BAB 9 : TANPA RENCANA

32 7 4
                                    

haloo!

***

Terdengar suara ramai orang berbicara, penjual meneriakkan dagangannya, deruan mesin, teriakan bahagia anak kecil, dan berbagai suara lain mengisi gendang telinga Anna. Bermacam-macam aroma juga masuk ke dalam indra penciumannya. Ada bau jagung bakar, arum manis, segala macam gorengan, bahkan bensin dan oli dari mesin wahana permainan, dan tentunya masih banyak lagi.

Anna sangat suka pasar malam. Saat ini dia bersama dengan kakak sepupunya—juga teman kakak sepupunya itu—sedang jalan-jalan mengitari area pasar malam.

Kak Kiara—kakak sepupu Anna—sedang libur kuliah, jadi dia mengajak Anna untuk bermain ke pasar malam, bersama dengan temannya—yang Anna yakin adalah gebetan atau bahkan pacarnya. Gadis itu berpikir akan menjadi nyamuk malam ini.

Ya udah lah ya, gue ntar bisa main sendiri. Begitu pikir Anna.

"Na, kamu mau main ke rumah hantu nggak? Kak Kia sama Bang Deva mau main kesitu." Ajak Kiara.

Anna menggeleng ngeri, "Ih, enggak ah, takut. Itu setannya manusia, bisa ngejar."

"Dih, nggak apa-apa, seru tauk. Sekalian olahraga." Deva menyeletuk, membuat Kiara terkikik, sedangkan Anna menatapnya aneh.

"Enggak mau, Kak Kia sama Bang Deva aja sana." Anna menoleh ke kiri, "Anna mau lihat-lihat buku aja disitu."

Kiara diam beberapa detik untuk berpikir, lalu mengangguk. "Oke deh, kalau udah selesai nanti Kak Kia chat ya. Dadah!"

Anna mengangguk dan melambai pada Kiara dan Deva, kemudian berjalan menuju stan buku-buku. Ada beberapa novel bekas yang masih layak baca disana, Anna mulai membaca blurb dibelakang kovernya.

Fokus membaca gadis itu terganggu oleh tepukan pelan dibahunya. Anna menoleh pada orang yang memanggil namanya itu, dan menemukan Janar tersenyum dengan pandangan terkejut campur tidak percaya. Sama dengan Anna, terkejut pada pertemuan tanpa rencana ini.

Wow, kenapa dunia sempit sekali?

"Anna, kamu disini ngapain? Sendirian?"

Anna berdeham sebentar, lalu tanpa sadar menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.

"Iya, eh-enggak. Maksudnya, iya sekarang sendiri, tadi sama sepupuku, tapi dia lagi main ke rumah hantu. Dan karena aku nggak berani ikut, jadi ya kesini, sendiri." Dia meringis saat mengetahui penjelasannya cukup panjang dan rumit.

Janar tertawa pelan melihat Anna yang selalu terlihat lucu saat gugup. "Mau aku temenin? Kamu mau kemana? Aku bisa temenin."

"Oh, nggak usah, nggak papa. Kamu kesini sendiri?"

"Hmm, ada sih sama orang, tapi dia ilang nggak tau kemana tadi. Kayaknya beli jajan."

Anna mengernyit bingung, "Kok kamu nggak cari dia? Katanya ilang?"

Janar terkekeh, "Nggak usah, nggak papa. Udah biasa ilang-ilangan gitu dia."

Ucapan Janar membuat Anna mengangguk sok paham, padahal ya masih bingung.

"Anna, kamu takut naik bianglala nggak?" tanya Janar, yang dijawab gelengan oleh Anna.

"Kamu kan nggak mau ditemenin aku, kalau kamu yang nemenin aku, mau nggak?"

"Hah? Gimana?"

"Temenin aku naik bianglala."

***

Jadilah sekarang, Janar dan Anna sedang mengantre untuk menaiki wahana kincir angin. Berdiri bersisian dengan jarak yang sangat dekat, dikarenakan sempitnya jalan dan ramainya pengunjung.

vennTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang