O - 4

2.3K 541 12
                                    

"Kak, gua takut Hyunsuk hyung kenapa-napa." Lirih Jeongwoo tiba-tiba. Dia meng- ekpresi- kan wajahnya dengan sendu. Di antara yang lain, Jeongwoo paling mudah terbawa suasana sedih.

Jihoon diam. Sejujurnya, dia ingin menangis karna sampai detik ini belum juga melihat keberadaan Hyunsuk. Pikiran negativ sudah mengalahkan ke- positiv- an yang di miliki Jihoon. Rasanya ingin membanting setir dan berteriak kencang memanggil Hyunsuk.

Haruto merangkul Jeongwoo yang menangis. "Sampai saat ini, gua masih bisa berfikir kalo Kak Hyunsuk masih bertahan. Gua gak akan simpulin apapun sebelum liat Kak Hyunsuk dengan mata di kepala gua sendiri."

Ucapan Haruto begitu baik untuk kelima sahabatnya. Mereka membuang nafas yang sesak. Apa yang Haruto katakan adalah benar. Seharusnya mereka tidak menyimpulkan sesuatu sebelum melihat sendiri.

Yoshi menepuk bahu Haruto bangga. "Ruto kita sudah besar ya?" Ujar Yoshi memuji. Haruto tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Jeongwoo tersenyum sambil mengelap air matanya. Yoshi beralih pandang ke arah Junghwan yang sedari tadi diam saja. "Wan, kenapa?"

Junghwan tersentak lalu menggeleng. "Gak ada apa-apa. Gua cuma mikir dimana Kak Hyunsuk."

Yoshi tersenyum. Sudah dia duga kalau banyak dari mereka akan mengkhawatirkan Hyunsuk. "Dengerin kata Haruto. Jangan takut Hyunsuk hyung kenapa-napa. Dia pasti bisa bertahan hidup." Kata Yoshi menyembuhkan rasa takut di hati Junghwan.

Yedam tersenyum. Dalam hati dia berharap semoga Hyunsuk benar-benar bisa bertahan hidup.

***

Mashiho menangis sepanjang jalan. Ia sangat merasa bersalah pada Yoonbin. Mashiho ingin kembali menyelamatkan Yoonbin namun Hyunsuk selalu mencegahnya. Padahal, harusnya mereka menjadi zombie saja bertiga. Bagi Mashiho, Yoonbin sudah menyelamatkan hidupnya. Tapi sekarang, Mashiho bahkan melarikan diri di saat Yoonbin bertarung.

Hyunsuk sebenarnya juga merasa bersalah. Namun dia tutup dalam-dalam mengingat apa yang dia lakukan adalah keinginan Ha Yoonbin sendiri. Sekarang hanya Mashiho yang dia punya, dan Hyunsuk pasti akan membuat Mashiho merasa aman.

Walaupun dia sendiri takut.

"Kau kedinginan?" Tanya Hyunsuk melihat Mashiho yang menguatkan pelukan pada diri sendiri. Tidak mendapat respon Mashiho membuat Hyunsuk tau kalau bisa saja Mashiho sedang benci dengannya karna meninggalkan Yoonbin begitu saja. Hyunsuk menghela nafas berat. "Aku tau aku salah."

"Kau memang salah." Mashiho berdesis.

Hyunsuk semakin kalut. Ia menundukan kepala, menatap jalanan yang banjir dengan darah. Hal itu membuat Hyunsuk amat mual. Tapi dia tidak akan membuang hal yang mengocok perutnya saat ini. Bau anyir saja sudah membuat mual apalagi di tambah dengan muntahnya?

Mashiho sebenarnya merasa iba melihat Hyunsuk sudah pucat. Berbeda dengannya yang hanya takut tapi tetap baik-baik saja. Hyunsuk justru sudah seperti ingin pingsan.

Rasanya Mashiho ingin menemukan tempat aman agar mereka berdua bisa beristirahat.

Tangan Mashiho menghentikan langkah Hyunsuk. Ia pelan-pelan mengajak Hyunsuk mundur. Sedangkan Hyunsuk sendiri hanya menurut karna tau kalau di depan ada segerombolan zombie.


Kretek


Mashiho merutuki diri karna tidak lihat-lihat ke belakang. Ranting yang ia pijak berhasil membuat perhatian zombie kini teralih pada mereka. Melihat Hyunsuk yang gemetar membuat Mashiho semakin panik.

Hyunsuk memejamkan matanya.

Dia mengambil tangan Mashiho lalu dia ajak berlari menjauh. Saat ini mereka belum bisa bertarung dengan sekumpulan zombie itu. Setidaknya, mereka harus pergi ke tempat yang terdapat benda tajam.

Melihat ada rumah kosong membuat seketika netra Hyunsuk melebar. Ia amat sangat senang begitu juga dengan Mashiho. Akhirnya, keinginan mereka terkabul. Hyunsuk membawa Mashiho ke rumah itu agar mereka bisa bersembunyi sekaligus beristirahat.

"Rumah ini biar ku-cek dulu. Kau tunggu disini." Kata Mashiho. Hyunsuk mengangguk ragu. Mashiho masuk ke dalam rumah meninggalkan Hyunsuk dengan bulu kuduk menegang. Dia berharap kalau Mashiho cepat-cepat keluar lalu mengatakan 'rumah ini aman.'

Suara-suara geraman zombie terdengar. Hyunsuk semkin takut. Dia tidak bisa di hadapkan situasi seram dan menegangkan seperti ini. Masuk ke dalam rumah itu sebenarnya membuat Hyunsuk takut. Tapi saat ini, dia hanya bisa mengandalkan rumah itu agar bisa bersembunyi.

Mashiho keluar dari rumah lalu mengacungkan jempol, pertanda aman. Hyunsuk bernafas lega kemudian melangkah masuk ke dalam rumah sambil berpegangan pada Mashiho.

***

Terlalu banyak zombie, pikir Doyoung.

Di perjalanan, tidak pernah Doyoung tidak melihat zombie. Sepanjang jalan yang membentang, dia terus melihat keberadaan gerombolan zombie. Doyoung heran, mereka ini sudah janjian berkelompok?

Junkyu sebenarnya tidak percaya dengan hal seperti ini. Tapi karna ia mengalaminya sendiri, Junkyu sadar kalau hal yang tidak mungkin bisa saja terjadi.

Doyoung mengeluarkan ponsel miliknya. Tidak ada sinyal sama sekali. Mungkin zombie itu sudah memutuskan kabel internet? Dasar zombie, apa mereka tidak tau kalau internet itu kebutuhan pokok manusia?

"Kak Ajun, lo istirahat sana. Muka lo pucet. Lo makan aja, abis itu tidur. Nanti gua yang bawa mobilnya." Suruh Doyoung tidak enak melihat Junkyu kelelahan. Koala satu ini harus bekerja keras menahan kantuk untuk membawa mobil.

Junkyu menggeleng. "Lo masih umur 17, belum boleh bawa mobil." Kata Junkyu membuat Doyoung terbahak.

"Siapa perduli? Polisi?" Doyoung menggelengkan kepala dengan kekehan. "Bahkan polisi aja enggan balik ke jalan cuma buat nertipin lalu lintas. Mereka semua udah pada keluar dari Busan, gak mungkin balik ke sini." Ujar Doyoung memberi tau.

Junkyu tidak heran kalau Doyoung tau itu. Katakanlah kalau adiknya ini cenayang, karna memang begitu adanya.

Akhirnya, Junkyu dan Doyoung pindah posisi. Mereka bertukar dari dalam, bukan di luar. Junkyu mengambil makan di tas Doyoung dan melahapnya. Untung yang di bawa Doyoung bukan makanan berat. Hanya makanan ringan, snack, dan air botol.

"Jadi sekarang tujuan kita kemana?" Tanya Junkyu.

Doyoung mengetukan kuku jari ke stir, terlihat berfikir. Dia mengukir senyum miring. "Tentu saja menghampiri polisi-polisi itu." Jawab Doyoung membuat alis Junkyu berkerut. Pemuda berambut merah dengan mata tajam itu kembali menatap depan dengan smirk- nya. "Kita pergi ke perbatasan."

Junkyu tersedak mendengarnya. "Lo yakin? Perbatasan Busan itu Gimhae dan Yangsan. Itu distrik dengan populasi jiwa terbanyak di Busan. Bagaimana kalau zombie disana lebih banyak?" Cerocos Junkyu tidak habis fikir. Sedangkan Doyoung hanya terkekeh mendengarnya.

"Kalau misal justru disana banyak yang selamat karna banyak tentara, bagaimana?"

Masuk akal. Junkyu bahkan tidak berfikir se- positiv itu. Yang dia pikirkan hanya zombie saja. Junkyu menatap adiknya bangga. "Gak salah lo jadi adik gua. Pinter kaya gua." Kata Junkyu cengir. Doyoung menggelengkan kepala pelan.

Hening melanda. Junkyu sudah tertidur. Sekarang hanya ada Doyoung yang masih setia menjalankan mobil dengan kecepatan pelan. Tidak mau ambil resiko dengan membawa mobil secara ngebut. Takut nanti mobil di kejar.

Sesekali Doyoung melirik Junkyu. Perasaanya saat ini sangat sulit di jabarkan dengan seuntai kalimat. Bahkan paragraf pun tidak bisa mengungkapkan segalanya.

Malam ini, Doyoung kembali berharap pada Tuhan. Jika setidaknya dia mati, Doyoung ingin membawa Junkyu ke tempat aman dan bisa mewujudkan apa yang belum terwujud.

***

[I] OUT✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang