lantai satu

4.3K 198 2
                                    

Aku menatap langit, berdiri di depan sebuah rumah yang kini sudah di sita oleh seorang rentenir. Kenapa kedua orang tuaku haru meninggalkanku dengan hutang sebanyak itu? Mengesalkan.

Langit begitu mendung hari ini, seperti bagaimana keadaan hatiku yang sungguh memuakkan. Dua minggu lalu baru saja menyelesaikan pemakaman kedua orang tuaku, dan kini? Aku sudah di usir oleh dua pria yang mengaku adalah rentenir.

Kuhelakan napasku panjang, sekilas kuberbalik untuk melihat rumahku yang kini bukan rumahku. Kutarik koper berwarna hitam yang berat ini dari depan rumah itu, berjalan pelan menuju sebuah alamat yang sudah di berikan kawanku, Dokyeom, dua hari lalu.

Aku terhenti di sebuah halte bis, kududukkan pantatku karena sudah lelah. Tak berapa lama, bisa yang bernomor 1326 berhenti tepat di depan halte bis tersebut. Kutarik kembali koper dan masuk ke bis tersebut, membayarnya lalu duduk di kursi paling belakang.

Tak hanya aku, ada beberapa orang lain yang di dalam bis tersebut dan membawa koper yang sama hitam dan besarnya dengan milikku. Apakah mereka akan pindah ke gedung itu juga?

Aku kemudian mengalingkan pandanganku keluar jendela, semakin lama bis ini melaju, semakin sepi keadaan jalan yang pinggirannya hanyalah hutan pinus yang tinggi menjulang. Aku tak tahu bis ini akan menuju ke mana, yang Seokmin katakan, aku hanya perlu menunggu bis ini berhenti di sebuah gedung dengan lantai tiga puluh.

Aku memutuskan datang ke gedung yang disebutkan Seokmin itu karena ia juga tinggal di sana, selain itu ia bilang gedung tersebut tidak dipungut biaya sepeserpun. Seperi apa gedungnya? Aku tidak tahu, bahkan di maps saja tidak ada ketika aku mencarinya.

Sekitar lima belas menit kemudian, bis itu berhenti, beberapa orang sudah mulai turun dari bis tersebut dengan menarik koper mereka masing-masing. Aku kemudian turun juga dari bis tersebut. Mulutku manganga lebar ketika melihat gedung yang berdiri di depanku.

Desainnya begitu menarik dengan hanya warna hitam legam dan warna emas di ujung puncak gedung tersebut. Tak terasa menakutkan sekali meskipun penuh dengan warna hitam. Aku baru tahu di negaraku ada gedung seperti ini. Benar-benar menakjubkan, bahkan dari bawah sini aku dapat melihat sedetail apa desain gedung ini.

Aku kemudian membuyarkan ketakjubanku dan berjalan mengikuti beberapa orang yang tadi turun dari bis dan menuju ke arah lobby gedung tersebut. Di pintu masuk lebar itu, terdapat sebuah tulisan yang begitu aestethic. Elysium Edifice.

Begitu aku masuk, aku langsung disuguhkan dengan desain interior yang serba putih, berbanding terbalik dengan warna luar gedung ini. Terdapat banyak sekali lukisan mitologi yunani dan berbagai lukisan yang lain, barang-barang yang begitu mewah seperti guci dan lampu gantung yang menyala terang, padahal ini siang hari. Awas saja kalau Dokyeom bohong perihal gedung ini yang gratis.

Aku kemudian berdiri di belakang beberapa orang untuk mengantri. Pandanganku hanya tertuju pada desain lantai satu ini, begitu menarik mata untuk di pandangi. Sesekali melihat orang-orang yang berlalu-lalang di lobby yang tak begitu besar ini.

"Tuan?"

Seseorang memanggilku yang ternyata adalah penjaga resepsionis di lobby tersebut. Aku kemudian tersenyum canggung dan berjalan maju ke arah meja resepsionis. Sejak kapan orang di depanku sudah pergi?

Wanita berkacamata dengan bibir merah merona itu memberikan dua buah kertas dan kunci. Salah satu kertas tersebut berisi formulir sebagai pendaftaran untuk tinggal di gedung ini. Nama, tanggal lahir, berat badan, tinggi badan, dan nama orang tua. Hanya itu, pantas saja orang-orang didepanku cepat sekali tadi.

