Doyoung masuk ke dalam bis setelah menunggu di halte selama sepuluh menit. Dia duduk lalu kepalanya dia senderkan ke jendela. Headseat dia pakai sambil menyetel lagu orange. Ntah kenapa saat ini, Doyoung merasa cemas pada sesuatu yang belum pasti.
Doyoung hanya berharap, ucapan Om-nya tidak benar-benar terjadi.
Dia menghela nafas berat lalu memejamkan matanya. Merasakan seseorang duduk di sebelahnya, Doyoung membuka matanya dan melirik laki-laki di sebelahnya. Laki-laki seorang anak kuliahan itu ikut melirik Doyoung.
Jihoon berdecak. "Apa liat-liat? Mau kucolok?" Tanya Jihoon sinis. Doyoung menggerling malas mendengarnya dan membuang muka menghadap jendela. Jihoon kembali menatap lurus.
tuk.tuk.tuk.
Jihoon mengeram kesal. "Bisa hentikan jentikan gak berguna lo? Gua keganggu." Geram Jihoon namun sama sekali tidak di dengarkan Doyoung. Pemuda itu tetap mejentikan kuku jari ke jendela. Jihoon kesal, dia mengambil nafas dalam berusaha sabar dan tidak perduli.
"Apa lo percaya virus zombie?"
Pertanyaan Doyoung yang tiba-tiba membuat Jihoon mengerutkan kening. "Lo ngomong apaan sih? Gua gak paham dan gak mau paham."
"Misal, zombie itu beneran ada.. Apa yang bakal lo lakuin?"
Jihoon membuang nafas berat. "Nyelamatin diri bareng temen-temen di asrama." Jawab Jihoon. Walaupun dia menganggap pertanyaan Doyoung itu konyol, apa salahnya menjawab?
Doyoung mengernyit bingung. "Kenapa harus bareng teman asrama? Apa lo gak pikirin keluarga lo?"
Jihoon terkekeh, terdengar miris. "Keluarga gua udah meninggal lama. Gua tinggal di asrama bareng mereka yang gua anggap keluarga." Jelas Jihoon membuat Doyoung menelan ludah. Jihoon berdekhem, "Kalo lo? Apa yang bakal lo lakuin?" Tanya Jihoon balik. Doyoung tidak langsung menjawab.
"Gua.. Bakal bunuh orang yang buat virus itu."
Jihoon termangu. Ia bisa melihat jelas wajah penuh dendam pemuda SMA di sebelahnya. Merasa hawa semakin mendingin, Jihoon mengalihkan topik. "Lo tinggal dimana?"
"Apart."
"Bareng keluarga lo?"
Doyoung menggeleng. Jihoon mengerutkan kening. "Lo tinggal sendiri? Kenapa?" Tanya Jihoon penasaran. Doyoung lagi-lagi tak langsung menjawab.
"Gua gak punya Papa. Mama meninggal." Jawab Doyoung sendu. Jihoon langsung mengatup mulut sambil menahan nafas. "Keluarga gua yang lain gaada yang perduli. Cuma Kak Junkyu doang yang mau tinggal sama gua. Itupun kalo Nenek bolehin." Tambah Doyoung semakin membuat Jihoon prihatin.
Tidak pernah Jihoon kira, kalau ada orang yang di buang dari keluarga sendiri. Jihoon kira, hanya dia yang di tinggal keluarganya, dan di buang. Namun saat ini, Jihoon sadar, kalau semua manusia pasti punya permasalah hidup masing-masing.
Tangan Jihoon terulur untuk mengusap kepala Doyoung membuat laki-laki SMA itu terdiam. Bibir Jihoon mengukir senyum. "Kalo lo merasa kesepian, dateng ke asrama gua. Disana, lo bisa rasain kekeluargaan yang mungkin selama ini belum pernah lo rasain." Kata Jihoon tulus. Perkataan mampu membuat Doyoung tersenyum tipis.
"Thanks, kapan-kapan gua bakal main ke asrama lo."
Jihoon mengangguk. Bis berhenti di halte, Jihoon keluar dari bis sementara Doyoung masih harus menunggu sampai halte berikutnya.
***
Jihoon masuk ke dalam asrama. Dia di sambut oleh Yedam yang membawakannya teh. Yedam cukup tau, kalau Jihoon lelah dan butuh sesuatu untuk di serup sampai tenggorokannya tidak lagi kering.
KAMU SEDANG MEMBACA
[I] OUT✓
Fanfiction❝Ayo kita keluar dari Busan bersama-sama.❞ (Virus universe's)