Keraguan

487 33 0
                                    

Selamat membaca<3
.
.
.
.
.
.
.
Diza membasuh kedua tangannya di wastafel yang ada di dalam kamar mandi siswa perempuan. Gadis itu kemudian menatap pantulan dirinya pada cermin yang terletak di depannya. Sebenarnya Diza tidak benar-benar ingin ke kamar mandi, tapi mau bagaimana lagi. Pasalnya dia bingung harus menuju ke tempat di sekolah bagian mana.

Ke taman belakang, terlalu jauh. Dirinya sedang malas melakukan perjalanan yang cukup menguras tenaga. Roof top? Apalagi, sekolahnya itu terdiri dari empat lantai, bisa patah kaki dia naik tangga untuk keatas. Sebenarnya ada alternatif sih, yaitu lift. Tapi intinya Diza malas untuk keatas.

Jadi yang dari tadi gadis itu lakukan hanya bercermin sambil membuang-buang air di wastafel yang digunakan untuk menggosok-gosok tangannya, yang bahkan kotor saja tidak. Sebut saja Diza gabut, ah atau yang lebih tepatnya galau ya?

"Kesellllllll, kenapa gue baperan gini sih ah!"
Ujar Diza kesal, sambil mematikan kran air yang digunakannya.

Gadis itu lantas mengambil beberapa lembar tissue, lalu mengering kedua tangannya.

"Ya gimana gak baper, coba ya. Coba lo bayangin. Lo tiba-tiba dinyatakan menjadi pacar seseorang yang, oke gue ngaku kalau Gio ganteng" ujarnya pasrah

"T-tapi yaa, aduhhh. Pikir coba pikir, kita statusnya pacaran nih, tapi kok jadi kayak gue doang yang nganggep, eh dianya enggak. Kan keliatan banget gue ngarepnya" sambung Diza berdialog sendiri.

Diza kemudian melempar tisu yang ada ditangannya ke dalam tempat sampah, dan memilih keluar dari sini. Bisa diruqyah dirinya nanti. Kalau ada yang melihat Diza berbicara layaknya orang kerasukan jin di siang bolong, apalagi di kamar mandi.

"Gila?"

Diza terkejut saat dirinya baru saja keluar dari dalam toilet, dia melihat Gio sudah berdiri dihadapannya sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong seragam. Katakan saja Diza munafik jika tidak ingin mengakui kalau laki-laki dihadapannya ini tampan.

Tapi tunggu, jika Gio sudah berdiri disini dan mengatakan bahwa Diza gila. Jadi apa laki-laki itu sudah sejak tadi disini. Dan apa Gio mendengar semua keluhan Diza tentang dirinya? Shit. Diza benar-benar malu. Bahkan lebih dari kata malu. Oh tuhan, beri Diza kekuatan teleportasi agar dia bisa lenyap dalam hitungan detik saat ini juga.

Tak ada yang dilakukan gadis itu selain diam menunduk di hadapan Gio yang masih memperhatikannya.

"Kenapa diem? Ngomel lagi"
Ujar Gio dengan nada datar, sedatar wajahnya itu.

Gadis dihadapan Gio lantas semakin gelisah, jadi tadi Gio benar-benar mendengar semua perkataannya? Yang benar saja, ini masalahnya Diza malu beneran loh. Mau ditaruh mana muka cantiknya ini?

"Siapa yang ngomel?"
Jawab Diza mencoba berani untuk menatap balik Gio.

"Lo ngikutin gue ya?"
Tuduh Diza sambil menunjuk tepat di depan wajah Gio.

Laki-laki itu lantas menepis jari Diza yang menunjuk kearah wajahnya, "gak" jawab Gio singkat.

"Eleh, alesan. Ngapain lo ngikutin gue?"
Jawab Diza mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.

"Lo ngapain ngomongin gue?"
Skak. Gio berhasil membuat Diza mati kutu dengan membalikkan pertanyaannya.

Sekarang gadis itu benar-benar diam membisu dengan pandangan turun ke bawah, nyalinya juga sudah menciut. Bukan, bukan Diza takut. Gadis itu hanya malu. Bagaimana dia tidak malu, coba kalian bayangkan, ketika kalian sedang membicarakan bahkan memarahi seseorang dan tiba-tiba saja, orang yang sedang kalian bicara muncul begitu saja dan mendengar semuanya. MALU KAN? MALU LAH MASAK NGGAK.

"Liat gue"
Perintah Gio dengan nada dingin yang tidak boleh terbantahkan.

"Dizaaa"
Kini suara Gio sedikit melembut agar gadis itu menurutinya. Dan perlahan Diza mendongakkan kepalanya menatap tepat pada kedua manik mata laki-laki itu.

"Lo gak percaya sama gue?"
Tanya Gio, dan membuat Diza sedikit bingung pada arah pembicaraan laki-laki itu.

"M-maksudnya?"
Tanya balik Diza.

Gio kemudian membungkukkan badannya agar sejajar dengan wajah gadis itu, dan Gio menatap serius kedua bola mata Diza yang memancarkan raut kegugupan. "Lo pikir gue asal jadiin lo cewek gue, dan gue mainin lo iya?" Ujarnya.

"Bisa jauhan gak jaraknya" kata Diza gugup.

"Jawab pertanyaan gue"
Balas Gio tidak memperdulikan Diza yang bahkan kakinya saat ini sudah bergetar saking gugupnya dia.

"Yaa gimana yaa, a-abisnya gue ragu"

"Jadi lo pikir gue cowok kurang ajar yang suka mainin perasaan orang?"

"Eh nggak gitu, cuman emmm anuuu"

Gio kemudian kembali menegakkan tubuhnya, laki-laki itu lalu mengusap rambut panjang Diza dan menyelipkan rambut bagian kanan gadis itu ke belakang daun telinganya.

"Gue gak tau harus gimana, sorry" ujar Gio menyesal membuat Diza jadi tidak enak hati melihatnya.

"Gue paham kok, gue yang harusnya minta maaf"
Jawab Diza sambil tersenyum kearah Gio.

Tanpa Diza duga, tiba-tiba saja Gio menarik tubuhnya ke dalam dekapan laki-laki itu. Gio memeluk erat tubuh Diza lalu, menaruh dagunya tepat di puncak kepala gadis itu. Dan yang Diza rasakan saat ini beragam, dia bingung, dia gugup, dan tentu saja Diza juga senang. Oh ayolah tidak mungkin dirinya tidak senang diperlakukan seperti ini oleh Gio lagi.

"Gue kaku, tapi satu hal yang harus lo tau. Gue sayang sama lo Za" ujar Gio dengan nada lembut sekali. Bahkan lebih lembut dari kapas.

Diam-diam Diza tersenyum di balik dekapan Gio. Gadis itu kemudian menyenderkan kepalanya pada dada bidang kekasihnya, dan menghirup aroma khas tubuh Gio yang mungkin akan menjadi candu baginya.

Perlahan Gio kemudian melepaskan pelukannya pada Diza, lalu dia menangkup kedua pipi gadis itu yang sudah memerah akibat malu. Rasanya ada beribu kupu-kupu yang berterbangan di dalam perut Diza, ketika Gio menatapnya dengan tatapan seteduh itu.

"Sekarang lo percaya?"
Tanya Gio, dan dibalas anggukan kepala oleh Diza.

Setelah itu Gio lantas menurunkan tangannya dari pipi Diza, dan beralih menggenggam tangan kanan gadis itu. Rasanya Gio ingin melahap Diza saat ini juga saking gemasnya dia. Pasalnya dari tadi Diza hanya diam saja, tidak secerewet biasanya. Apa gadis ini sedang salting?

Jika iya, Gio menyukai itu. Karena kenapa? Karena Diza terlihat seperti anak bayi yang sangat penurut, jadi pengen bawa pulang terus di pajang di kamar deh. Buat jadi temen tidur.

Becanda ya.

"Nanti gue jemput jam 7"
Ujar Gio, membuat Diza menoleh dengan kening berkerut.

"Mau kemana?"
Tanya Diza.

"Kenalin ke mama"
Jawan Gio santai.

Wait, apa-apa? Kenalin ke mama? Kenalin ke mamanya Gio begitu? Aduh kok jadi tambah grogi sih ah, ini si Gio ada-ada aja deh.

Namun bukannya senang seperti suasana hatinya, raut wajah gadis itu berbanding terbalik dengan apa yang dia rasakan. Ekspresinya menunjukkan bahwa Diza sedang bingung dan juga bimbang. Tidak semudah itu baginya untuk pergi pamit keluar kepada sang papa, karena Diza ragu akan diijinkan untuk pergi.

"Aku yang bakal ijin"
Ujar Gio seakan mengerti apa yang Diza pikirkan.

"Kayaknya nggak..."

"Tenang aja, pasti boleh"
Kata Gio meyakinkan, dan Diza hanya bisa pasrah saja apa yang akan terjadi nantinya.

"Dandan biasa aja, kan udah cantik"

Bunuh aja bunuh ini si Gio, demen banget ya bikin hati Diza jedag jedug gak karuan. Nanti kalau copot kan bahaya everybody.































Aku usahain bakal update 2 hari sekali, kalau bisa yaaaa.
Soalnya kadang gak nemu mood ngetik hahaha.

Makanya jangan pada siders okeeee.

Byeeee<3

GiofadizaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang