Jeongwoo menepuk-nepuk punggung Jaehyuk yang bergetar. "Jangan nangis lagi. Ikhlasin. Bukan cuma lo yang kehilangan, gua juga. Gua punya banyak sahabat yang ninggalin gua. Jadi, ayo tegar sama-sama."
Jaehyuk menggeleng. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Gak bisa.. Cukup Asahi yang berkorban, gua gak mau Yoonbin juga berkorban." Ia mencengkram dada kirinya erat. "Sakit Woo, sesek rasanya."
Jeongwoo ikut menangis. Melihat Jaehyuk seperti seseorang yang sangat kehilangan membuat Jeongwoo memikirkan Haruto. Haruto sahabat pertamanya di SMP. Mereka sangat dekat di asrama karna seumuran. Haruto yang populer tetap mau berteman dengannya, Jeongwoo si anak cupu yang sering kali di bully.
Hari dimana pertemuan pertama Haruto dan Jeongwoo adalah saat Jeongwoo di tindas di kamar mandi. Saat itu, Haruto yang pergi sendirian mendengar suara tangis dan tawaan di dalam kamar mandi. Awalnya Haruto tidak perduli, namun karna ia melihat pembullyan jadi Haruto masuk ke dalam kamar mandi dengan gebrakan.
Lima orang yang melihat Haruto hanya bisa diam. Pasalnya, Watanabe Haruto itu adalah siswa berpengaruh di sekolah. Kalau mereka melakukan sesuatu pada Haruto, maka satu sekolah yang demo meminta keadilan.
Haruto berjalan menghampiri Jeongwoo saat kelima orang itu pergi. Dia mengulur tangan. "Kenapa diam saja saat di tindas?" Tanya Haruto. Karna tak kunjung ulurannya di balas, Haruto menarik lengan Jeongwoo sampai berdiri. "Kenapa tidak membalas mereka?" Tanya Haruto lagi.
Jeongwoo tidak menjawab. Dia membenarkan kacamatanya. Haruto terkekeh lalu menarik lengan Jeongwoo. Haruto bawa ke sebuah salon. Dan sejak saat itu, penampilan Jeongwoo berubah, dan di sukai banyak orang.
Jeongwoo terkekeh saat ia flashback. Ia menangis saat rasa rindu dimana ia dan Haruto selalu bersama seperti sepasang burung merpati. Jeongwoo yang selalu mengejar kemana Haruto pergi.
Namun hanya dengan satu malam itu, ia dan Haruto bukan lagi seperti merpati yang saling bersama.
Jeongwoo menggenggam tangan Jaehyuk erat. "Ayo kembali ke tempat tadi." Ajak Jeongwoo serius. Jaehyuk menoleh ke arahnya. Jeongwoo terkekeh miris. "Setidaknya, kita bisa tau, mereka jadi zombie atau jadi mayat."
Jaehyuk merunduk. Ia menganggukan kepala. Mereka berdua berdiri lalu berjalan menuju ke tempat tadi. Tempat dimana, terakhir kali mereka melihat Yoonbin dan Haruto.
***
Junkyu menggenggam tangan Asahi berusaha menguatkan pemuda itu. Junkyu tau, Asahi sedang kelelehan. Dia pun sama lelahnya, tapi Junkyu harus kuat agar perjalanan Mashiho dan Jihoon tidak terganggu.
Asahi sudah menghabiskan tiga botol minum dalam dua jam perjalanan. Dia menyeka keringatnya. Padahal hari masih malam, tapi Asahi seolah marathon di siang hari. Jihoon menggelengkan kepala. Ternyata ada makhluk sesepies dengan Haruto.
Mashiho berhenti berjalan. Ia menoleh ke belakang, menatap Asahi dan Junkyu yang sudah ngos-ngosan sejak tadi. Dia tersenyum kecil. "Mau istirahat?"
Asahi dan Junkyu langsung mengangguk. Namun beberapa sekon setelahnya, Junkyu menggeleng dan memukul punggung Asahi. "K-kita gak lelah kok, iya kan Sa?"
Asahi yang mendapat kode Junkyu hanya mengangguk terpaksa. Mashiho terkekeh, mereka sangat lucu baginya. "Gapapa kali kalo cape. Gua sama Kak Jihoon juga cape."
Jihoon mengangguk meski dia masih sangat bugar.
Junkyu dan Asahi tersenyum kaku, mereka duduk begitu saja di aspal. Mereka sangat-sangat lelah. Jihoon dan Mashiho yang melihat itu tertawa pelan. Ntah kenapa, Asahi dan Junkyu selalu bisa membuat keadaan mereka lebih baik.
Asahi memberikan botol minum pada Jihoon dan Mashiho. Dua orang di depannya tersenyum lalu mengambil botol di tangannya. Junkyu tidak tau lagi, harus mengatakan apa, tapi dia senang bisa di pertemukan dengan orang baik.
Karna selama Junkyu hidup, dia hanya mendapatkan orang jahat di hidupnya.
"Bagaimana jika kita berbincang di tempat lebih aman?" Usul Jihoon saat merasakan hawa-hawa aneh. Ketiganya mengangguk lantas berdiri untuk mencari tempat aman terdekat.
***
"Waktu kita tidak banyak. Pemerintah bisa kapan saja meledakan Busan." Ujar Mashiho yang pertama kali membuka suara. Mereka berempat berlindung di rumah sakit bekas.
Jihoon mengangguk setuju. "Kalo semisal masih ada sekitar sembilan orang lagi, bisa jadi pemerintah masih belum bisa di-bom karna penghuni yang hidup sekitar sepuluh orang lebih." Kata Jihoon mengeluarkan kebijakannya. Mashiho membuat ekpresi kagum.
Junkyu merunduk. "Doyoung.. Aku yakin dia masih hidup."
Asahi menghela nafas. "Yoonbin dan Jaehyuk. Mereka pasti masih hidup."
Jihoon ikut sedih. "Ya, Hyunsuk hyung, Yoshi, Yedam, Jeongwoo, dan Junghwan pasti masih hidup." aku tidak yakin, Haruto..
Mashiho menelan ludah. Dia tidak memiliki siapapun disini. Semua nama yang bertemu dengannya sudah di sebutkan. Inilah kehidupan Mashiho yang sangat introvert.
Jihoon diam-diam meilirik Mashiho yang menangis diam sambil menundukan kepala. Tangan Jihoon terulur untuk merangkup dan menepuk pelan punggung Mashiho yang gemetar. Jihoon tau, Mashiho sendirian. Karna itu, Jihoon ingin jadi orang pertama yang mau berteman dengan Mashiho.
Lagipula, Mashiho sangat imut.
Gijoring~
Jihoon menghitung semua nama yang tadi di sebutkan. "Hanya.. Tujuh yang kemungkinan masih bertahan." Ucap Jihoon sendu. Mashiho mengelap air matanya lalu menghela nafas berat.
"Tapi, jumlahnya tetap lebih dari sepuluh," Ujar Junkyu senang. Jihoon dan Mashiho sama-sama mengangkat wajah. "Kalau kita bergabung, pasti bisa saling melindungi. Dengan begitu, waktu kita banyak buat keluar dari Busan." Imbuhnya bijak. Asahi mengangguk-angguk setuju.
"Jadi, ayo cepat cari yang lain dan keluar dari Busan." Ajak Asahi terasenyum dengan wajah lempeng. Jihoon, Mashiho dan Junkyu tertawa melihatnya.
***
Junghwan tidak pernah berfikir akan di tinggal sendirian oleh seluruh sahabatnya. Dia benci sendirian di situasi seperti sekarang ini. Junghwan terlalu muda untuk menghadapi makhluk aneh itu sendirian. Ia kesepian, merasa takut, dan kehilangan arah.
Dalam diam, Junghwan menangis. Dia mengenggam erat pisau di tangannya. "Hyunsuk hyung, Jihoon hyung, Yoshi hyung, Yedam hyung, Jeongwoo hyung, Haruto hyung..."
Biasanya, para Kakaknya itu akan segera menghampiri Junghwan saat ia sudah memanggil. Mereka akan ribut untuk memberikan kasih sayang untuk Junghwan. Namun malam ini, Junghwan bahkan sudah memanggil berulang kali, namun tidak ada satupun, hyung- nya yang menghampiri.
Junghwan ingin mengadu jika ia merasa sendirian di saat seperti ini. Dia ingin seperti dulu. Bersama hyung- nya dan menjalani kehidupan asrama yang nyaman dan penuh tawa. Saat di asrama, Junghwan tak perlu orang tua, ia sudah sangat lebih dari cukup hanya bersama mereka, keluarganya.
Jika Junghwan mati disini, ia ingin, Mama Papanya tau, kalau Junghwan tidak perlu mereka. Dia tidak masalah jika tidak di inginkan. Meski bersama sahabatnya di asrama, Junghwan tetap bisa mendapatkan kasih sayang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[I] OUT✓
Fanfiction❝Ayo kita keluar dari Busan bersama-sama.❞ (Virus universe's)