Bahu Caleste merosot melihat Alvern yang kini berkacak pinggang di depannya. Dia ingin menangis saja, tapi jelas itu tak bisa karena Caleste bukan perempuan cengeng. Dia menimbun nyali di dalam hatinya, bertumpuk-tumpuk. Menilik sana-sini, memastikan nyali itu tidak akan runtuh dalam waktu singkat.
"Halo, Nona Danau Malam," sapa Alvern santai tanpa embel-embel salam khas keluarga kerajaan. Pangeran Alvern pasti merasa hal itu tak perlu, pikir Caleste. Gadis itu meringis karena julukan Alvern yang diberikan padanya.
"Apa Anda tak punya nama lain selain memanggil saya begitu, pangeran?" Jadi, bukannya memberi salam, Caleste justru membalas ketus. Dia benar-benar risih dengan julukan itu. Hanya karena mereka bertemu saat malam hari di danau, bukan berarti Alvern seenaknya memanggil dia begitu.
Alvern mengangkat bahu acuh tak acuh. "Habisnya, saya tidak tahu siapa nama Anda. Kalau Anda tidak keberatan dan tak suka dengan panggilan itu, beritahukan nama Anda," balasnya sambil menyeringai.
Ugh, aku terjebak. Kalau sudah begini, apa yang harus kulakukan? Caleste memandang Alvern dari atas sampai bawah. Dia menyadari tingginya hanya sebatas bahu Alvern, jadi untuk menatap pangeran itu tepat di mata, dia harus mendongak terlebih dahulu.
Alvern dan Caleste hanya berjarak kurang lebih semeter. Tubuh Alvern yang disandarkan pada rak, tangan ganti terlipat di depan dada, dan sorot mata kemenangan. Caleste merasa dirinya terpojok, padahal di belakangnya ada celah antar-rak yang bisa dia lewati.
"Pangeran, sepertinya Anda sudah kelewatan." Alis tipis Caleste menukik. Melihat dari gaya Alvern, ini benar-benar berbeda dengan gaya anggunnya selama bersama dengan Felix dan Elissa.
"Saya tidak kelewatan, kok. Saya hanya bertanya tentang nama Anda, tidak ada yang salah dengan itu."
Duh, pangeran ini, mudah sekali membalik perkataanku, kata Caleste dalam hati. "Sepertinya Anda tidak perlu mengetahui hal itu, Yang Mulia Pangeran." Caleste tak suka dengan panggilan 'Nona Danau Malam' tapi ia lebih tak suka kalau Alvern mengetahui namanya. Dia sudah bertekad untuk menghindari Alvern.
"Ya sudah kalau begitu, saya akan terus memanggil Anda dengan sebutan itu selama Anda tidak memberitahukan nama Anda pada saya," balas Alvern.
Pangeran itu tak boleh tahu apapun dengan Caleste, bahkan walau hanya nama. "Jadi, apa yang Anda lakukan disini, Nona?"
Caleste menghembuskan napas. "Ini adalah perpustakaan, Yang Mulia Pangeran. Jadi tentu saja saya disini untuk membaca buku. Pangeran sendiri, kenapa di sini?" Dia tak tahu apakah tindakannya ini sopan atau tidak. Mungkin setengah-setengah. Lagipula Caleste tidak menerima pendidikan tentang segala sopan santun dan kawan-kawannya. Itu membuatnya kurang bisa menilai tentang kesopanan.
Dia juga tidak anggun dan kurang peduli dengan hal tersebut.
"Tadi saya sedang bersama Yang Mulia Raja Felix dan Tuan Putri Elissa di taman. Saya tidak sengaja melihat Anda disini, jadi saya kesini setelah selesai acara minum tehnya. Kalau saya tak salah lihat, Anda tadi juga melihat saya 'kan?"
Caleste ragu-ragu mengangguk. "Benar, saya melihat Anda. Tapi saya tidak menyangka Anda akan ke sini."
Alvern menarik sudut bibirnya. Senyum menawan itu mampu membuat Caleste memalingkan wajah. Cengkeramannya pada buku tambah kuat sampai buku-buku jarinya tambah memutih. Alvern menangkap gerak-gerik Caleste dengan intens, sadar bahwa gadis di hadapannya tegang dan gugup.
Alvern merebut buku astronomi Caleste. Gadis pirang itu membelalak. Dia mendongak guna bisa menatap Alvern, tapi sepertinya pilihan itu salah. Tangan kanan Alvern kini berada di atas kepalanya, dengan buku astronomi. Buku itu diletakkan di celah buku-buku geografi.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Destiny of the King's Daughter [√]
FantasíaCaleste de Eirren adalah putri terbuang di Kerajaan Idezaveros. Dia selalu berusaha untuk menarik perhatian ayahnya, Felix de Eirren. Tapi sayang seribu sayang, Felix tak pernah menganggap Caleste sebagai putrinya. Elissa, hanya dialah yang disayan...