~Seminggu kemudian, Hari Senin malam~
(Y/n) saat ini berada di ruang makan bersama duo Kambe. Ia sedang menyantap steaknya dengan lahap. “Jadi, aku besok akan menjenguk ayahku,” celetuk Daisuke di tengah kesunyian. “Baiklah. Berapa lama kau akan disana, Daisuke-sama?” tanya Suzue. “Sehari saja, tapi mungkin aku akan pulang malam,”
Suzue manggut-manggut, “Oke, aku dan (y/n)-sama akan menjaga rumah. Iya kan, (y/n)-sama?”
(Y/n) tidak menanggapi. Bahkan ia tidak mendengarkan percakapan mereka dari tadi. Daisuke berdehem keras, meminta perhatian wanita itu. “Hmm… kenapa?” tanya (y/n) dengan mulut penuh daging. “Aku besok mau menjenguk ayahku. Kau dan Suzue jaga rumah,” jelas Daisuke singkat. “Ok,” balas (y/n).Keesokan paginya, (y/n) bangun seperti biasa dan melakukan rutinitas pagi. “Aku masih punya waktu setengah jam lagi sebelum sarapan,” gumam wanita itu. “Aku mending video call kakak saja, deh. Aku sudah kangen dengannya,”
Ia pun mengambil ponselnya dari nakas dan memencet nomer kakaknya. “Halo, kak! Sudah bangun?” sapanya. “Uh, ya. Aku baru bangun,” jawab Haru yang terlihat masih berantakan. “Tumben kau bangun pagi dan sudah rapi. Biasanya harus kubangunkan dulu,” ujar pria itu, “sepertinya aku harus sering-sering pergi, nih,”
“Huwaa… jangaan! Baru seminggu saja aku sudah kangen,” kata (y/n) manja. “Hehe, iya iya. Ngomong-ngomong, apakah kau makan teratur? Lalu, Kambe apa kabar? Kau akur dengannya, kan?”
Akhirnya (y/n) menceritakan hal-hal yang dialaminya selama seminggu, kecuali saat ia makan kue sebagai makan siang. Waktu sarapan pun tiba dan ia memutuskan sambungan video call. Seusai, sarapan ia langsung berangkat kerja.“Selamat pagi, (y/n)-san!” sapa Saeki yang sedang makan cemilan. “Pagi, Saeki-san. Uhmm… dimana Kamei-san dan Yumoto-san?”
“Tampaknya mereka belum tiba. Dari tadi hanya aku saja yang disini,” jawab Saeki. (Y/n) manggut-manggut. Beberapa waktu kemudian, kedua pria itu, plus Kiyomizu pun datang. “Pagi, semua,” sapa Kiyomizu dan dibalas oleh mereka semua. “Hari ini kalian agak sibuk. Ada banyak berkas yang harus dipilah,” ujarnya lagi. Terdengar desahan kecewa dari mereka, kecuali (y/n). Ia malah senang karena tidak harus bengong sepanjang hari.Tepat jam 12 siang, Kiyomizu mempersilahkan mereka untuk istirahat. Kali ini, (y/n) membawa cukup uang untuk membeli makanan di kafetaria. “(Y/n)-san, ayo pergi bersama,” ajak Saeki. Namun, saat (y/n) hendak meninggalkan ruangan, telepon yang ada diatas meja kakaknya berdering. Wanita itu pun sigap mengangkatnya. Ia mendengarkan orang ditelepon berbicara, kemudian perlahan dahinya mengerut. “Baik, saya akan segera kesana,” ujarnya sebelum memutuskan sambungan telepon. “Pak Direktur, ada perkelahian kereta bawah tanah. Saya akan kesana,” katanya pada Kiyomizu. “Baiklah, terima kasih,” balas Kiyomizu. “Perkelahian kereta bawah tanah? Itu seperti yang pernah dialami kakakmu,” celetuk Kamei. “Eh? Benarkah?”
Kamei mengangguk. “Heheh… bagus, deh. Aku jadi lebih semangat,” ia lalu menoleh pada Saeki, “Saeki-san, maaf ya aku tidak jadi ke kafetaria,”
“Tidak apa-apa, semoga berhasil melerai perkelahiannya, ya,” kata wanita berambut pink itu. (Y/n) mengangguk, lalu pergi keluar ruangan.Ia dengan cepat naik ke mobil dan tancap gas ke TKP. Sesampainya disana, wanita itu segera parkir di pinggir jalan. “Disini, ya?” gumamnya seraya menuruni tangga ke stasiun bawah tanah. Begitu sampai didasar tangga, ia segera melihat perkumpulan orang mengelilingi dua pria, satu agak gemuk dan satu kurus, yang sedang saling pukul. (Y/n) mendekati ibu-ibu yang berada paling dekat dengan kedua orang itu. Ia mengeluarkan lencana kepolisiannya dari saku, “permisi, saya dari kepolisian. Apakah ibu tahu apa yang menyebabkan mereka berkelahi?” tanyanya sopan. “Saya tidak yakin, tapi tadi saya sempat mendengar mereka berdebat tentang tiket kereta,”
“Hah? Tiket kereta saja dibuat bertengkar,” gumam (y/n) tak percaya. Ia menyimpan kembali lencananya, kemudian maju menuju kedua pria tersebut. Namun, baru saja ia hendak bicara, tiba-tiba sebuah pukulan mengarah kepadanya. Wanita itu refleks menangkis tangan yang akan memukulnya. Orang-orang yang menonton terkesiap. “Apa yang kau lakukan?!” seru pria itu. “Sebaiknya kalian berdua tenang dulu dan selesaikan masalahnya baik-baik,” kata (y/n). “Itu tak ada gunanya! Aku harus memberi pelajaran pada pencuri itu!” seru pria yang kurus. “Heh, coba saja kalau bisa. Aku bukan pencuri, tiket itu memang milikku,”
KAMU SEDANG MEMBACA
|| How Much? [Daisuke x Reader] ||
FanfictionAdik perempuan Kato Haru, bernama Kato (y/n) memulai hari-harinya sebagai seorang detektif di kepolisian Tokyo. Ia masuk ke departemen yang sama dengan kakakknya, namun di departemen tersebut, ada seseorang yang sering membuat (y/n) kesal. Namun, p...