lantai tiga belas

907 103 4
                                    

"Daegam-nim tenang saja."

Ucapnya, dan beberapa detik kemudian aku bisa mendengar suara teriakan yang begitu banyak. Entah apa yang ia lakukan, aku tidak tahu.

Beberapa saat kemudian, aku hanya mendengar suara amarah dari wangseja. Tubuhku tak kembali panas dan suhunya sudah turun. Aku juga tidak bisa merasakan perih lagi pada kedua mataku. Tapi satu yang tidak bisa kulakukan. Melihat. Pandanganku tetap saja gelap dan ini begitu menakutkan.

"Daegam-nim. Izinkan saya melakukannya untuk terakhir kali."

Aku mendengar suara paraunya, aku tahu bahwa ia begitu kelelahan. Aku kemudian merasakan telapak tangannya yang menutup kedua kelopak mataku dan entah mengapa, kedua bola mataku serasa di tarik begitu saja. Tapi aku tak merasakan sakit. Setelah itu yang kurasakan adalah bola mataku yang hilang entah kemana namun kembali setelah beberapa detik. Setelah itu aku melihat setitik cahaya di kegelapan.

"Cobalah buka matamu perlahan Daegam-nim."

Ucapnya dan perlahan aku membuka kedua mataku, aku melihat wajahnya yang tersenyum di depanku. Aku melihat sekeliling dan melihat tubuh yang begitu banyak tergeletak tak sadarkan diri kecuali wangseja yang berdiri tak jauh dari kami.

"Aku bisa melihat kembali."

Ucapku dan meraih tubuhnya dan memeluknya erat. Setelah melepasnya, aku menangkup wajahnya dan memperhatikan matanya.

"Tunggu, kenapa pandangan matamu begitu kosong?"

Tanyaku dan ia malah tersenyum.

"Tidak apa, yang terpenting Daegam-nim bisa melihat lagi."

Di titik ini, aku tersadar bahwa ia menukar kedua mata kami. Ia menukar mata butaku dengan miliknya sendiri. Ia melakukannya untukku. Ia..

"Buin.."

Ini pertama kalinya aku memanggilnya seperti itu. Aku ingin sekali mengembalikan kedua bola mata ini agar ia dapat kembali melihat dan membaca bukunya.

"Kembalikan seperti semula."

"Tidak Daegam-nim. Saya tidak bisa."

"Buin, cepat lakukan!"

Aku mengegerakkan tubuhnya tapi ia tetap saja menggeleng tidak mau. Aku ingin melakukannya sendiri tapi aku tidak tahu caranya.

"Buin, kumohon. Ini perintah."

"Saya melanggar perintah Daegam-nim. Saya tidak mau.."

"Bubuin..!!!"

Aku masih saja menatapnya dan memintanya untuk melakukannya, sampai lupa dengan kehadiran wangseja.

Jlebb

Aku melihat bagaimana pedang tersebut tembus dari bagian belakang tubuhnya hingga ujung pedang itu keluar dari tubuh bagian depannya. Tepat di area jantungnya. Ia mengeratkan pegangan tangannya pada lenganku ketika pedang itu di tarik kembali oleh wangseja. Darah langsung keluar begitu saja dari sana.

Aku menatap nyalang wangseja dan langsung kuarahkan tanganku padanya. Kubakar ia secara perlahan tidak seperti prajurit-prajurit tadi. Aku hiraukan teriakan wangseja dan kembali fokus padanya.

"Buin.."

"Ja.. Jaga dirimu.. daegam-nim. Saya harap kita akan bertemu di masa depan.."

Hëna e DiellitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang