lantai dua puluh tiga

752 72 4
                                    

Kakek memeriksa Mingyu, Jeonghan juga membantu untuk mengobati luka panah yang ada di punggung Mingyu. Sedangkan Wonwoo, sedari tadi ia tidak bisa berhenti merasa cemas, Mingyu sama sekali tidak sadarkan diri dan wajahnya begitu pucat. Ia benar-benar takut. Ia menoleh ke arah kakek. "Apakah panah itu ada racunnya? Kenapa Mingyu tak sadarkan diri seperti ini?" Tanyanya dengan khawatir.

Kakek menoleh ke arah Wonwoo, ia menghela napasnya dan berjalan mendekat. "Kakek rasa, Mingyu sudah mulai menua. Tidak hanya Mingyu tapi kakek juga." Ucapnya, melihat bagaimana wajah khawatir Wonwoo dan matanya yang memerah. "Untuk anak panahnya sendiri memang ada racunnya, tapi racun itu tidak seharusnya dapat melukai Mingyu, apalagi lukanya tidak sembuh secepat biasanya." Lanjutnya.

Wonwoo menelan ludahnya kasar dan menatap Mingyu yang terbaring, dengan perban yang melingkar di tubuhnya. Ia menatap Jeonghan yang sudah selesai mengobati Mingyu. Jeonghan menoleh dan menatap Wonwoo dengan lekat. "Mingyu akan baik-baik saja, kita tunggu sampai dia sadar." Ucapnya dan ia pamit dari kamar tersebut.

Wonwoo berjalan ke arah suaminya yang baru saja resmi beberapa jam yang lalu, ia duduk di sisi ranjang sembari menggenggam kuat tangan Mingyu. Kakek memperhatikan keduanya. "Kakek akan pergi." Ucapnya dan Wonwoo langsung menoleh. "Kakek akan menemui Sengcheol, mungkin dia yang melakukannya." Lanjutnya. Wonwoo menggeleng ribut dan bangkit dari duduknya. Membuka mulutnya untuk berbicara tapi kakek terlebih dahulu mendahului. "Tidak apa Wonwoo, Seungcheol juga cucu kakek kan? Dia tidak akan menyakiti kakek." Selanya.

Wonwoo menatapnya lekat lalu mendekat, memeluk kakek dengan erat. "Hati-hati kek." Lirihnya lalu melepas pelukan tersebut.

Kakek mengangguk pelan. "Jaga diri baik-baik dan juga Mingyu. Kakek akan segera kembali." Lalu ia berjalan pergi dari kamar tersebut setelah mendapat jawaban dari Wonwoo. Wonwoo kembali duduk di tempatnya, ia meraih tangan Mingyu, menggabungkan tanda bulan yang ada di tangannya dengan tanda matahari Mingyu. Perlahan, cahaya putih keluar dari sana, Wonwoo berusaha untuk menyembuhkan Mingyu meskipun ia tidak tahu cara spesifiknya bagaimana.

Ia melakukannya sampai sepuluh menit lebih, membuka kedua matanya dan masih melihat Mingyu yang tak sadarkan diri. Wonwoo menghela napasnya dan berbaring di samping Mingyu. Ia memeluk tubuh tersebut setelah meraih selimut untuk menutupi tubuh atas Mingyu yang telanjang. Wonwoo mengusap wajah Mingyu dengan lembut, memainkan jemarinya di alis Mingyu. "Mingyu.." Lirihnya lalu mendekat dan memeluk Mingyu cukup erat.

•••

Wonwoo membuka kedua matanya, menatap Mingyu yang belum sadarkan diri. Ia bangkit terduduk, melihat keluar jendela dan hari sudah berganti malam. Ia turun dari tempat tidur, berjalan ke arah kamar mandi untuk membasuh wajahnya lalu kembali. Ia terduduk di sisi ranjang, meraih wajah pucat Mingyu dan mengusapnya dengan lembut.

Ia meraih tangan Mingyu, menggenggamnya dengan erat, memejamkan kedua matanya dan mengeluarkan kekuatannya untuk menyembuhkan Mingyu. Jika dulu ia bisa menukar bola matanya dengan Mingyu, seharusnya ia bisa menyembuhkan Mingyu. Ia menggunakan seluruh kekuatan yang ia miliki, bermenit-menit cahaya putih muncul dari tangannya. Perlahan juga ia merasa lelah, tubuhnya lemas seketika.

Ia melepaskan tangan Mingyu, menunduk, mengarahkan tangannya pada kepalanya yang terasa pusing. Selama beberapa menit ia dalam posisi tersebut, sebelum akhirnya ia mendongak dan menatap Mingyu yang kedua matanya perlahan terbuka, menyembuhkan Mingyu ternyata harus mengeluarkan cukup banyak kekuatan, mungkin karena Mingyu memiliki kekuatan matahari, jadi harus ekstra dalam menyembuhkannya.

Mingyu menatap Wonwoo dengan lekat, merasakan sakit pada bekas luka yang ada di punggungnya. Ia berusaha bangkit dan Wonwoo membantu. "Kenapa wajahmu pucat sekali?" Tanya Mingyu.

Hëna e DiellitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang