lantai enam belas

874 92 3
                                    

Aku menutup novel yang aku baca setelah membaca separuh dari delapan ratus halaman novel tersebut. Kuletakkan buku tersebut di atas meja dan kuregangkan tubuhku yang kaku. Mengingat aku hanya istirahat saat jam makan siang tadi. Aku meraih ponselku yang berada di samping tempatku duduk dan melihat jam yang sudah menunjukkan pukul enam sore hari.

Aku kemudian bangkit dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai mandi aku keluar dan mengenakan baju yang sudah aku ambil dari dalam lemari. Duduk di atas tempat tidur sembari sibuk mengeringkan rambutku. Aku kembali meraih ponselku dan mencari berbagai situs yang menyediakan informasi mengenai lowongan pekerjaan.

Ada beberapa yang sebenarnya membuatku tertarik, tapi lokasinya terlalu jauh. Mungkin aku harus mencari langsung ke kota. Fokus dengan ponselku aku tak sadar bahwa sebentar lagi pukul tujuh malam dan waktunya makan. Aku kemudian keluar dari kamar dengan tergesa dan menuju ruang makan.

Di saat aku sedang memakan makananku seseorang yang memakai baju seperti pengurus datang menemuiku.

"Tuan Jeon, Anda disuruh menemui Dokter Yoon di ruangannya, di rumah sakit."

Ucapnya, aku mengucapkan terima kasih lalu kembali menyantap makananku sebelum pergi keluar, berjalan menuju lift hingga sampai di lantai satu. Aku berjalan sekitar dua menit menuju ke rumah sakit di sebelah gedung ini, menerka-nerka alasan dokter Yoon ingin menemuiku. Mungkin untuk memeriksa keadaan kedua mataku.

Aku sampai di lobby rumah sakit bertanya pada perawat mengenai ruangan dokter Yoon. Perawat tersebut kemudian mengantarku sampai di lantai empat dan juga di depan ruangan dokter Yoon dengan menyampaikan bahwa aku sudah sampai.

Setelah perawat tersebut keluar, ia menyuruhku untuk masuk. Dokter Yoon menyuruhku untuk duduk di sofa yang ada di ruangannya. Ia kemudian mengambil segelas air minum dan menyodorkan padaku.

"Terima kasih."

"Bagaimana keadaan matamu?"

Dokter Yoon lalu duduk di seberangku. Ia menatapku.

"Baik, tidak ada gejala apa pun."

Jawabku kemudian menyeruput air putih dari gelas yang aku pegang dan menaruhnya di atas meja di depan kami.

"Aku menyuruhmu datang ke sini untuk memberikan ini."

Aku melihat dokter Yoon mengambil sesuatu dari saku jas dokternya. Ia menaruh sebuah benda kecil yang aku tahu jelas itu apa, sebuah cincin emas yang sama persis aku ambil saat menjalankan misi. Aku menoleh ke arah dokter Yoon dengan tatapan bingung.

"Kau tahu tentang cincin ini?"

Aku mengangguk tentu saja.

"Ini cincin yang aku ambil dari misiku."

"Ehm, dan cincin itu adalah milikmu."

"Hah? Maksud dokter?"

"Inisial di cincin itu adalah inisial namamu. Seseorang yang menyuruh kau menjalankan misi itu menyuruhku untuk memberikannya padamu."

Aku kemudian mengambil cincin tersebut, keadaannya masih sama, huruf yang terpahat di sisi dalam cincin tersebut membuatku berpikir bahwa aku tidak pernah memiliki cincin seperti ini.

"Dokter Yoon, tapi aku tidak pernah memiliki cincin ini."

"Aku tahu, tapi benda itu adalah milikmu. Kau harus menjaganya."

Dokter Yoon kemudian bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kursinya. Aku beranjak dan berjalan ke arahnya.

"Siapa orang itu? Yang memberikan cincin ini? Dia orang yang sama dengan pemilik mata ini kan?"

Hëna e DiellitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang