Aku saat ini masih lanjut sekolah di Al-Muhajirin, kemarin malam aku sudah mendiskusikannya dengan ayahku terkait dengan pindah sekolah.
Ayahku setuju-setuju saja asalkan ia harus mencari asrama untuk tempat tinggalku di Yogyakarta, aku gelisah memikirkannya dan rasanya ingin cepat-cepat pindah.
Tapi ada pikiran lain yang menghantuiku selain tentang pindah sekolah, yaitu aku memikirkan nasib Davi dan Sonata.
Davi dan Sonata tidak mengikuti kegiatan sekolah beberapa hari terakhir, hanya karena masalahnya dengan Abie.
Disaat itu juga Abie benar-benar sudah diluar nalar, beruntungnya aku mengacaukan rencananya.
Nasib Sonata pun selamat dan kala itu ia dibonceng oleh Aqila menjauhi Abie, walaupun kabarnya saat itu juga Aqila dikejar-kejar oleh Abie.
Aku bisa menyimpulkan bahwa orang-orang disekolah ini adalah orang-orang gila, aku tidak tahan dengan kegilaan orang-orang yang lingkarannya sama denganku.
Aku tidak bisa tenang saat ini, seperti biasa aku bermanja dengan Meriska saat freeclass di jam pertama, hanya dia lah obat penenangku.
'Meriska.' aku menghampiri mejanya dan tiba-tiba responnya buruk kepadaku tapi ia tetap mejalani rutinitasnya ialah memberiku susu kotak.
'Jangan bahas dan jangan dipikirin masalah Abie! Gua juga pusing mikirinnya.' kata Meriska, tidak mau ikut dengan masalah mereka.
Aku yang orangnya benar-benar peduli pun tidak setuju dengan Meriska 'Gua gabisa enggak peduli, mereka berdua temen gua, dan gua gasuka mereka marahan kayak gini.'
'Kasian sih iya Bas. Tapi ini kan masalah mereka. Jadi yang menyelesaikannya hanya mereka, bukan lu! Sekarang pikirin aja diri lu sendiri.' Meriska berkata seperti itu, karena ia sayang denganku. 'Pokoknya kalau lu ikut campur dengan masalah mereka, kita gausah kayak gini lagi.'
Entah mengapa aku merasa sangat terpojok, memang apa yang dikatakan oleh Meriska itu benar. Namun, tetap saja aku tidak bisa membiarkan teman-temanku terpecah belah. Apalagi Davi yang depresi sebab masalah itu, aku harus membantunya karena itu semua adalah suatu kebaikan manusia yang harus dilakukan.
'Lu enggak mau bantuin kalau temen lu susah? Tata juga lagi susah lho sekarang.' ucapku dengan tatapan sendu.
'Bukannya enggak mau bantuin, tapi ini masalahnya rumit.' balasnya terkesan ia tidak merasa terbebani, atau mungkin hanya diriku saja yang benar-benar terbebani.
Aku terdiam sambil meminum susu yang diberikan Meriska lalu menatap pintu kelas, ada orang yang lumayan telat, masuk kekelas. Orang itu ialah Davi.
Aku langsung menghampirinya dan menanyakan kabarnya, namun respon ia lebih buruk dari Meriska.
Wajahnya yang kusut, ekspresinya yang gelap menusuk, terlihat seperti orang dengan semangat yang berantakan.
'Davi? Lu gapapa kan?' tanyaku penuh khawatir, lalu ia menjawab.
'Gapapa Bas, masalahnya udah kelar walaupun gua masih selalu dipantau sama Abie.'
Apa yang dikatakan oleh Davi itu hanya kebohongan semata, ia pasti masih gelisah dan aku harus membuat Davi kembali seperti sedia kala itu.
'Udah dong, nanti gua urusin masalah lu biar enggak manjang. Lu sama Abie itu satu tongkrongan, gamungkin lu berdua saling berselisih.' Davi merasa tersentuh karena kepedulianku terhadapnya. Tapi apa boleh buat, masalah ini tidak bisa diselesaikan begitu saja.
'Gausah Bas, yang penting gua enggak dibunuh sama dia.' Davi mulai tersenyum menahan ketawa, setelah aku memanasinya dengan candaan. Dia pun akhirnya tertawa dengan liurnya yang teracak-acak.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOMUNCULUS
RomanceWaktu memang selalu berjalan kedepan dan tidak pernah mundur. tapi apa yang terjadi ketika waktu berulang kembali. berkisah Meriska yang baru masuk SMA jatuh hati kepada Abas. Terukir kisah cinta mereka yang penuh warna sampai akhirnya hubungan mere...