terkekeh.
"Udah-udah, kok malah debat." Ricky melerai perdebatan tidak penting kedua sahabatnya itu.
"Tau lo, Fik."
Fiki memanyunkan bibir yang malahan membuat pipinya tampak lebih gembul. Lalu cowok berusia sembilan belas tahun itu mencibir, "Nyenyenye."
Ekspresi Fiki berhasil memancing tawa Ricky yang memperhatikan sejak tadi.
"Kok lo malah ketawa sih, Bang?!" protes Fiki.
"Ya maap," jawab Ricky masih tergelak. Bagi Ricky, ekspresi ngambek ala Fiki memang yang paling menggemaskan, apalagi ketika pipi Fiki yang tergolong gemoy itu mengembang.
"Ish, au ah! lu berdua nyebelin!" Fiki bangkit hendak keluar, tetapi langkahnya terhenti ketika Farhan-yang juga merupakan salah satu member boy group-tiba-tiba menyibak pintu masuk dengan wajah panik.
"L-lo ngap-"
"Soni sama Aji mana?" Farhan bertanya pada Fiki yang belum sempat menyelesaikan ucapannya. Sorot mata Farhan memancarkan kekhawatiran.
"Mana gue tau," jawab Fiki polos.
Farhan menepuk keningnya. Ia mengaduh. "Mana bentar lagi jam lima."
"Mereka nggak ada?" tanya salah satu dari dua cowok yang baru saja bergabung kedalam tenda.
"Haaahh. Kayaknya gitu, Fen." Farhan menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Fajri | Un1ty
Fanfiction______ Terkadang cinta itu berawal dari sesuatu yang tidak terduga. Pertemuan yang tidak disengaja. Interaksi yang awalnya biasa saja pada suatu waktu tiba-tiba bisa berubah menjadi pemicu ketar di dada. "Ketika rasa bertepuk sebelah tangan, ada ba...