"Kamu egosi! Kamu cuma mentingin harta Mama!"
"Harta segalanya kalo kamu tau itu."
"Kalau gitu, kita cukup sampai sini aja. Aku akan pergi bersama anak-anak." Wanita itu pergi keluar dari kamar. Kim Dojun mengikutinya sambil berlari.
Saat sampai di kamar, wanita itu membangunkan kedua anaknya. Kim Junkyu dan Kim Doyoung. "Ayo Nak, kita pergi dari sini."
"Park Jina!"
Dojun berlari lalu mengambil alih Kim Junkyu. "Dia berharga. Saya tidak akan membiarkan kamu bawa cucu kesayangan Mama."
Jina tertawa tidak habis fikir. "Kamu gak boleh mengurus salah satu anak kita. Kamu gak bakal bisa didik mereka. Dia bisa gila tinggal dengan kamu!"
"Saya tidak perduli Junkyu gila atau tidak nantinya. Mama bisa marah kalo kamu bawa Junkyu pergi."
Jina mengeram kesal. "Seterah! Doyoung dan Jihoon ikut aku!"
"Seterah. Toh aku hanya butuh Junkyu!"
Kim Jihoon memang selama ini tinggal dengan Jina. Tempatnya terpisah dengan Doyoung dan Junkyu. Bahkan Jina merubah marga Jihoon dari Kim menjadi Park seperti marganya.
Jihoon tidak mengenal Kim Junkyu maupun Kim Doyoung. Karna Jina mengatakan, Jihoon anak tunggal saat itu. Begitupun sebaliknya, Junkyu dan Doyoung tidak pernah tau jika mereka punya Kakak tertua, Kim Jihoon.
Saat Jina membawa Doyoung pergi, Junkyu menarik tangan Doyoung. "Mama jangan bawa Doyoungie.." Pinta Junkyu dengan nada lemah. "A-ajun gak mau pisah sama Doyoungie.."
Jina menangis. Dia berjongkok di depan Junkyu. "Mama minta maaf. Doyoung harus ikut Mama. Ajun disini ya, Ajun pasti kuat."
Junku menggeleng. Dia berlari ke arah Doyoung lalu dia bawa pergi ke kamar Mama Papanya. Junkyu mengunci pintu agar kedua orang tua mereka tidak bisa masuk dan memisahkan mereka.
"Kak Ajun.."
"Sst." Junkyu menaruh telunjuk di mulutnya. Dia memeluk Doyoung lalu duduk di balik pintu. "Jangan takut, Kakak bakal jagain Doyoungie.."
***
"Oh, jadi kamu Jihoon? Wah, sudah besar ya? Saya pikir, Jina tidak becus menjaga kamu."
"Brengsek! Jangan hina Mama!" Jihoon berlari ke arah pria itu ingin menonjok wajah pria yang berkedok Ayahnya. Dojun tersenyum miring.
DOR!
"DOYOUNG!"
"Akh.." Pemuda itu meringis sembari memegang punggung Kanannya yang luka. Jihoon di depannya yang jatuh telentang merasakan darah jatuh ke wajahnya. Darah yang berasal dari Adik termudanya, Kim Doyoung.
"D-doyoung.."
Doyoung tersenyum. "Jihoon.. Hyung.."
Jihoon menangis. Dia memeluk leher Doyoung sampai mereka berdua ke posisi duduk. Doyoung meringis membuat Jihoon kembali melepaskannya.
Jihoon menatap tangannya yang berdarah. Tangan yang baru saja menempel di punggung adiknya. Jihoon merunduk sambil menangis. Tangan kiri Doyoung terulur untuk menepuk bahu Jihoon.
Dojun berdecak. Dia mengambil lengan Junkyu yang terdiam. Pria itu membawa Junkyu pergi namun Asahi dan Mashiho membantu Junkyu agar tidak di bawa pergi.
Mobil pengecoh itu mulai bergerak saat zombie mulai mendekati. Zombie-zombie yang berdatangan itu segera berlari mengikuti mobil pengecoh.
Dojun mengeram kesal, dia menarik lengan Junkyu lebih kuat. Dojun tidak bodoh untuk menembak lagi. Jadi dia hanya menggertak kedua pemuda Jepang yang membantu Junkyu.
Doyoung dan Jihoon berdiri. Mereka saling menatap lalu sama-sama mengangguk. Keduanya berlari ke arah Dojun dan menusukan pisau ke punggung pria itu membuat pegangan Dojun terlepas.
"Kalian tolong bawa Junkyu hyung pergi pakai mobil." Pinta Doyoung saat Jihoon sedang bercecok dengan Dojun. Mashiho dan Asahi mengangguk lalu membawa Junkyu yang menangis tidak ingin berpisah dengan Doyoung untuk kedua kalinya.
Doyoung tersenyum lalu menutup pintu toko obat. Junkyu menangis diam karna tangan Asahi membekapnya. Mashiho membuka pintu lalu memasukan Junkyu ke dalam.
Jihoon bangkit setelah Dojun sulit melawan. Doyoung kembali ke sisi Kakaknya, berdiri di depan Ayah mereka dengan tatapan penuh amarah.
"Jadi sekarang.. Ada kata-kata terakhir?" Tanya Doyoung mengepal tangan. Dojun tidak menjawab, sibuk meringis sembari menatap si kembar dengan kesal.
"Kayanya dia gak punya ucapan terakhir." Ujar Jihoon mencengkram kuat pisaunya. Dia tersenyum miring sembari terkekeh. "Pengen cepet mati?"
Doyoung membuka jaket jeansnya kemudian dia buang sembarang arah. "Kita bunuh dia dengan cepat Kak."
Jihoon diam.
"Gua pengen banget di sayang Papa.."
"Kalo gua bisa, gua janji bakalan buat Papa lo sayang sama lo.."
Jihoon mengepal tangan lalu menahan tubuh Doyoung yang ingin menghampiri Dojun. "Jangan bunuh dia.."
"Maksud lo apa Kak?" Tanya Doyoung tidak suka.
Jihoon menjatuhkan pisaunya membuat Doyoung semakin bingung. "Junkyu.. Dia pengen di sayang sama Ayah.. Selama ini lo tau kan, kalo Junkyu gak pernah di sayang Ayah? Biarin dia hidup dan membahagiakan Junkyu.."
Doyoung mengepal tangan. "Kalo dia gak lakuin itu?!"
Jihoon terkekeh. "Reinkarnasi gua yang bunuh dia di kehidupan selanjutnya." Jihoon berdesis dengan tatapan amarah.
Doyoung menggeleng tidak tau lagi. Dia menatap jendela lalu terkekeh. 'Pasti gaada yang bisa bawa mobil selain Kak Ajun..'
"Kak." Panggil Doyoung.
Jihoon menatap Doyoung dengan satu alis naik satu.
"Lo bawa mereka pergi. Gaada yang bisa bawa mobil. Kasian masih disana dari tadi." Ujar Doyoung membuat Jihoon membelakan mata.
"Lo ikut kan??" Tanya Jihoon cemas.
Doyoung diam sebentar. Dia menatap Dojun lalu menggeleng. "Masih ada yang harus gua bicarain sama dia.."
"Kim Doyoung!" Jihoon memperingati. "Gausah perduliin dia. Dia bisa keluar dari sini sendiri. Junkyu juga gak perlu dapet kasih sayang dia. Dia butuh kita doang!"
Doyoung terkekeh. "Selama ini, gua sama Kak Ajun udah sering bersama.." Doyoung menatap Jihoon dengan tatapan layu, namun bibirnya mengukir senyum manis. "Sekarang, Kak Ajun butuh lo. Habisin waktu kalian, baik-baik disana."
"Ucapan lo kaya mau mati tau gak?" Jihoon menahan tangisnya dengan kepalan tangan. "Lo tau? Gua juga mau habisin waktu sama lo. Bukan cuma sama Junkyu!"
Doyoung lagi-lagi terkekeh. "Seperti kata lo Kak. Biar reinkarnasi gua di kehidupan selanjutnya yang habisin waktu sama lo."
Jihoon menggeleng. "Belum tentu reinkarnasi lo kenal gua Kim Doyoung!"
Doyoung tidak membalas. Dia menatap jendela memperhatikan mobil. "Kasian mereka Kak. Lo tega buat mereka ketakutan? Busan gak lama lagi bakal di bom." Doyoung menatap Kakaknya lagi. "Yang gua tau, waktu kita sampe pagi hari.."
Jihoon mengepal tangan. Dia menatap manik penuh permohonan Doyoung. Jihoon membuang nafas lalu mengangguk. Doyoung tersenyum lalu memberikan benda pada Jihoon juga secarik kertas.
"Kasih ke Kak Ajun kalo udah sampe di perbatasan."
Jihoon mengangguk lagi lalu pergi dari toko obat sembari menyeka air matanya yang keluar. Dia masuk ke dalam mobil dengan cepat lalu langsung menyalakan mobil dan membawa pergi mobil itu. Jihoon menutup telinga dengan teriakan Junkyu yang meneriaki nama Doyoung.
"Ayo Kak, kita ketemu di perbatasan."
***