[07. Tamu dari Jakarta]

1.2K 215 54
                                    

Seharian berpuasa ditambah lagi melakukan banyak kegiatan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seharian berpuasa ditambah lagi melakukan banyak kegiatan. Reva pikir dia akan tepar setibanya di tempat bazar amal namun, rupanya rasa letih dan lapar berhasil dikalahkan oleh keseruan selama bazar amal berlangsung.

Stand-nya cukup banyak. Reva pikir milik anak pesantren Al-Ikhlas saja, rupanya ada banyak penjual yang ikut menumpang di sini. Hanya saja, mereka berjualan sebagaimana mestinya, yang mana harga sudah mereka tentukan. Tidak hanya takjil dan nasi kotak, ada yang berjualan gamis, jilbab, dan banyak lagi. Bazar ini lebih ramai dari yang dibayangkan.

"Neng, saya punya anak dua di rumah. Tadi sahurnya cuma minum air putih. Saya mau ambil tiga, tapi saya cuma punya uang segini." wanita yang baru menghampiri stand Reva, Asma, Tiara, dan Adinda---dimana mereka kebagian menjaga nasi kotak---mengeluarkan selembar uang lima ribuan dari dompet lusuhnya.

Hati Reva terenyuh. Tanpa mengatakan apapun dia langsung membungkus tiga nasi kotak lalu diberikannya pada sang ibu. "Sebentar ya, Bu." lalu, ia berlari menuju stand takjil yang dijaga oleh Tristan dan teman-temannya, karena itulah yang paling terdekat.

"Heh, belom buka. Nanti ada bagian buat kita," oceh Tristan saat Reva mengambil plastik dan memasukkan beberapa macam takjil.

"Buat ibu itu. Makasih, assalamualaikum." setelahnya, gadis berhidung mancung tersebut kembali menghampiri ibu-ibu tadi. Diberikannya semua yang telah dia bungkus pada sang ibu.

"Ini buat buka puasanya ya, Bu. Takjilnya bisa dimakan buat sahur juga. Gak usah bayar. Salam buat anak-anaknya," ujar Reva seraya tersenyum tulus.

"Alhamdulillah, hatur nuhun-nya Neng-Neng Geulis."

"Sami-sami, Teh." setelah si ibu-ibu pergi, Reva kembali duduk di tempatnya tadi. Saat Adinda, Asma, dan Tiara sedang sibuk melayani pembeli, diam-diam ia memasukkan selembar uang lima puluh ribu ke dalam kotak tempat menaruh uang.

Reva pikir tak ada yang melihat, padahal kenyataannya pandangan dua laki-laki dari arah kanan sejak tadi tak lepas darinya.

"Teh Reva, gak capek? Kalau capek istarahat aja, Teh." tanya Asma.

Reva menggeleng. "Seru!" katanya semangat.

Mereka lalu terkekeh bersamaan, hingga kedatangan sebuah bus mengalihkan perhatian semua orang, termasuk Reva dan teman-temannya. Bisik-bisik langsung terdengar saat Asep menghampiri bus tersebut.

"Siapa?" Reva bertanya penasaran.

"Kayaknya temen-temen A Asep dari Jakarta." Adinda yang menjawab. Mendengar kalimat 'temen-temen A Asep dari Jakarta' membuat Reva langsung teringat pada Geng Proklisi.

"Jangan bilang ...."

"Eh iya, beneran temen-temennya dari Jakarta. Aduh meni kararasep jeung gareulis pisan rerencangan A Asep teh. Gararagah kitu, idaman sadayana," oceh Tiara setelah sama-sama mereka melihat rombongan orang berkaos yang sama keluar dari bus tersebut dan mengikuti Asep memasuki area bazar amal. Kalau dilihat-lihat, tidak akan kurang dari tiga puluh orang, laki-laki dan perempuan. Didominan oleh laki-laki tentunya.

Bad Girl, Nyantri?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang