🖇 S E L A M A T M E M B A C A 🖇
_____
Pesta pernikahan Anya dan Zildan akhirnya terjadi, setelah dua bulan percekcokan antara Anya dan Dera. Semua yang datang ke acara disuguhkan suasana haru, dimana Anya dan Zildan sama-sama menangis saat meminta restu pada kedua orang tua mereka.
Gladis sampai tidak bisa membendung air matanya, mengingat dirinya dulu juga begitu saat meminta restu. Terharu juga dengan perjuangan mereka untuk sampai ke pernikahan.
Acara dilanjutkan dengan foto-foto keluarga, lalu makan-makan. Saat ini, Gladis dan teman-temannya sedang berkumpul bersama pengantin baru. Banyak yang mereka bicarakan, sampai Keyzha dan Tristan yang baru datang menyita perhatian mereka.
"Ampun Keyzha, makin gemas aja." Dera memeluk Keyzha karena mereka sudah lama tidak bertemu.
"Berapa bulan Zha?" tanya Anya.
"Jalan enam, Nya."
"Gladis, dekat Keyzha sana, biar cepat ketularan," celetuk Anya.
Gladis hanya tertawa menanggapi gurauan teman-temannya. Ia menoleh sekilas pada suaminya yang sedang berbincang dengan teman laki-lakinya, menghela napas, Gladis memutar-mutar gelas minuman di tangannya. Usia pernikahan Gladis dan Juna sudah jalan setengah tahun, tanpa terasa. Salah satu keinginan Gladis dan Juna yang belum tercapai adalah memiliki seorang anak.
Jelas saja, Gladis iri pada teman-temannya yang bisa hamil dengan mudah. Dia sudah berusaha semaksimal mungkin, mengecek kesehatan dan masa subur. Tapi, mungkin Tuhan belum memberikan kepercayaan pada Gladis dan Juna.
"Dis." Usapan lembut di bahu Gladis membuatnya terperanjat.
"Melamun apa sih?"
Gladis mendongak, menatap Juna yang sedang menatapnya juga. "Kamu masih mau ngobrol sama teman kamu nggak?"
"Udah mau cabut, kenapa?"
"Perut aku sakit, Juna." Gladis tidak sepenuhnya berbohong, selain ingin menghindari pertanyaan teman-temannya tentang kapan punya anak. Gladis merasa perutnya sedikit mulas.
"Sakit? Kok bisa." Juna langsung saja menaruh punggung tangannya di dahi Gladis.
"Nggak tahu, ayo pulang."
"Pamit dulu, sayang."
__________
Sepulang dari pesta pernikahan itu, Gladis langsung tidur dipangkuan Juna. Untungnya, Juna menggunakan supir Mama saat berangkat tadi karena mobilnya masih di service. Sampai di apartemen, Juna merebahkan tubuh Gladis ke ranjang dan membuka jas yang tadi digunakan untuk menutupi bahu Gladis.
Sepertinya Gladis memang sedang tidak enak badan, terlihat dari bulir keringat dingin yang membasahi pelipisnya. Juna menyekanya perlahan, mengusap pipi Gladis lembut sebelum berbisik memanggil namanya.
"Dis, bangun sayang."
"Hm..."
"Ganti baju dulu, nanti tidur lagi. Make up kamu juga belum dihapus 'kan, bangun bentar."
Dengan mata sayu Gladis menatap Juna yang sedang melepas kaus kakinya. "Juna aku bisa sendiri," katanya, lirih.
Gladis beranjak dari ranjang, berjalan pelan menuju kamar mandi setelah mengambil piyama di lemari. Tidak ada yang bicara setelah itu, Gladis mencuci muka dan menghapus make up, lalu Juna berganti pakaian.
Mereka sama-sama lelah, jadi tanpa banyak bicara mereka sudah tertidur pulas sambil memeluk satu sama lain.
Namun, itu tidak berlangsung lama. Saat Juna dikejutkan dengan suara air dari wastafel dan lampu kamar mandi yang menyala. Gladis, muntah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble After Marriage (END)
RomancePernikahan. Bukan hanya tentang aku dan kamu yang akhirnya bersama, tinggal seatap dan menghabiskan waktu berdua. Banyak hal yang akan berubah, yang membuat kita harus belajar melengkapi satu sama lain, berkomitmen dan selalu mengerti. Kadang juga...