Selesai mengisi data tersebut, aku memberikan kertas itu pasa wanita berkacamata tadi dengan name tag 'Sowon'. Ia kemudian menunjuk arah kiri dari lobby tersebut, sebagai petunjuk di mana kamarku berada. Ini sungguh tidak membayar? Padahal aku sudah menyiapkan tabunganku.

Setelah mengucapkan terima kasih, aku berlalu dengan menarik koperku ke arah yang wanita bernama Sowon tadi tunjukkan. Di perjalanan aku melihat nomor di gantungan kunci yang Sowon tadi berikan, 29. Kususuri lorong gedung lantai satu ini hingga akhirnya sampai di ujung lorong, kamar sebelah kiriku bertuliskan 29 dan kamar sebelah kananku 30.

Aku membuka pintu kamar bernomor 29 itu dengan kunci yang kubawa. Memasuki kamar tersebut dan langsung di tampilkan sebuah kamar minimalis dengan ukuran sekitar tiga kali dua. Hanya ada satu single bed beserta bantal dan selimutnya, almari yang begitu kecil dan satu meja kecil di samping almari.

Aku menghela napas dan terduduk di atas single bed tersebut. Tidak apa, ini gratis. Daripada dengan menyewa apartemen, aku harus membayarnya lebih. Aku kemudian merebahkan diriku, ingat akan satu kertas yang tadi di beri Sowon, aku memandanginya. Kertas itu berisi sebuah peraturan, dan ketika membacanya, aku bingung dan terheran.

Peraturan Elysium Edifice lantai satu :

1. Dilarang membawa teman yang tidak tinggal di Elysium Edifice.
2. Dilarang keluar gedung tanpa izin dari petugas Elysium Edifice.
3. Dilarang tidur di atas jam 11 malam.
4. Dilarang masuk ke ruangan yang bertuliskan 'Staff Only'.
5. Penghuni Elysium Edifice lantai satu wajib berolah raga di lapangan setiap hari minggu.
6. Penghuni Elysium Edifice harus makan tepat waktu, tiga kali sehari (Jam 7 pagi, jam 1 siang, jam 7 malam). Jika terlambat, maka tidak akan diberi makan selama dua hari berturut-turut.
7. Dilarang menganggu ketentraman penghuni lain.
8. Misi akan di berikan pada jam 10 malam hari dan harus diselesaikan dalam waktu 2x24 jam.

WARNING! YANG DI ATAS BOLEH KE BAWAH, YANG DIBAWAH DILARANG KE ATAS.

"Tunggu, jadi maksudnya aku bahkan tidak bisa mengunjungi lantai dua dan seterusnya? Dan, misi apa yang mereka maksud? Huh, peraturan macam apa ini?"

Aku menghela napasku sembari membuang kertas yang ada di tanganku, melihat jam di ponsel yang masih menunjukkan pukul 3 sore hari. Aku menoleh ke arah jendela kamar ini. Kenapa langitnya begitu cerah? Padahal tadi mendung.

Aku kembali pada ponselku, mencari nama kawanku, Dokyeom yang juga tinggal di gedung ini. Aku penasaran ia tinggal di lantai berapa. Kudial nomornya dan beberapa setelah berdering, ia mengangkatnya.

"Kau sudah sampai?"

Tanyanya langsung.

"Sudah. Kau di lantai berapa?"

"Aku di lantai delapan, aku akan turun. Berapa nomor kamarmu?"

"Dua puluh sembilan."

"Baiklah."

Telepon tersebut kemudian dimatikan olehnya, aku terduduk dan menunggu kehadiran Dokyeom di depan kamarku. Pandanganku tertuju pada sebuah lapangan yang luasnya mungkin satu hektar, di sana terdapat banyak sekali tempat untuk bermain dan berolah raga. Lapangan sepak bola, basket, lari, dan lainnya. Aku masih terheran kenapa tempat tinggal ini gratis, kuperlu bertanya pada Dokyeom.
.
.
.
a/n
Elysium : Tempat tinggal yang diberkati setelah kematian dalam mitologi klasik.

Hëna e DiellitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang