11. Tired

1.3K 187 1
                                    

Caleste sadar kalau beberapa hari ini ada yang mengikutinya. Dia merasakan kehadiran orang itu di belakangnya, sementara orang itu bersembunyi. Insting tajam Caleste memberitahunya sejak dua hari yang lalu. Dia mencoba untuk tenang dan berpikir positif.

Tapi bagaimana mungkin bisa berpikir positif sementara ada orang yang menguntitmu? Berbagai spekulasi muncul di benak gadis itu. Jika orang itu berniat membunuhnya, seharusnya itu sudah dilakukan sejak kemarin.

Caleste menggigit kukunya sejak tadi, tak bisa dipungkiri, dia gelisah dengan keberadaan orang itu. Seumur hidupnya tak pernah ada penguntit, ini pengalaman pertamanya.

"Apa tujuannya?" guman gadis itu sambil menatap taman Istana Lilac dari jendela kamar. Hanya ada dua pelayan di sana, tengah menyiram bunga-bunga. Jauh dari mereka, sepasang kaki kembali terlihat, bersembunyi di balik tembok.

"Dia tak mungkin ingin membunuhku, tapi kenapa dia menguntitku? Apa aku melakukan sebuah kesalahan?" Caleste terus meracau. Dia tak bisa tenang, tapi bimbang harus melakukan apa.

Jika menangkap basah penguntit itu, Caleste tak bisa menjamin apakah setelahnya dia aman atau tidak. Bisa saja si penguntit tiba-tiba menusukkan sebilah pisau ke perutnya atau melemparnya dengan sihir.

Dan jika Caleste tetap diam, sampai kapanpun dia juga tak bisa tenang. Rasa penasarannya takkan pernah hilang, bahkan sekalipun kalau penguntit itu sudah tak mengikutinya kemana-mana lagi.

Ayo Caleste, kau harus berani, katanya dalam hati. Caleste telah menjalani hidup yang keras dan selalu berusaha untuk diakui oleh Felix, itu bukanlah yang mudah. Setelah semua yang ayahnya lakukan, menyakiti hati dan fisiknya, dia tetap bertahan sampai sekarang. Begitu juga dengan Elissa.

Adik itu telah menghancurkan kepercayaannya begitu mudah. Gadis kecil itu ternyata hanyalah iblis bertampang malaikat, tapi akan menjadi jati dirinya ketika berdua saja dengannya.

Caleste tak habis pikir, bagaiamana anak umur sembilan tahun bisa menjadi layaknya iblis begitu? Caleste pikir Elissa polos seperti anak-anak lainnya, tapi nyatanya berjiwa lebih dari anak-anak. Sejak saat itu, dia enggan memberi kepercayaan pada orang lain lagi.

Kathryn adalah orang kedua yang menerima kepercayaannya, dan dia harap, Kathryn tidak berkhianat seperti yang dilakukan Elissa.

Hidup Caleste penuh kesengsaraan, tapi sampai sekarang, dia bisa bertahan. Poin pentingnya dia tak takut lagi. Ketakutan sudah terpendam ke dalam diri terdalamnya.

Mata hijau gadis itu menerawang ke tembok. Tapi sepasang kaki di sana sudah tak ada. Dia mengepalkan tangan dan sorot matanya berubah sangat tajam. "Tunggu saja, aku akan menangkapmu!" katanya berapi-api.

"Tuan Putri, waktunya makan cemilan."

Caleste tersedak ludahnya sendiri. Dia segera memposisikan badan ke kusen jendela, berdiri di sana dengan kedua tangan berpangku pada kusen. Rasanya seperti habis tertangkap basah membaca novel dewasa padahal dia masih remaja.

"Masuk, Kathryn."

Dia harap pelayan pribadinya tak mendengar ucapannya yang berapi-api itu. Pasti akan susah menjelaskannya.

––––––––––––

Caleste memetik setangkai mawar putih. Duri-duri masih melingkari tangkai mawar, mampu membuat tangannya berdarah. Caleste mencabut duri-duri itu dengan bantuan kain tebal. Dia berencana akan memperbaiki taman supaya bisa lebih cantik lagi, tapi sekarang jadi yang jadi prioritasnya adalah merenovasi istana.

Hari ini Caleste tampil berbeda. Biasanya dia mengenakan gaun ketika pergi kemana-mana. Sekarang dia justru memakai celana panjang putih, atas baju terusan berwarna hijau muda mencapai paha berpinggiran emas, kardigan putih dengan garis hijau di pergelangan tangan, dan sepatu rendah berwarna hitam. Rambutnya dibiarkan tergerai dan berbando hijau polos. Caleste sudah lama tak merasakan sensasi memakai celana panjang tanpa ditutupi gaun, jadi dia memakainya hari ini. Selama celananya tidak terlalu ketat, dia nyaman saja.

The Destiny of the King's Daughter [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang