Chapter 1

3.3K 389 29
                                    

Keesokan paginya, Haru bangun, lalu melakukan aktivitas paginya. Ia tidak melihat (y/n) dimanapun dan akhirnya menemukannya di kamarnya. “Astaga, bocah ini masih tidur ternyata, ” batinnya. “Oi, bangun!” katanya keras. Wanita itu hanya menggeliat, namun tidak membuka matanya. “Ck, kau susah sekali dibangunkan,” keluh Haru. Ia pun mulai menggelitik adiknya. “Huwaa! Hahahaah… baiklah, baiklah aku bangun!” teriak (y/n) seraya terlonjak dari kasur. Haru berkata, “Oke, ayo cepat siap-siap,” lalu meninggalkan kamarnya. “Menyebalkan sekali,” gerutu (y/n).

Sejam kemudian, mereka sampai departemen mereka. (Y/n) baru saja menduduki kursinya, namun tiba-tiba pintu ruangan diketuk dan Hoshino masuk. “Ah, Hoshino-san. Apa yang membawamu kemari?” tanya Kiyomizu ramah. Hoshino melihat ke sekeliling ruangan. Mata ungunya jatuh pada (y/n). “Saya sedang mencari (y/n)-san. Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan padanya,”
(Y/n) menoleh, menatap Hoshino bingung. “Oh, begitu. (Y/n)-san, kau boleh pergi,” kata Kiyomizu. Wanita itu mengangguk singkat, lalu beranjak menuju Hoshino. Mereka pun pergi ke kantor Hoshino yang sebelumnya adalah milik Takei.

“Apa yang ingin kau bicarakan?” tanya (y/n) ketus seraya duduk di salah satu sofa. Hoshino duduk diseberangnya, lalu berkata, “Aku ingin bicara mengenai tolakanmu masuk ke divisi satu,”
Wanita itu mendengus, “bukankah kita sudah selesai membahas ini? Tidak ada lagi yang harus dibicarakan,” katanya. Hoshino mengerutkan dahinya, “aku tidak habis pikir. Bagaimana bisa kau menolak tawaran itu dengan mudahnya, sementara orang lain mati-matian agar bisa diterima di divisi satu,”
“Aku sudah mengatakan alasanku waktu itu,” timpal (y/n) singkat. “Alasan itu tidak masuk akal, lagipula prestasimu bagus saat masih di akademi kepolisian, kau akan sangat berguna di departemen kami,” ujar Hoshino. Wanita itu menyilangkan tangannya, “jadi, aku hanya akan dijadikan alat jika masuk kesana. Hmph! Tentu saja aku tidak mau. Apalagi sekarang direkturnya adalah kau,” katanya.

Hoshino ikut menyilangkan tangannya, “Apa sebenarnya yang membuatmu tidak menyukaiku?” tanyanya. (Y/n) menatap pria itu dengan sinis, “tentu saja karena kau pernah menghina kakakku,”
“Hanya karena itu? Aku bahkan sudah berbaikan dengan Kato-san dan kami sudah melupakan kejadian itu,”
“Aku tetap tidak suka dan tidak akan mau masuk ke departemen dengan dirimu didalamnya,”
Hoshino menghela napas, “baiklah," ia menyerah.
"Oke, bagus. Kalau tidak ada yang perlu dibahas lagi, aku akan pergi," kata (y/n)

(Y/n) kembali ke ruangannya. Begitu ia membuka pintu, wanita itu tidak melihat kakaknya disana. Tiba-tiba Kiyomizu memanggilnya. “(Y/n)-san, Kato-chan baru saja mendapat telepon yang melaporkan penculikan di suatu festival sekolah. Kato-chan dan Kambe-kun sudah mau berangkat, sebaiknya kau ikut mereka,” ujarnya. “Baik, pak,” balas (y/n), kemudian menutup pintu kembali dan pergi menuju luar gedung.

Sesampainya diluar, ia melihat sebuah mobil mewah berwarna hitam terparkir di gerbang. Ia melihat tangan kakaknya melambai kearahnya melalui jendela mobil tersebut. Ia pun berjalan cepat kesana, lalu masuk ke jok belakang mobil. “Kau sudah mendapat informasinya?” tanya Haru dari kursi penumpang depan. “Ya, Kiyomizu-san yang memberitahuku,”
“Baik, ayo berangkat,” timpal Daisuke yang duduk di kursi supir. Ia segera tancap gas dan mengebut. “H-hey! Kau tidak boleh mengebut di jalan besar seperti ini! Itu melanggar aturan lalu lintas!” hardik (y/n) sambil berpegangan pada ujung kursi.

“Ooh, jadi kau mau kita terlambat sampai disana dan membiarkan penculik itu berhasil?” tanya Daisuke dengan nada datar. (Y/n) mendengus, lalu menepuk pundak Haru, meminta pembelaan. “Yaah… ini sudah biasa terjadi,” cuma itu yang dikatakan Haru. Mata wanita itu membulat. Kakaknya yang biasanya taat aturan malah membela dia?! “Dasar, Kak Haru sudah benar-benar terpengaruh,” batin (y/n) kesal.

Sepuluh menit kemudian, mereka sampai disebuah SMA besar yang tampak ramai. (Y/n) meloncat turun dari mobil begitu Daisuke parkir. “Hmm… tidak terlihat tanda-tanda penculikan,” celetuk (y/n). “Tentu saja, tempat ini besar dan ramai. Kita harus mencarinya pelan-pelan,” timpal kakaknya yang baru turun. Sang adik memiringkan kepalanya, bingung, “bukankah seharusnya sekarang penculik itu sudah pergi dari sini? Kakak, kan mendapat telepon itu dari sekitar 20 menit yang lalu,”
Haru menggeleng, “tidak. Kata orang yang menelepon, ia melihat sekelompok pria yang terlihat mencurigakan. Ia mengasumsikan bahwa mereka adalah penculik dan meminta kita datang kemari secepatnya,” jelasnya.

|| How Much? [Daisuke x Reader] ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang