O - 15

1.5K 386 12
                                    

"Dimana Kim Junkyu?! Kenapa kalian membawa Kim Doyoung saat melihat Kim Junkyu?!"

Anak buahnya hanya merunduk tidak tau harus menjawab apa. Mereka tidak berani berbuat apapun saat tadi Doyoung menempelkan senjata api di pelipis sang ketua. Doyoung mengancam kalau dia akan menembak jika mereka berani menemui Junkyu. Lalu saat Doyoung melihat Junkyu sudah menjauh, dia tersenyum lalu menembakan pistol ke arah langit membuat mereka kalang kabut karna zombie sudah berlarian.

Berakhir dengan membawa Doyoung balik ke markas.

Pak tua itu mengerang kesal. Dia bertumpu kedua tangan di meja. "Kenapa Ibu harus menyerahkan seluruh harta ke Kim Junkyu?! Dia punya aku dan Doyoung!" Lalu dia terkekeh miris. "Pada akhirnya, dia sendiri yang di bunuh oleh cucu kesayangannya."

Pria itu membuka laci. Dia mengambil sebuah foto. Potret dirinya dengan Junkyu dan Doyoung saat hari valentine. Dia memang tidak menyukai, dan selalu bersikap kasar pada kedua anaknya itu. Mungkin lebih suka menghina dan memperlakukan Junkyu lebih buruk. Dia terlalu benci pada anak keduanya itu.

Tapi, Doyoung selalu saja membela Kakaknya. Pria tua itu tidak bisa berfikir baik, mengapa anak bungsunya itu bisa bersikap baik saat Kakaknya lebih di sayang oleh Neneknya dan keluarga besar yang lain?

Pria itu terlalu benci pada Junkyu, meski di depan sang Nenek, dia harus berpura-pura baik. Dan saat itu, mereka tidak tau, bahwa Doyoung semakin merasa sendiri. Sampai memutuskan untuk tinggal sendiri.

Pria itu menoleh ke belakang. Doyoung yang hampir kehilangan kesadarannya itu hanya merunduk. Mulutnya di bekep dengan kain putih sehingga meninggalkan bekas berwarna merah. Kaki dan tangannya diikat mati membuat bekas merah tercetak.

"Mau bekerja sama, anakku?"

Doyoung menggeleng pelan masih dengan posisi yang sama. Dia tau apa yang di pikirkan sang Ayah.

Pria itu berdecak lalu berjongkok di depan putranya. "Kau tidak akan dapat kerugian apapun, justru keuntungan. Pikirkan, jika kita bisa bawa Junkyu ke kantor polisi, maka orang-orang akan menjadikan Ayah seorang presedir karna sudah membawa pembunuh Ibu Negara ke penjara."

Doyoung terkekeh dalam diam. Perlahan dia mengangkat kepalanya. Menatap manik sang ayah yang tersirat rasa benci juga kecewa.

Pria tua itu menghela nafas berat. "Kita harus dapatkan keadilan. Memang, kau mau terus di pandang buruk oleh keluarga?" Ia kemudian terkekeh miris. "Apa kau tau Nak? Seluruh keluarga besar kita berfikir kau menyembunyikan Junkyu karna Junkyu ada di apart mu malam itu."

Pria itu tersenyum miring. "Kim Junkyu, sengaja ke rumahmu agar kelurga besar berfikir seperti itu. Dia terlalu licik Nak."

Dan Doyoung hanya bisa diam dengan perasaan yang sulit di tafsirkan untaian kalimat.

***

Yoonbin mengerang sakit karna kakinya sudah tidak bisa lagi di ajak bekerja sama. Jaehyuk semakin khawatir. Ia tau, kaki Yoonbin tidak akan cukup kuat untuk membawa mereka sampai ke perbatasan. Di dalam mobil ini, hanya Ha Yoonbin saja yang bisa mengemudi.

Jaehyuk akhirnya turun dari mobil dan membuka pintu bagian kemudi. Ia mengeluarkan Yoonbin perlahan dari kursinya, Jaehyuk bawa ke kursi sebelah kemudi yang dia duduki tadi. Setelah itu, Jaehyuk duduk di kursi kemudi.

Yoonbin menghela nafas. "Jangan sampai menabrak."

Jaehyuk merasa tertohok mendengarnya. Ia hanya mengangguk pelan lalu mulai menyalakan mesin. Haruto dan Jeongwoo yang tidak tau soal cara Jaehyuk mengemudi hanya bisa memperhatikan bagaimana Yoonbin memegang pegangan di atas jendela dengan kuat.

Jaehyuk menekan gas dengan kuat membuat badan Haruto dan Jeongwoo mundur dengan cepat, sedangkan Yoonbin yang sudah siap itu hanya memejamkan mata sambil berdoa pada Tuhan. Jeongwoo dan Haruto saling berpelukan dan berteriak takut saat Jaehyuk tidak mengerem sama sekali.

"TOLONG HENTIKAN MOBIL INI!!"

"JAEHYUK HYUNG HENTIKAN AKSI GILA LO!! JANGAN AJAK MATI!"

Yoonbin berdecak lalu memukul lengan Jaehyuk. Sontak saja, Jaehyuk menghentikan mobilnya dengan mengerem tiba-tiba, membuat Haruto dan Jeongwoo kejungklak lalu terbanting ke belakang. Mereka berdua meringis, menatap Jaehyuk ingin memotong kaki Jaehyuk.

Jaehyuk meringis. "M-maaf. Kali ini, gua kemudiin lebih baik."

Sebelum Jaehyuk hendak menyalakan mesin, Yoonbin mencegahnya. "Ganti tempat." Katanya dingin. Jaehyuk menelan ludah, ia menggeleng. Yoonbin berdesis lalu memilih keluar dari mobil sendiri namun Jaehyuk menahannya.

"G-gua janji, kali ini bawanya yang bener."

Yoonbin menggeleng. "Lo udah bilang gitu dari dulu, tapi cara lo bawa mobil gak pernah bener."

Terlalu sarkas, pikir Jeongwoo dan Haruto. Mereka berdua hanya diam saat Jaehyuk dan Yoonbin saling memberikan balasan.

Jeongwoo muak. "UDAH! KITA JALAN KAKI AJA LAH!" Teriaknya menghentikan Yoonbin dan Jaehyuk yang asik bertengkar.

Untung di mobil batin Haruto.

Eh tunggu, jalan kaki?! Haruto menatap Jeongwoo tidak percaya. Apa Jeongwoo lupa kalau Haruto sekarat karna jalan kaki? Apa dia tidak memikirkan nasib Haruto nanti kalau jalan kaki? Apa Jeongwoo tidak perduli dengan kesehatannya lagi?

Astaga..

"Woo, maksud lo apa?" Tanya Haruto dingin.

Jeongwoo menelan ludah. Dia lupa kalau Haruto bisa sekarat di luar sana. Tapi dia tidak akan menarik kata-katanya. "Gaada cara lain. Kalo berdebat disini, mau sampai kapan kita terjebak di Busan?" Kata Jeongwoo bijak, tumben.

Haruto berdesis. "Gua gak bisa Woo."

"Lo harus bisa Har! Lawan! Jangan di biarkan bersarang di dalam tubuh lo!"

"Gua gak bisa Woo!"

"Lo harus bisa!"

Yoonbin dan Jaehyuk sama-sama keluar dari mobil, tidak sanggup mendengar perdebatan mereka. Keduanya berdiri di depan mobil. Jaehyuk bimbang, dia menatap perban di kaki Yoonbin yang berdarah. Sepertinya jahitannya lepas, dan itu pasti sakit.

"Kita jalan kaki?" Tanya Jaehyuk pelan.

Yoonbin mendesah, dia tidak yakin kakinya bisa di buat jalan. Ia hanya takut menjadi beban karna luka di kakinya. Yoonbin berfikir, jika ada zombie yang mengejar, bagaimana dia bisa berlari?

"Jae, gua mau lo denger ini.."

***

Yedam pergi dari basement dengan perasaan bersalah. Dia bukannya tidak perduli ataupun bersikap egosi. Yedam hanya ingin, kembali pulang ke rumah dan menemui orang tuanya. Dia tidak ingin mati, dan meninggalkan seluruh prestasinya. Usaha yang ia tekuni sejak kecil, akan terbuang sia-sia.

Yedam menatap jalan di depannya. Sore ini, dia tidak tau harus berjalan kemana. Anggap, Yedam tengah kehilangan arah. Dia terlalu bodoh meninggalkan Junghwan sendirian, terlalu bodoh untuk bersikap egois.

Pisau ia keluarkan dari tas. Yedam bersiap menyerang saat zombie menghampirinya. Ia hanya ingin hidup dan keluar dari Busan. Yedam harus sampai di perbatasan, dan kembali pulang ke rumah orang tuanya. Dia tidak akan mati disini.

Sebelum berlari, Yedam menghembuskan nafas dalam. Ini adalah kali pertama dia bertarung dengan zombie. Jika Yedam kalah, maka bisakah, Yedam mati tanpa menjadi seorang zombie?

Yedam hanya takut, dia memakan teman sendiri.

***

[I] OUT✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang