02- di terima

76 22 1
                                    

Meriska PoV

Aku yang mencoba setengah mati untuk memeluk erat sweater ku supaya tidak kedinginan.

Aku mencoba mengembalikan semangatku yang berubah menjadi resah.

Aku berangkat ke sekolah awal kala angin pagi berhembus, begitu pula sabar ini muncul kala saat dia kesiangan.

Awan pagi di langit timbul sedikit cahaya matahari memanglah indah di mata orang lain, begitu pula dia indah di pandangan orang yang sabar nya bukan main.

Yaitu Adila. Dia datang jam enam kurang sedangkan aku menunggunya jam setengah enam. Iya aku belajar sabar menunggunya setengah jam.

Iya membawa oleh-oleh dari rumahnya yaitu sebatas kata. 'Maaf Meriska tadi gua mesan ojek online lama banget. Rumah gua di puncak soalnya.'

Dengan kata-katanya mengejutkanku, dia sekolah jauh sekali dari rumahnya, dan ia datang ke sekolah dengan hanya menaiki ojek online.

Untung saja petugas OSIS yang menjaga di depan gerbang sekolah mengizinkan dia telat, hanya tiga menit.

Tapi saat ini dingin ku menjadi hangat. Aku dan Adila sudah di depan ruangan untuk mengambil surat apakah aku diterima atau tidak.

Hari ini kesabaranku benar-benar diuji untuk kedua kalinya. Yang pertama aku menunggu Adila, yang kedua aku menunggu surat itu diberikan.

Sambil menunggu aku dan Adila mengobrol. 'Kayaknya gue enggak diterima deh, gara-gara tadi gue telat. tadi juga gua lihat banyak anak-anak yang telat dimarahin sama kakak OSIS.' Kata Adila.

'Enggak Adila gabakal, lu cuman telat tiga menit, lu juga bilang kan tadi rumah lu di Puncak.' Kataku.

'Ya juga ya. Sekarang juga kan banyak aktivitas, nggak mungkin nggak diterima.' Jawab Adila yang sudah netral paniknya.

'Banyak aktivitas? Emang apa aja aktivitasnya hari ini?' Tanya aku kembali kepada Adila.

'Hari ini setelah pembagian surat kita pembukaan apel di Lapangan, terus kita dibagiin gugus, terus kita apel penutup, bareng gugus kita masing-masing.' Jelas Adila.

'CALON NOMER DUA LIMA MERISKA!'

Teriak pengawas memanggilku, antrian sudah menunjukkan kepadaku untuk mengambil surat pengesahan.

Sontak diriku berjalan perlahan namun pasti ke arah meja pengawas dengan rasa khawatir.

Semoga enggak keterima supaya aku bisa ke SMA negeri, tapi kasihan ibu. Khawatir dalam batinku.

'Nih nak, yang sudah dapat surat bisa langsung keluar dari ruangan Ya nak.' Ujar pengawas yang membulatkan matanya. Lantas aku berjalan keluar ruangan memandangi Adila.

Adila mengisyaratkan dengan bahasa mulut tanpa suara. 'Tungguin.'

Aku melihatnya dari kejauhan sambil berjalan menuju ke luar ruangan, sesampai di balik pintu ruangan aku menunggu sambil membuka suratnya.

Sebelum kebuka suratnya, tanganku memegang surat tersebut berselancar ke arah matahari yang menyinari dari atas. Aku melihatnya dibantu oleh sinar matahari yang tulisan surat itu menembus, terlihat ada tulisan 'DITERIMA.'

Kubuka suratnya untuk meyakinkan, Benar aku diterima di sekolah itu.

Rasa kecewa dan bangga campur aduk, tapi saat ini aku bersyukur saja, karena bersyukur adalah jalan terbaik menikmati hidup.

Hidup juga memang tidak seindah seperti cerita buaian. Aku tersenyum dikit melihat tulisan 'Diterima.'

Tidak lama Adila keluar dari ruangan memegang lipatan surat itu. Ia juga diterima, dengan riang-riangnya ia berkata.

HOMUNCULUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang