4. Drama tanggung jawab

1.4K 178 4
                                    

Pukul lima sore lebih lima menit, jam kerja kantor pun sudah berakhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul lima sore lebih lima menit, jam kerja kantor pun sudah berakhir. Kulihat sebagian besar pekerja di lantai yang sama denganku sudah bergegas untuk pulang, dan sebagian lagi berencana untuk party bersama, karena salah satu staf ada yang berulang tahun hari ini, dan mereka akan merayakannya di sebuah club, bisa jadi sampai black out.

Aku tidak suka acara seperti itu, karena merepotkan. Selain aku tidak boleh menyetir sendiri saat pulang, aku juga tidak bisa menjamin keamanan diriku sendiri saat aku mabuk.

Bukan berarti aku pemabuk bar-bar yang suka mencium siapa saja saat mabuk, tapi aku lebih berpikir tentang keamanan tubuhku. Di club sana, pasti ada ratusan lelaki hidung belang yang siap mendaratkan tangan kotor mereka ke tubuh para wanita yang mabuk, tak terkecuali teman-teman satu divisiku di sini.

Dari luar saja tampak sopan dan menundukan kepala saat bersitatap denganku, namun di belakang, aku sering mendengar mereka membicarakan ukuran bokongku dan payudaraku yang sintal sambil mengusap liur, menjijikan. Maka dari itu aku tidak pernah mengambil risiko dengan ikut minum terkecuali bersama orang-orang terdekat saja.

Dan sekarang aku masih betah berkutat di depan komputer kerjaku sambil memikirkan tentang perkataan Jeff, dan kak Mark tadi pagi kepada Haechan, yaitu tentang antara budaya senioritas dan penjilat.

Problema ucapan mereka berdua benar-benar mengganggu pikiranku.

"Kak Na! Belum pulang?" Suara Chennie menyita perhatianku. Di sampingnya sudah ada dokter Jie Mahendra yang seperti biasa kalau sudah waktunya pulang kantor akan menjemput sang istri.

"Duluan aja, gue masih ada kerjaan," jawabku sekenanya sambil pura-pura menatap desktop-ku yang sejujurnya hanya menampilkan barisan folder.

"Oh gitu, oke. Duluan ya babe," teriak Chennie begitu riang. Entah apa yang Jie lakukan padanya sampai-sampai senyumannya tampak begitu cerah, walau pipinya sudah gemuk dan lucu.

"Mbak Nana, duluan ya..." Kata Jie melemparkan senyuman padaku juga. Aku pun mengangguk dan tersenyum kecil untuk mengantar kepergian mereka.

"Hati-hati di jalan ya!" Seruku yang kemudian menenggerkan daguku di atas meja kerja.

Pikiranku soal rekonsiliasi antara budaya penjilat dan aturan kerja yang sehat menguar terus di kepalaku tiada henti. Kendati dua alasan itu sebenarnya memang jauh berbeda, bagai api dan air.

Mungkin aku memang tipe pemikir yang akut, jadi kalau belum menemukan jawaban yang meyakinkan soal apa yang ingin kusimpulkan, maka aku tidak akan bisa tidur nyenyak nanti malam.

🔞IRIDESCENT (Jeno-Nana GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang