Aku menyeruput teh melati yang dibuatkan oleh Jevano dengan perasaan lega. Entah ini terlalu berlebihan atau tidak, yang jelas sekarang aku merasa sedang berada di surga lantaran kursi pijat milik Jeno sangat memanjakanku layaknya tukang pijat profesional.
Mungkin malam ini aku akan pulang agak telat dengan alasan yang konyol, yakni ketiduran di kursi pijat orang lain lantaran terlalu nyaman duduk di atasnya. Nyonya Syafiradinata pasti akan langsung bersorak dan buru-buru menghubungi mami untuk bergosip. Ah masa bodoh.
"Tau gitu aku beli aja kursi pijat kayak gini ya? Berapa harganya kalau kontan?"
"10 juta," jawabnya selagi ia duduk di hadapan sebuah rak cukup besar berisi dvd serta televisi layar datar ukuran 32 inci, entah apa yang dicarinya, karena kepalanya masuk ke dalam pintu lemari yang ada di rak tv.
"Kalau kredit?"
"Kisaran 15 juta, kenapa? Kamu mau beli?"
"Pengen sih, tapi mungkin cari yang harganya terjangkau aja."
"Emang budget kamu berapa?"
"5 juta."
Dia hanya menaikan alisnya lalu mengangguk. Dan aku pun beranjak dari kursi pijat untuk beralih ke sofa biasa. Kalau diteruskan aku bisa tidur sungguhan di sana.
"Nunggu bonus turun, kira-kira berapa ya turunnya nanti?"
"Yang pasti bakal cukup kalau buat traktir temen-temen satu divisi ke restoran VIP."
Aku terkekeh sambil mengangguk. Kalau begini kemungkinan besar bonusku akan lumayan besar, ditambah bonus pertengahan tahun yang akan aku dapat bulan depan. Sepertinya bukan hanya kursi pijat mahal saja yang bisa aku beli, tapi sekalian merenovasi taman belakang rumahku juga.
Sejak tahun kemarin aku memang sudah bermimpi untuk membuat sebuah kolam renang dan taman yang nyaman untuk main kedua keponakanku. Tidak seperti keadaannya yang sekarang, kosong hanya ada beberapa pohon rindang dan tanah berumput yang tak terlalu keurus lantaran Haechan sibuk mengurusi anak-anaknya.
"Kalau gitu nanti aku minta brosurnya."
"Serius pengen beli?" Dia kelihatannya tidak percaya dengan keinginanku yang satu itu.
"Iya, emang kenapa?"
"Nggak, aku kirain kamu bakal lebih milih beli mobil baru. Bonus kamu lumayan besar loh padahal."
Nyaris jalan pikiran kami sama, tapi tidak, membeli mobil hanya untuk dijadikan serep itu kelihatannya terlalu memaksakan diri. Dan lagipula aku bukan orang hedon yang ingin selalu kelihatan wah di mata orang lain.
"Nggak, perawatan mobil lumayan nguras kantong, belum lagi kalau punya dua kena pajak dobel. Aku lebih milih renovasi rumah."
"Renovasi rumah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
🔞IRIDESCENT (Jeno-Nana GS)
FanfictionKisah tentang Nana si cewek karir yang sampai usia nyaris kepala tiga masih bingung cari pendamping hidup. Sampai akhirnya dia bertemu dengan Jevano, seorang kepala cabang baru di kantornya. •Rate 18+ •Fanfiction + Ciklit