Alvern membaringkan Caleste yang tertidur ke ranjang di kamar gadis itu lantas menyelimutinya. Hampir setengah jam Caleste menangis dalam pelukannya, sampai membuat kakinya kesemutan, akhirnya Caleste tertidur karena kelelahan menangis.
Alvern menatapnya tanpa senyuman. Pipi Caleste lengket karena air mata, dan dia menduga kalau saat bangun nanti perempuan itu akan dihadiahi mata bengkak.
"Pangeran, apa yang akan Anda lakukan untuk membantu Tuan Putri? Anda tahu persis jika Anda bisa membuat hubungan antar-kerajaan bisa memburuk," kata Peter yang duduk di sofa, tanpa persetujuan siapapun. Dia seenaknya melakukan itu.
Mereka menyelinap ke kamar menggunakan sihir teleportasi. Peter telah memastikan pintu kamar terkunci, jadi tak perlu khawatir kalau ada pelayan yang tiba-tiba masuk dan mendapati seorang pangeran Kerajaan Avehar beserta ksatria pelindungnya di kamar Caleste.
Alvern duduk di tepi ranjang, menggaruk leher. Dia tentu tahu betul konsekuensinya. "Aku tahu, Peter. Tapi sayangnya aku tak bisa diam dan aku sudah berjanji. Akan kuselesaikan ini tanpa membuat dua kerajaan menjadi musuh."
Peter bergerak tak nyaman di sofa. "Saya tak begitu yakin, pangeran."
"Apa kau meremehkanku?" Alvern mengangkat alis. Peter bergegas menggeleng. "Tidak, saya yakin dengan semua kemampuan pangeran, tapi ada beberapa kejadian yang bisa saja terjadi tanpa keinginan Anda. Semua hal bisa terjadi, dan saat itu Anda harus menemukan jalan keluarnya. Jangan membuat kedua kerajaan bermusuhan, Raja Hadden dan Ratu Shea takkan menyukai ini."
"Akan kulakukan selicin mungkin, Peter. Raja Felix harus mendapatkan balasannya. Lalu, di satu sisi, apakah Tuan Putri Elissa tidak seperti yang kita duga?" tanya Alvern. Sebelum pergi ke taman, Peter melaporkan begitu. Tapi mereka kehabisan waktu untuk membahasnya.
"Benar. Saat saya menyelidiki Tuan Putri Caleste, saya menemukan fakta bahwa ternyata Putri Elissa memiliki sikap berbeda saat berhadapan dengannya. Dari gaya bicara sampai cara tatap pun seratus delapan puluh derahat berbeda. Anda takkan menyangkanya, putri yang kita duga adalah putri berkelakuan baik, tapi di belakang justru bersikap sebaliknya."
Alvern melotot, kaget. Dengan setengah penjelasan Peter, tapi dia mengerti apa yang dimaksud. "Apakah dia bermuka dua?"
"Ehm, saya tak ––"
"Ughh." Alvern berbalik, menemukan Caleste melenguh dalam tidurnya. Putri itu menendang selimut, lantas memeluk guling dengan posisi miring kanan. Dengkur halus keluar dari bibirnya, disusul dengan naik-turun bahunya yang teratur.
"Ayo, kita pergi. Kita hanya mengganggu tidurnya," kata Alvern beranjak berdiri. Peter mengangguk paham.
Sebelum berteleportasi, Alvern menaikkan selimut Caleste mencapai dada. Caleste bergerak, lengannya menyentuh tangan Alvern. Pangeran bermata merah tersebut tersenyum tipis, menatap wajah damai Caleste sewaktu tidur. Merekamnya di kepala, berniat takkan melupakannya seumur hidup. Wajah damai itu belum pernah Alvern temui ketika Caleste sadar karena dia berwajah kaku dan seolah ingin melesat pergi dengan kecepatan turbo.
"Selamat tidur, Tuan Putri. Kita bertemu lagi besok." Alvern menyentuh kening Caleste, mengirim sihir penenang tidur. Dengan begitu, gadis di hadapannya takkan bermimpi buruk. Kejadian tadi pasti mengguncangnya, jadi Alvern tak mau dia mengalami mimpi buruk karena itu.
"Ekhem!"
Peter berdehem keras, seolah mengode kalau dia juga ada di sana dan bukannya hanya sekadar angin lewat. Alvern nyengir, menikmati saat di mana ksatrianya merasa terabaikan. Peter tak pernah menemukan cinta sejatinya, bahkan sekarang usianya sudah menginjak sembilan belas tahun.
![](https://img.wattpad.com/cover/265017144-288-k600013.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Destiny of the King's Daughter [√]
FantasíaCaleste de Eirren adalah putri terbuang di Kerajaan Idezaveros. Dia selalu berusaha untuk menarik perhatian ayahnya, Felix de Eirren. Tapi sayang seribu sayang, Felix tak pernah menganggap Caleste sebagai putrinya. Elissa, hanya dialah yang disayan...