13. Confession

1.1K 162 1
                                    

"Halo, Tuan Putri." Alvern menyapa, setelah minum secangkir teh.

Caleste menutup wajahnya dengan satu tangan, malu membendung dirinya karena teringat kejadian kemarin. Dia tak berani menatap Alvern karena cemas pangeran itu akan mengolok-oloknya atau dia sendiri salah tingkah. Sebenarnya saat ini dia pun sudah salah tingkah.

"Hai, pangeran," balasnya lemah. Satu tangannya terkepal sampai buku-buku jari memutih. Rasanya canggung sekali, kalau bisa Caleste ingin bersembunyi di balik Peter. Tapi sekarang lelaki itu hanya diam seperti patung di dekat Alvern dan berwajah cuek bebek.

"Di surat Anda memangil saya Nona Danau Malam, sekarang panggilnya Tuan Putri. Sebenarnya panggilan mana yang Anda inginkan?" kata Caleste berbasa-basi. Karena dia ini blak-blakan, jadi langsung bertanya begitu.

Alvern tersenyum semanis gula. Berbagai cemilan kue sudah ada di meja depannya, disusun bertingkat. Caleste yang melihatnya hanya meneguk saliva, takut kalau terlalu banyak makan makanan manis, giginya sakit lagi. Sudahlah, dia kapok makan terlalu banyak manisan.

"Sebelum itu, ayo duduklah. Masa' iya kau mau berdiri terus begitu?"

"Eh, maaf, pangeran." Caleste menunduk lantas berjalan menuju kursi di seberang Alvern. Di situ hanya ada dua kursi, tapi dengan banyak makanan manis seolah akan dimakan oleh empat orang lebih.

Caleste menggerakan pantat tak nyaman, di balik meja dia bermain dengan kuku. Suara ketukan sepatunya pun terdengar rendah di lantai marmer.

Saat ini mereka tengah berada di salah satu ruang bersantai Istana Jasmine. Salah satu sisi ruangan yang menghadap ke matahari di sebelah timur, dipenuhi jendela-jendela besar berkusen putih. Di pojok ruangan terdapat tanaman-tanaman bervas tinggi dan ramping. Lukisan terpajang di atas perapian mungil. Masih ada beberapa ornamen-ornamen lain, tetapi Caleste tak terlalu memperhatikannya.

"Nah, tentang nama panggilan, sebenarnya aku ingin memanggilmu Nona Danau Malam saja. Itu 'kan nama panggilan khusus untukmu?" sahut Alvern sambil memasukkan gula batu ke dalam cangkir teh.

"Iya, tapi saya kurang menyukainya. Kalau pangeran tetap memanggil saya begitu, sih, terserah. Lagipula saya tak bisa melakukan apapun untuk mencegah Anda," balas Caleste. Dia mengambil salah satu cangkir lalu menuangkan teh dalam teko. Awalnya Peter ingin membantu, tapi Caleste menolak. Peter ini ksatria pelindung, bukan pelayan.

Alvern menghentikan aktivitas mengaduk tehnya. "Oh, kita memiliki posisi yang sama di sini. Kau Tuan Putri, aku pangeran. Jangan terlalu kaku dan bolehkah kita berbicara non-formal?"

"Kenapa saya harus melakukannya?"

"Aku hanya ingin kita menjadi lebih dekat. Aku sudah berjanji untuk membantumu, jadi rasanya jelas tak enak kalau kita tetap memakai bahasa formal."

Blush

Seketika wajah Caleste yang sejak tadi ditahan supaya tidak memerah, kini terlepas. Dia menunduk malu dan menutup telinga, berharap Alvern tak menyadari perubahan wajahnya. Kilas Alvern yang memeluknya benar-benar membuat jantung Caleste berdebar kencang. Tapi bukan Alvern namanya kalau tidak menyadari perubahan sikap orang yang ada di hadapannya, pangeran itu sangat teliti.

"Ehm, Nona, sepertinya kau memasukkan terlalu banyak gula batu," kata Alvern sambil mengernyitkan hidung. Dia menarik mangkuk yang berisi gula batu supaya Caleste tak mengambil lebih banyak lagi.

Bukan apa-apa, tapi dia khawatir kalau minuman tehnya terlalu manis maka berakibat buruk pada kesehatan Caleste. Alvern pernah beberapa kali melihat Joanna merengek karena sakit gigi disebabkan terlalu banyak makan makanan manis. Dia nyaris selalu tak bisa tidur selama kurang lebih seminggu. Penyakit itu sangat menyiksa.

The Destiny of the King's Daughter [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang