BAB 6 : SUARA DAMAI

39 11 5
                                    

hello!

***

Hari ini Anna disibukkan dengan latihan untuk lomba Paskibra yang diadakan dua minggu lagi. Belum juga sibuknya OSIS mengurus pentas seni lusa nanti. Anna, Dira, Marsha, Salwa, dan Linda masuk ke kelasnya, istirahat sebentar sebelum kembali berkutat dengan persiapan pensi. Sekarang sedang tidak ada pelajaran, Pak Galih—guru matematika mereka—sedang berhalangan hadir, karena sakit.

Kelas XI IPA 3 tampak ramai, ada Ragil and the gang, yang sedang berada di depan kelas. Mereka naik ke atas meja yang sudah disusun menjadi panggung. Anna dan sahabat-sahabatnya terlihat bingung, mereka serentak memandang Rossa dengan pandangan bertanya. Yang dipandang hanya mengangkat bahu, karena dia sendiri juga tidak paham—tidak peduli sih, tepatnya.

Ragil menatap Anna dan kawannya, lalu mengangkat dagu, menyuruh untuk segera duduk. Laki-laki tengil namun tampan itu—harus diakui memang Ragil itu tampan pakai banget, kalau saja tidak bandel kebangetan, cewek-cewek di kelasnya mungkin sudah naksir—mulai bicara. "Mumpung ada anggota-anggota OSIS tercinta kita disini. Sekalian ya, ikut nilai penampilan kita, buat pensi lusa."

Marsha, Salwa, dan Linda sudah berteriak heboh. Membuat semua teman sekelasnya ikut berseru dan bertepuk tangan. Termasuk Anna, Dira, dan Rossa—ya walaupun Rossa masih terlihat tidak bertenaga.

Teriakan itu semakin keras saat Geo mulai memainkan gitarnya. Kemudian Ragil masuk dengan drum alakadarnya—pakai aplikasi di ponsel, dan Andi dengan pianonya. Disusul alunan merdu suara berat Dimas yang mulai menyanyikan lagu Peterpan, dengan judul menghapus jejakmu. 

Mata Anna yang tadinya berbinar perlahan-lahan meredup, kemudian berkedip beberapa kali. Ia baru sadar jika dari tadi Geo menatap ke arahnya. Anna hampir saja tersedak dengan ludahnya sendiri, karena sekarang laki-laki itu sedang tersenyum lalu menunduk melihat gitarnya.

Membuat gadis—dengan rambutnya yang kali ini dikepang satu—itu jadi salah tingkah, bingung harus bagaimana. Dia mengambil botol air minum miliknya lalu meminumnya dengan cepat, mencoba tidak peduli dengan tatapan Geo. Anna sebenarnya sudah biasa ditatap Geo, tapi tidak tau kenapa, saat ini aura laki-laki itu berbeda. Seperti ada magis yang membuat pipinya terasa panas.

Lagi-lagi Dira menyaksikan semuanya. Seperti biasa ia hanya terkekeh pelan, kemudian segera bertepuk tangan saat penampilan teman-temannya itu telah selesai. Dira berdiri menarik lengan Anna, lalu mencolek ketiga sahabatnya yang lain—kecuali Rossa, ya karena dia bukan OSIS. Mengajaknya ke ruang OSIS, untuk menyelesaikan urusan pensi—istrirahatnya sudah cukup kali ini. Setelah berkomentar bahwa penampilan tadi sangat bagus, Anna dan kawan-kawan segera pergi menuju ruang OSIS.

Sebelum keluar dari kelas, Anna sempat melirik Geo yang terang-terangan melihatnya, membuat gadis itu jadi kesal sendiri. 

Geo terus menatap Anna sampai perempuan itu menghilang dari balik pintu.

***

"Anada Carissa."

Perempuan yang namanya dipanggil itu seketika mendongak ke arah suara yang memanggilnya. Geo berdiri di hadapannya. Tanpa ekspresi, laki-laki itu tiba-tiba saja mengulurkan tangan kanannya tepat di wajah Anna.

Anna refleks menunduk dan menutupi wajah dengan kedua tangannya. Sigap, jika tangan itu akan menarik hidungnya, menepuk kepalanya, ataupun menyentil dahinya—karena itu kebiasaan seorang Geo kepada dirinya selama ini. 

Merasakan tidak ada gerakan selama beberapa detik dari cowok itu, Anna mengintip dari balik tangannya, membuat Geo tertawa geli. Gadis itu menjauhkan tangannya sambil melotot.

vennTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang