O - 20

1.4K 371 5
                                    

"Sudah siap?" Tanya Yoonbin sembari memejamkan mata.

Haruto mengangguk, ia ikut memejamkan mata.

Zombie-zombie itu terus berlarian ke arah Yoonbin dan bersiap memakan Haruto juga Yoonbin. Mereka datang bergerombol dan semakin banyak.




drrtt! drrtt!




"Ayo lari!" Ajak Yoonbin menarik Haruto. Ia tadi melempar ponselnya di balik kemeja. Haruto menguatkan diri agar kuat setidaknya sampai mereka menemukan tempat aman.

Semua zombie yang datang ke arah mereka terkecoh.

Haruto menatap kaki Yoonbin. Dia meringis saat melihat kaki Yoonbin sangat mengenaskan. Tapi melihat itu, Haruto jadi punya kekuatan. Jika Ha Yoonbin bisa kuat meski kakinya seperti itu, maka akan memalukan jika Haruto yang tidak punya luka itu lemah.

Haruto balas menggenggam Yoonbin dan mencepatkan langkahnya sampai berlari tepat di sebelah Yoonbin.

"Ayo keluar dari Busan bersama-sama."

***

Jaehyuk selesai menceritakan mimpinya pada Jeongwoo. Mereka sedang di apotek. Kaki Jaehyuk terkilir, jadi Jeongwoo papah untuk ia bawa ke toko obat. Malam ini mereka akan beristirahat disini. Karna keadaan di luar sana cukup berbahaya.

Jaehyuk tadinya sempat istirahat, dia bermimpi kalau Yoonbin dan Haruto masih selamat. Makanya Jaehyuk cerita dengan Jeongwoo. Mereka berdua harap, apa yang Jaehyuk mimpikan bisa jadi kenyataan. Mereka belum siap kalau sahabat baik mereka pergi.

"Kalau mereka masih hidup, apa mereka akan benci kita?" Tanya Jaehyuk tidak yakin. Tiba-tiba dia merasa sedih kalau Yoonbin akan benci padanya karna meninggalkan.

Jeongwoo tidak menjawab. Dia juga jadi kepikiran hal itu. Haruto itu tipe orang yang benci di tinggalkan saat sesuatu yang menakutkan sedang ia hadapi. Jeongwoo meninggalkan Haruto saat sahabatnya itu dalam masalah, dan Jeongwoo yakin, Haruto pasti akan marah dengannya.

Jeongwoo menghela nafas berat. "Sepertinya, mereka akan marah.." Balas Jeongwoo sendu. Dia ingin menangis saja jadinya.

Jaehyuk menepuk bahu Jeongwoo sebagai bentuk berbagi nasib nantinya. Jika Yoonbin dan Haruto marah, maka mereka berdua akan bekerja sama untuk mendapatkan pertemanan lagi dengan Yoonbin dan Haruto.

Jeongwoo menggenggam tangan Jaehyuk erat. Manik gelapnya menatap Jaehyuk serius. "Ayo berjuang dan temui mereka nanti di perbatasan."

Jaehyuk mengangguk.

***

Hyunsuk berjalan di belakang Yoshi. Tadi Yoshi mengatakan kalau ia akan menjaga Hyunsuk. Yoshi memang bisa di andalkan Hyunsuk. Jujur, Hyunsuk senang jika Yoshi bersamanya. Hyunsuk akan merasa aman karna Yoshi bisa di andalkan.

Seperti tadi, dimana Hyunsuk hampir di grogoti zombie tapi untungnya Yoshi datang dan menyelamatkannya. Yoshi seperti malaikat berkedok pahlawan bagi Hyunsuk. Yoshi baik juga bisa di andalkan.

"Hyung." Panggil Yoshi.

"Ada apa?"

Yoshi menunjuk dua orang di depannya. "Mereka tampak seperti manusia." Ujar Yoshi memberi tau. Hyunsuk dengan takut-takut melihat arah unjuk Yoshi.

Kemudian Hyunsuk menggeleng. "Mereka jalan sambil pincang. Tidak mungkin manusia. Cara jalannya seperti... Zombie." Balas Hyunsuk berbisik di akhir kalimat.

Yoshi tertawa kecil. "Apa zombie saling memapah? Mereka manusia. Yang satu itu bisa saja terluka di bagian kaki, makanya temannya memapah dia." Kata Yoshi bijak. Hyunsuk tetap saja takut. Yoshi mengenggam tangan Hyunsuk. "Kalau mereka zombie, biar aku yang atasi." Yoshi meyakinkan. Hyunsuk menghela nafas lalu mengangguk.

Mereka berdua berjalan perlahan-lahan ke arah dua orang itu. Setelah jaraknya cukup dekat, Yoshi tersenyum, berbeda dengan Hyunsuk yang terbelalak hampir menangis karna melihat Ha Yoonbin lah yang berjalan di depannya. Meski dia melihat di belakang, Hyunsuk cukup tau proposi badan juga pakaian yang di kenakan Yoonbin terakhir kali.

"H-hei.." Panggil Yoshi.

Dua orang di depan mereka terlonjak kaget. Haruto sampai tersungkur di buatnya saking kaget, sedangkan Yoonbin hanya menekan dadanya karna terlalu terkejut. Haruto setelah tersungkur langsung muntah membuat Yoshi meringis.

"Maaf.." Ujar Yoshi bersalah. Haruto menaikan tangan mengkodekan tidak apa-apa lalu kembali membuang air di mulutnya.

Hyunsuk dan Yoonbin saling bersitatap. Kemudian Hyunsuk menangis saat melihat Yoonbin benar-benar ada di depannya. "Gua kira lo udah mati.. Gua minta maaf karna ninggalin lo waktu itu.."

Yoonbin mengangguk. "Gua yang minta, no problem." Balas Yoonbin tersenyum. Hyunsuk menyeka air matanya lalu mengangguk pelan.

Yoshi membantu Haruto berdiri. Ia memapah sahabatnya itu. Yoshi senang begitu juga Hyunsuk. Mereka bisa di pertemukan dengan sahabat mereka yang sangat tidak terduga masih bisa bertahan. Ya.. Hyunsuk dan Yoshi sangat tercengang, ternyata Haruto sanggup bertahan.

"Ayo jalan kembali. Jembatan ada di ujung sana." Ajak Yoonbin sembari menunjuk arah jembatan. Hyunsuk dan Yoshi mengangguk.

***

"Kenapa jauh sekali, heran sekali kenapa toko obat saja harus mencari selama ini." Pria itu menggerutu sejak tadi. Ia ingin cepat bertemu Kim Junkyu lalu segera keluar dari Busan. Tapi anak bungsunya itu menyulitkan dia dengan bilang tidak tau toko obat yang mana.

Doyoung masa bodo dan memilih tuli sebentar. Yang di lakukannya sejak tadi hanya melihat ke arah jendela. Dia masih ragu, tapi.. Ya sudahlah, harus sesuai rencana awal. Lagipula, Junkyu lebih baik di penjara daripada mati tidak tenang disini.

Pria itu mengusak kepalanya kesal. "Jangan berbohong dengan Ayah. Beri tahu dimana Kim Junkyu sekarang. Kamu jangan main-main sama saya Kim Doyoung." Pria itu berdesis kesal.

Doyoung tidak perduli. Dia memang tau dimana toko obatnya, tapi Doyoung masih butuh waktu untuk menetapkan hatinya. Masih bimbang, ingin bagaimana baiknya. Jika Junkyu dibawa, bisa saja Kakaknya itu dapat hukuman mati, sama saja dong. Tapi, bisa juga, Kakaknya hanya di tahan karna berasal dari keluarga atas. Hmm...

Pemuda berjaket jeans itu menghela nafas berat. Sulit sekali memperhitungkan sesuatu di masa depan.

"Nak." Panggil Ayahnya.

Doyoung tidak merespon, sibuk memikirkan sesuatu.

Ayahnya berdecak. "Apa kamu gak mau keluar dari Busan? Kalau kita terus disini, Busan bisa kapan saja di bomkan. Kalau begini terus, kita bisa mati Nak. Kamu mau?"

Doyoung terkekeh. "Anda takut mati? Kenapa? Dosanya terlalu banyak ya?"

"Jangan kurang ajar kamu!"

"Tapi benarkan?" Doyoung tertawa. "Membuang anaknya sendiri, mencaci anak sendiri, bahkan ingin anaknya mati. Apa anda tidak cukup sadar kalau saya iri dengan Kak Junkyu?" Doyoung menggeleng dia kembali menatap jendela. "Percuma memberi tau anda, tidak akan ada gunanya."

Ayahnya itu cukup tertampar, tertusuk hatinya bagai di hantam belati. Pria itu tersenyum kemudian. "Kamu iri karna Kim Junkyu disayang? Apa.. Kamu mau merasakannya?" Pria itu mengangguk. "Kalau kita keluar dari sini, Ayah dan kamu bisa melalukan semua yang Ayah dan anak lakukan, bagaimana?"

Doyoung diam. Tapi responnya justru kekehan miris. "Kenapa baru sekarang? Kenapa saat kita terjebak disini? Kenapa saat ada maunya saja? Apa susah melakukannya?" Lalu Doyoung menatap Ayahnya dengan manik sembab namun tajam.

"Ayah tau?" Doyoung mengepal tangan. "Salah satu dari kita akan mati nanti. Ntah itu Ayah yang mati di tanganku, atau aku yang mati disini."

***

[I] OUT✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang