15. Hang Out

946 152 0
                                    

Caleste memainkan jemari dengan gugup. Hari ini sesuai janji Alvern, mereka akan jalan-jalan di kota. Dia sudah tak sabar. Bayangan tentang pasar, keramian, pedati, kereta kuda, sungai, sawah, dan lain sebagainya terhampar di kepalanya. Hanya dengan begitu, Caleste tersenyum sepanjang pagi sampai membuat Kathryn heran.

Hari ini dia menggunakan gaun sederhana. Yaitu gaun dengan tinggi selutut, potongan lengan sampai siku dan bermotif kupu-kupu, sepatu boots bertali, jepit bermotif pita dengan rambut tergerai. Dia lupa mengambil topi dan malas kembali ke kamarnya.

"Anda benar-benar meninggalkan saya di sini?"

"Ya, aku membutuhkanmu untuk menghalau Yang Mulia, Tuan Putri Elissa, atau yang lain. Jika mereka datang, bilang saja aku sedang tidak enak badan. Lagipula aku masih sebal dengan kejadian dua hari yang lalu."

"Lah, pangeran ini dendam sekali? Padahal 'kan saya saat itu cuma bercanda –– walaupun kesan kalian pergi berdua saja memang lebih seperti kencan."

"Tutup mulutmu. Aku tidak berkencan dengannya, sudah kubilang berapa kali. Kalau kau terus membatah, kupotong gaji ksatriamu."

Caleste mendengar adanya pertengkaran. Dia berbalik, melihat Peter dan Alvern berjalan ke sini sambil mengoceh. Mereka memperdebatkan tentang jalan-jalan hari ini, di mana Peter ingin sekali ikut karena penasaran dengan kota Kerajaan Idezaveros. Barangkali ksatria itu bisa membawa pulang berkantong-kantong baju dan aksesoris khas kerajaan ini, serta mencicipi makananya. Tapi Alvern membantah dan mereka pun berdebat panjang.

Gadis itu tersenyum geli melihat interaksi Alvern dan Peter yang lebih seperti seseorang ditinggal sahabatnya daripada majikan beserta ksatria pelindung. Dia sudah mendengar cerita bahwa mereka sebenarnya saling mengenal sejak kecil tapi kurang dekat. Dalam hati dia berterima kasih dengan Hadden karena mengirim sosok Peter sebagai ksatria pelindung. Setidaknya Peter bukan Maxwell yang berwajah datar.

"Uwaahh, Anda bisa-bisanya mengancam saya dengan potongan gaji. Itu 'kan tidak adil," keluh Peter. Hari ini dia mengenakan setelan ksatria tanpa jubah, sepadan dengan kulitnya yang agak kecoklatan. Sementara Alvern mengenakan pakaian sederhana tapi kesannya tetap sama saja dengan Alvern berpakaian mewah.

Alvern mendengus. "Berhentilah bicara, Peter. Di sini aku majikanmu."

"... dan teman Anda," sambung Peter. "Benar, tapi tak ada teman yang menggunakan bahasa formal untuk berbicara dengan temannya." Balasan Alvern membuat Peter bungkam, mata hitam obsidiannya menatap rerumputan.

Alvern mengusap rambut di dahi. "Peter, kalau kau memang menganggapku sebagai temanmu maka aku harap kau bisa berbincang-bincang lebih santai denganku." Peter mengangguk. "Saya belum terbiasa, pangeran."

Caleste memilih menghampiri mereka, kalau dibiarkan mereka mungkin akan berdebat lebih parah. "Selamat pagi, Pangeran Alvern dan Ksatria Peter. Ada apa ini?" sapanya basa-basi. Alvern meminta dia untuk memanggil Peter tanpa memakai marga, jadi Caleste menurut. Dia juga berani menggunakan bahasa non-formal pada Peter.

Rasanya tak masuk akal. Mereka bertemu belum lama ini tapi sudah seperti teman dekat. "Halo, Nona Danau Malam," balas Alvern. Dia menatap Caleste dari atas sampai bawah, tampangnya bak juri model. "Kau cantik dengan pakaian itu, Nona."

Caleste tersenyum. "Terima kasih. Apakah di sini ada masalah?"

"Hanya masalah kecil, tak perlu dikhawatirkan. Nah, kalau begitu ayo kita pergi. Peter, kau lakukan tugasmu. Kami akan pulang saat petang nanti." Peter mengangguk paham, tidak berdebat lagi.

Alvern membuat lingkaran sihir di rerumputan. Caleste berdiri di tepiannya, menunggu lingkaran sihir selesai dibuat. Dia tak sanggup untuk tak kagum, ini pertama kalinya melihat lingkaran sihir teleportasi. Tak lama kemudian, Alvern selesai membuat lingkaran sihir. Caleste melangkah ke dalam lingkaran, seketika lingkaran sihir bercahaya.

The Destiny of the King's Daughter [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang