Melisa memasang wajah dongkol sedunia.
Ia menatap sinis kerumunan manusia berjas dan bergaun mewah di depannya. Ya, saat ini ia lagi-lagi harus menghadiri pesta-pesta lain yang di bencinya.
Melisa benci keramaian.
Alasan utama mengapa ia sangat mengutuk acara-acara seperti ini adalah karena ia harus tampil layaknya anak paling bahagia yang hidup di dalam sebuah keluarga harmonis.
Cih, fuck off!
Melisa melangkah mendekat ke arah ayahnya yang melambai ringan, kode untuk menyuruhnya mendekat.
Baiklah, panggung selanjutnya di mulai..“So, this is my beautiful daughter, my little angle.”
Asharan memeluk pundak Melisa, memperkenalkannya pada kolega bisnisnya. Melisa mengangguk sopan.
“Wah, anak kamu cantik banget Ar, sopan lagi.”
Melisa tersenyum penuh keanggunan.
Sudah terlatih.“Saya punya anak laki-laki yang sekarang kuliah di ITB, udah semester 6. Kalau mau, bolehlah kita jodoh-jodohin..” Laki-laki berumur 40 an itu tergelak, Asharan ikut tertawa menanggapi.
“Aduh, sorry deh Von. Kamu lambat nawarinnya. Melisa sudah punya tunangan.”
“Lah, kapan acara pertunangannya? Kok aku nggak tau?”
“Kemarin aku udah ngabarin sekretaris kamu, tapi katanya kamu lagi punya jadwal mendesak di luar negeri.”
Melisa sudah tak menyimak lagi. Ia mencoba mencari celah agar lolos.
Tak lama, kedua pria dewasa di sampingnya tenggelam dalam pembicaraan tentang proyek mereka.Melisa mengambil langkah seribu, tujuannya adalah bar yang berada di sudut ruangan. Ia memesan segelas wine untuk menghilangkan rasa muak di hatinya.
Jika saja Hito ada di sini, tentu saja ia akan mendapat omelan panjang lebar tentang alkohol yang tidak baik bagi kesehatan.
Ah..sepertinya ia sudah mulai mabuk.
Melisa menangis tergugu mengingat pertengkaran pertama dan terbesarnya dengan sahabatnya yang membuat Hito harus pergi menghindarinya.Seandainya Hito ada di sini, laki-laki itu pasti bersedia membawanya kabur dari tempat mengerikan ini.
Like before…
To : Yaezar HitoAylin Melisa : hei…
Aylin Melisa : jumpat gw d t4 twerkuthuk ini..”
Insting menggerakkan jemari Melisa tanpa sadar. Ia mengirimkan pesan ke satu-satunya sosok yang ia butuhkan saat ini. Menilik dari kalimat yang sungguh berantakan menandakan kondisi perempuan itu yang sudah setengah sadar.Melisa melangkah dengan sedikit sempoyongan menuju pintu keluar.
***
Crasshh!!
Darah lagi-lagi menciprati wajah tampan nan dingin itu, menandakan bahwa ia telah berhasil melenyapkan nyawa penghuni terakhir dari keluarga yang menjadi sasarannya.
Hito memandang datar potongan tubuh yang berhambuaran di bawah kakinya. Ia menghitung.
1..
2…
3..
4..
Ada 4 kepala.
Jumlah anggota keluarga Bamex sebanyak 5 orang.
Kemana anak laki-laki sulung dari keluarga pendosa ini?
Ah.. sepertinya dia sedang pergi ke suatu tempat.
Lucky him.
Apakah laki-laki itu akan terkejut dengan surprise kecil yang Hito siapkan untuk menyambutnya??
Brak!!
Panjang umur~
Baru saja di bicarakan, orangnya sudah muncul duluan.
Sesosok laki-laki berusia 20an yang memakai pakaian tebal musim dingin berdiri kaku di pintu utama.
Hito menyeringai, sangat menikmati perubahan ekspresi dari Harry.
“What the..” Harry akhirnya menatap Hito, menyadari keberadaan laki-laki psikopat itu.
Laki-laki itu murka, Hito menyeringai mengejek.
Bersamaan dengan itu sebuah pesan masuk ke ponsel Hito. Hito dengan santai mengecek ponselnya, yakin betul bahwa laki-laki lemah di depannya sudah tak bisa melakukan apapun lagi.
Hito sedikit membulatkan mata saat tau siapa yang mengiriminya pesan, perlahan bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman. Ia berbalik cepat, berjalan menuju pintu tempat Harry terpaku diam. Hito sesekali menendang potongan kepala yang menggelinding menghalangi jalannya.
Ah tidak apa-apalah ia melepaskan satu mangsanya.
Melisa jauh lebih penting…
Namun…
Baru 5 langkah ia berjalan keluar melewati Harry Bamex, sebuah letusan terdengar memenuhi indra pendengaran Hito.
Cesss!!!
Hito menundukkan pandangan, menatap gumpalan darah yang sudah menembus jaketnya.
Ah…ia tertembak.
Hito lalai, tak sadar jika sebuah pistol masih tergeletak di ruang keluarga tadi.
2 tembakan susulan kembali menyasar tubuhnya, berhasil menembus kaki dan bahunya.
Hito menyeringai aneh, ia sedikit menikmati rasa sakit menjelang ajal yang kini ia rasakan.
Dengan gerakan yang kecepatannya tak bisa di tangkap mata, Hito berbalik dan melemparkan pisau berukuran besar di genggamannya yang langsung menancap di dahi pelaku penembakan tadi, Harry Bamex.
Bersamaan dengan melayangnya nyawa Harry, Hito ikut tumbang di atas salju.
Salju tebal yang putih bersih kini terkotori dengan darah dari Hito.
Nafasnya tersengal…
Ah, andaikan Hito tau bahwa ia akan pergi secepat ini, ia pasti tidak akan melakukan pertengkaran sia-sia dengan Melisa-nya beberapa hari yang lalu.
Petir menyambar, rasa sakitnya semakin menjadi, Hito hampir kehilangan kesadaran.
Hito meraih ponselnya yang tergeletak di sampingnya.
Aylin Melisa membutuhkan dirinya..
Aylin Melisa kembali padanya..
Melisa-nya, kembali memerlukan dirinya…
Sebelum kesadarannya benar-benar hilang,
Setidaknya untuk perempuan yang sudah bersamanya selama ini…
Perempuan yang sudi menerima monster seperti dirinya..
Perempuan yang selalu menatapnya dengan tatapan paling tulus..
Perempuan yang ia cintai dengan sepenuh hati..
Hito akan mengucapkan salam perpisahan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Half Demon School (TAMAT)
RomanceThis story starts in a dark elite school. Most of the students were of the high class, they are Prince Or Princess. And a small portion are poor genius children who get scholarships. Bullying and discrimination... Made many of them choose to die. Is...