11- IPS vs IPA

27 13 0
                                    

Abas pov

Dalam batinku aku ketawa-ketiwi mendengarkan cerita dari Meriska tentang kesan pertama soal diriku.

Ia benar-benar mendeskripsikan bagaimana diriku yang konyol dan pecicilan saat kegiatan MPLS berlangsung.

Akhirnya membaik juga hubungan ku, bahkan sekarang Meriska sudah berani bercerita kepadaku. Kini hatiku senang bukan main.

Jika aku ada cerita yang menarik untuk diceritakan, aku akan menceritakan semuanya kepada Meriska. Beberapa ada tapi aku rasa jika ku ceritakan, pasti terdengar membosankan, cerita yang menarik dariku hanya kejelekan-kejelekan ku.

Rasanya ingin sekali bercerita, namun apa daya, kini hari semakin gelap, sebentar lagi akan adzan isya. Aku sebagai cowok yang bertanggung jawab harus memberitahunya untuk segera pulang.

'Meriska, pulang yu. Udah malem, nanti lu di marahin.' Kataku bernada lelah.

'Okedeh.' katanya.

Belum sempat aku berdiri dari tempat duduk, dia menarikku lalu berbisik.

'Bas jangan kobam, awas aja lu kalo ngelakuin gitu lagi. Gua enggak bakal kenal sama lu lagi.'

Sesaat aku kembali bergidik tidak karuan, karna aku trauma karna konflik itu, dia malah mengingatnya kembali.

'Iya kok enggak.' kataku, dia tersenyum.

Lalu kita berdua berdiri dari tempat duduk dan berjalan menuju tepi jalan karna kita akan menyebrang. Sebelum menyebrang, Meriska terdiam seperti ada sesuatu yang tidak benar.

'Lu pulang naik apa?' Tanya nya memasang wajah khawatir.

Aku gugup, tadinya aku mau naik ojek online lagi tapi ponselku mati.

'Aku dijemput temen kok nanti.' Kataku.

'Aku naik angkot 07 searah enggak sama rumah lu?' Tanya nya kembali.

'Engga Meriska.' jawab singkatku.

'Yaudah gua pesenin ojek online aja.' Usulnya yang membuatku malu bukan main.

'Ehh enggak ah, malu gua. Masa nanti nama orderannya Meriska yang naik cowok.' aku menolaknya, lebih baik aku jalan kaki saja dari pada dipesankan ojek online dari cewek. Drivernya pasti penasaran dengan siapa yang memesankannya, dan pasti dia mengira bahwa yang memesankannya ialah pacarku.

'Enggak! Lu harus naik ojek online, rumah lu jauh dari sini, lu juga gabakal di jemput temen, hp lu aja mati.' Seru Meriska.

Mau nggak mau aku harus patuh terhadap nya, Meriska pun memesankan ojek online untukku. Sambil menunggu ojol tiba, kita bercerita.

Bagaimana ia mengetahui bahayanya narkoba, ternyata Meriska mendapat materi dari eskulnya yaitu PMR.

Dan juga aku mengumpat diriku sendiri, meludah di sumur sendiri. Aku menjelekkan diri ku bahwa aku tidak bisa membawa motor seperti cowok-cowok lainnya.

Tapi dia tidak merasa bahwa itu bukanlah sesuatu kekurangan, Meriska bahkan senang karna aku tidak bisa bawa motor karna katanya itu adil. Adil karna kita sama-sama menaiki kendaraan umum.

'Gapapa kali bas, gua berteman enggak mandang kekurangan masing-masing. Kalo kita main terus lu bawa motor, gua yang jadi ngerepotin lu.' Jelas Meriska sambil memantau aplikasi ojek online di ponselnya.

'Ngerepotin?' Kataku kebingungan.

'Iyailah lu naik motor enggak pake bensin? Belum lu jemput gua sama nganter pulangnya, enggak capek?' balasnya ketus.

HOMUNCULUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang