13- nestapa di hadapanku

22 11 0
                                    

Tidak ada kata sepakat jika tidak ada kata bersama. Tidak ada sepakat yang sendiri.

Dan yang membuat hari kemarin penting adalah kesepakatan. Bahwa kita sudah merdeka: aku dan Abas sudah menjalin sebuah hubungan.

Aku memberi tanggal 7 agustus untuk hari jadi kita, sedangkan kala itu Abas mengungkapan perasaannya pada tanggal 4 oktober, sungguh janggal bukan.

Lima hari belakangan ini setelah kita menjalani hubungan bersama, tidak ada yang merasa keberatan satu sama lain.

Paling hanya, tiga hari kemarin Abas marah kepadaku karna hal sepele. Dimana aku yang sedang haid, dan dimana mood aku saat itu tidak mau di ganggu. Namun, Abas justru ikut marah karena aku tidak mau di ganggu.

Katanya aku lebay karna hanya haid, mood aku turun. Jikalau mimpi basah yang keluar itu bukan air mani, melainkan darah kotor, pasti Abas merengek pada mamahnya untuk membeli softex.

Keesokan harinya juga lebih tidak masuk akal. Aku memang tidak buka ponselku karna paket data ku habis, lalu setelah ku isi paket data, Abas marah-marah mengira aku terjadi apa-apa. Segitunya khawatir Abas.

Setelah kutelaah, Abas pikirannya masih seperti anak kecil berumuran lima tahun. Semoga aja kepala Abas yang selalu mengenai sinar matahari, otaknya memuai 2cm setiap hari lebih besar dari sebelumnya.

Tapi tidak apalah, selagi dia tidak membuatku resah seperti waktu dia mendekatiku.

Setiap kita berkencan di luar, supaya adil kita selalu berkencan di Transmart atau Kafeloaja, supaya sama-sama naik ojek online. Karna kemarin kita main di Transmart, karna jarak Transmart berdekatan dengan rumah Abas. Sekarang kita berkencan di Kafeloaja, karna dekat dari rumahku.

Saat ini aku sedang berjamu di tempat cafe dekat dari rumahku yaitu Kafeloaja bersama Abas. Kebetulan yang memiliki Kafe ini ialah paman dari Abas sendiri, kemarin Abas mengajak ku main kesini selepas pulang dari sekolah.

Abas juga kebetulan pulang dari sekolah SMP nya untuk cap tiga jari dan mengambil buku tahunan sekolahnya.

Aku disana melihat buku tersebut sebari meminum jus yang ku pesan. Ternyata di buku itu banyak siswa yang daftar di sekolah SMA Al-muhajirin termasuk Adila dan Naya teman gugusku dulu dan sekarang dia teman satu eskul denganku.

Kita melihat buku itu bersama-sama, sambil gibah orang-orang yang ada di buku. Sudah seperti sepasang suami istri yang sedang ngegosipin tetangga sebelah.

'Pantas ya lu banyak temen di Al-muhajirin.' Ujarku setelah melihat buku tahunan Abas sampai habis.

Kemudian Abas yang mau minum jus avocado nya, tertunda karna ingin membalas ucapanku. 'Ehhh asal lu tau ya, gua di SMP teman dikit. Lebih parah nya lagi, gua dulu jadi bahan bullyan. Tapi sekarang Alhamdulillah, gua punya temen banyak dan pada baik ke gua.'

Aku mendengar kata Abas dengan simpati. 'Uhhh kacian. Di bully apaan emang?' Tanyaku.

Abas harus menunda minum nya lagi, padahal bibirnya sudah berada di sedotan. 'Gua dulu di bully autis, emang sih gua dulu autis.' Jawab Abas seolah jujur. Aku yang mendengarnya menganggap Abas mengarang cerita.

'Ehh ngomong jangan sembarangan!' Tegurku pada Abas yang sudah sengaja menjelekkan dirinya.

'Emang bener Ka.' Balasnya dengan suara cempreng khasnya.

'Yaudah jangan sebut diri lu autis, gua gasuka kalau lu begitu.' Kataku mengerucutkan bibir kesal.

'Iya deh.' Jawabnya singkat lalu akhirnya Abas dapat meminum jus avocado nya.

Aku yang orangnya penasaran, kembali bertanya kepada Abas. 'Emang temen-temen di SMA sebaik apa?'

Abas yang sudah puas dengan jus avocadonya, sekarang fokus berbincang denganku.

HOMUNCULUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang