03- bastara

56 21 1
                                    

'MERISKA! GUA SEKELAS SAMA LO!'

'Lah ko bisa? Bukannya lu masuk jurusan IPS ya?' Balas pesanku kepada Adila, terheran-heran. Kegiatan MPLS sudah berlalu, dimana hari itu penuh dengan kejutan. Sekarang waktunya pembagian kelas, dan Adila malam-malam chat kepada ku karena salah masuk jurusan.

'Nggak tahu gua juga. Gua denger-denger kuota untuk jurusan IPS habis.' Balas Adila dengan gercap di Whatsapp.

'Lu tau dari mana?' Jawabku singkat yang langsung bercentang biru.

Semenit kemudian Adila mengirim foto daftar siswa kelas sepuluh MIPA 2, dimana itu kelasku dan bersamaan dengan Adila.

Dan benar saja, kita berdua satu kelas, tetapi Adila merasa sedih, karna dia tidak dapat jurusan IPS.

Aku mengirim pesan kepadanya. 'Udah gapapa Adila, IPS IPA juga sama aja.' Ia hanya membaca pesanku tanpa membalasnya.

Sedetik berlalu telepon masuk dari Adila, baru pertama kali aku teleponan dengannya, tumben sekali.

Aku menjawab telepon darinya, terdengar suara tangis pecah Adila, terasa sesak dan asa disana di tambah aku enggak tega mendengar suara tangis.

Aku mengawali teleponan. 'Kenapa Adila?'

'Gimana dong Meriska, gua nggak akan pernah bisa ke IPS. bisa aja gua pindah dari IPA ke IPS dengan cara gua bertukar dengan orang yang di IPS, tapi teman-temanku tidak mau bertukar.' Jelas Adila dengan sedih melanda.

Aku ingin menenangkan suasana tapi diriku terpaku mendengar sedih Adila yang terus-menerus.

'Kamu nggak ada temen lagi di jurusan IPS?' Tanyaku.

'Gaada Meriska.' Rengek Adila.

'Lu bisa gak konsultasi sama guru, bilangnya lu dari awal minat di jurusan IPS.' Tanyaku lagi kepada Adila yang pasrah.

'Gua udah kabarin beberapa guru, tetap saja gurunya bilang kalau kuota di IPS penuh.' Jawab Adila yang melanjutkan nangisnya.

'Nggak apa-apa kok Adila di IPA kan seru, terus juga kan ada gua.' Kataku berusaha menenangkan perasaan Adila.

'Gua nggak bisa itung-itungan, bakat gua juga di IPS Meriska.' Jawabnya.

'Kalau lu udah menetap lama di jurusan IPA, lu bisa kok diitung-itungan.'

'Bakat gua di jurusan IPS Meriska, gue juga pengen kuliah di jurusan hukum, pasti enggak cocok.'

'Cocok-cocok aja Adila, justru kalau di jurusan IPA nanti bisa kuliah dimana aja, jurusan hukum juga bisa.'

'Udah dong jangan nangis.' Aku terus-menerus mengoceh, mencoba Adila mengerti, jika ingin memastikan Adila kembali bahagia.

'Teman-teman gua ada beberapa di IPS dan juga IPA tapi kebanyakan IPS. Mereka yang di IPS nggak mau tukeran, mereka malah ngeledek gua, gara-gara memaksa.' Jelas Adila.

'Udah jangan didengerin, Untung aja lu sekelas sama gua di IPA.' Kataku.

'Tapi temen-temen gua yang di IPS sepertinya tidak suka gua.' Jawab Adila.

'Jangan ditemenin Adila orang kayak gitu, temenan sama gua aja. Nanti juga di kelas ada teman baru.' Usulku yang dibalas kata Adila. 'Iya Meriska.'

'Besok pagi-pagi kita barengan aja ke kelas, gua tungguin lu di depan gerbang sekolah nanti.' Usulku lagi kepada Adila.

'Iya deh, makasih Meriska, untung sekelas ya kita.' Balasnya dengan tangisan yang mereda.

'Udah dong jangan nangis.' Aku menumpah gelisah yang menghamba.

HOMUNCULUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang