Chapter 1 Risa Saat ini

134 11 2
                                    

Sebulan sudah aku berdiam diri dan merasa cukup kacau akan hidupku yang terjadi hanya dalam beberapa bulan saja, kebahagiaan yang terjadi hanya dalam sekejap lalu dijatukan kejurang tak berdasar, hingga aku terpuruk terutama dalam sebulan ini. Hanya mengurung diri dan meratapi nasib, menangis tersedu-sedu setiap hari. Berdiam diri di kamar dan tidak ada aktifitas. Penyesalan datang, andai saja aku tak mengundurkan diri pada pekerjaan ku sebelumnya pasti aku saat ini masih bekerja walau situasi ku saat ini tidak baik, ada hal yang bisa ku kerjakan untuk menjadi pelampiasanku, itulah pikiranku saat ini.

"Dana sialan", kesalku, "Semoga kau selalu sial di hidupmu", gerutuku terus menerus dan berkata buruk pada seseorang bernama Dana, tepatnya Pradana Winaka mantan suamiku.

Pagi ini adalah hari Jumat, jam menunjukan pukul 10.00 pagi. Tentu masih pagi untuk ku walaupun matahari sudah bersinar cerah terlihat pada cahaya yang masuk melalui jendela ku. Satu bulan ini aku hanya berdiam diri, keluar kamar hanya jika lapar dan tentunya kamar mandi untuk melakukan hal alami disana.

Sesedih apapun, makan dan tidur adalah kewajiban. Patah hati, dipecat atau hal buruk lainnya boleh saja terjadi namun untuk tetap bisa bernapas dan hidup harus makan dan tidur bukan?. Rutinitas yang sama satu bulan ini berakibat kenaikan berat badannya bertambah. Ya ampun, mungkin ini yang namanya sakit hati bahkan lebih sakit ini rasanya.

Jika saja Dana sialan itu tidak selingkuh dan menceraikan ku, aku bisa hidup bahagia mungkin saat ini. Dan tentu ibu tidak akan mengasihani ku, tentu dia akan sangat bahagia karena anak satu-satunya menikah dengan seseorang yang ia cintai. Ia, aku sangat mencintai Dana. Ia adalah laki-laki pertama yang singgah di hatiku.

Entah hal ini bisa disebut sebuah perselingkuhan atau bukan, aku merasa aku dikhianati oleh laki-laki itu.

Namun, apa yang kudapat, hanya sebuah perceraian. Menikah hanya selama 6 bulan. Dalam hati selalu ku ucap, Ibu, maafkan aku. Tangisku membasahi pipiku lagi.

"Tuk tuk tuk......", suara ketuk pintu kamar, yang tentunya itu adalah ibu, merusak suasana senduku. Segera ku hapus air mataku dengan selimut yang sedari tadi melilit tubuhku.

"Kak, makan nih ibu bikin nasi goreng sama telur ceplok", ucap ibu seraya mengetuk yang hanya beberapa detik lalu kembali ke dapur, surga bagi semua ibu di rumah.

"Iya bu", sahutku menjawab panggilan ibu. Segera ku keluar dari persembunyianku yaitu selimut hangat dan bau karena sebulan ini tak penah tersentuh air.

Kini ku duduk manis dengan tampilan super kusutku, rambut berantakan tak tersisir dengan ikat rambut tak rapi, pakaian tidur yang warna nya cukup tak jelas karena sudah sebagian memudar karena sudah cukup lama ku pakai namun tetap sangat nyaman rasanya.

Ku ambil suap demi suap nasi goreng dan telur ceplok buatan ibu.

"Ibu gak makan?" tanyaku pada ibu yang sedang mencuci piring di depan wastafel,

"Tadi ibu udah makan duluan kak", jawabnya singkat tanpa menoleh.

"Oh iya kak, kakak ada rencana kerja lagi gak?" Tanya ibu padaku namun kali ini sambil menoleh padaku, dan menghentikan kegiatan cuci piringnya.

"Kayaknya kerja lagi aja ya bu, uangku sudah habis bu." Jawabku seraya mengunyah.

"Udah lamar-lamar berarti kak?" Tanya ibu lagi seraya mengelap sekitar wastafel yang sudah selesai dan terlihat rapi bersih.

"Siang ini bu, mau mulai lamar-lamar lagi kayaknya." Jawabku pada ibu, Ibu langsung duduk berada tepat di samping kursi makanku.

"Kalau kakak masih belum siap kerja lagi, gak apa-apa kak gak usah dipaksain, kemarin ada temen ibu ngasih tau katanya laundry dia lagi butuh orang bantu-bantu, ibu mau bantu disana buat bantu keuangan kita kak", pernyataan ibu membuatku terdiam dari lahapan terakhir nasi goreng ku pagi itu.

"Gak, ibu gak boleh kerja, ibu dirumah aja" jawabku cepat.

"Ibu bosen di rumah kak", ku lihat ibu tak menatap wajahku namun sedikit menata meja yang kulihat meja makan tidak begitu berantakan.

"Gak boleh, doaian aku aja bu biar cepet dapet kerja lagi ya bu" jawabku sembari membawa piring dan gelas makan ku ke wastafel. "Ibu dirumah aja, lagian uang Alm bapa masih cukup kan bu buat sehari-hari kita, kita gak punya hutang juga", jawabku dengan nada terdengar kuat.

"Amin kak, ibu doain selalu untuk kakak, yang terbaik untuk kakak", jawab ibu menenangkan diriku. "Oh iya kak, ibu mau kepasar sama Bu Ami, kakak mau titip apa?" Tanya ibu padaku. Ibu Ami, tetangga disamping rumahku. Ibu hanya berteman dengan Bu Ami, karena dibandingkan dengan ibu-ibu lain yang sangat heboh dan kerjanya hanya bergosip dan pamer kekayaan, hanya Ibu Ami yang sangat ramah dan walaupun hidupnya amat sangat sempurna bahkan jika dilihat dari ekonomi keluarganya.

"Titip buah aja bu, mau semangka ya bu setengah potong aja", sahutku seraya meninggalkan ibu. Kulihat sekilas Ibu menutup beberapa sambal dan piring-piring di meja makan dengan tudung saji dan sepertinya bersiap-siap untuk pergi bersama bu Ami.

Setelah makan, aku bergegas ke kamar mandi. Dalam kamar mandi aku merenung sekitar 30 menit dan hanya berdiam diri dengan menatap kaca. Aku tidak bisa seperti ini terus, harus melanjutkan hidup apapun yang terjadi. Kebahagian kita yang tentukan, walau pada akhirnya tuhan yang mengijinkan. Tidak peduli sesedih apa diriku, aku tidak ingin kalah dengan situasi buruk ku saat ini. Sepertinya setan sedang menertawakan ku saat ini, melihat betapa suramnya keadaanku saat ini. Marah,kesal, sedih tak menentu, hanya mengurung diri di kamar.

Namun, kulihat ibu tidak terlihat sedih akan kejadian ini. Ibu tetap senyum, tetap mengerjakan kegiatan yang biasa dia lakukan. Mungkin air matanya sudah habis ketika adiku meninggal ketika dalam kandungan hanya sekitar 2 bulan saja, lalu di susul 10 tahun kemudian ayah yang meninggalkan kami karena serangan jantung. Air matanya telah habis, namun aku yakin tidak dengan hatinya. Aku mencoba menjadikan ibu sebagai motivasiku bangkit, entah apa yang ada di hadapanku kelak, aku tidak peduli.

Hari itu, aku mencoba melamar kecukup banyak tempat kerja melalui email dan beberapa webite lowongan kerja. Tentu rasa malas tumbuh cukup besar, ku putuskan ku kirim melalui online terlebih dahulu. Seminggu penuh ku lakukan itu. Namun belum kunjung ada hasil.

Dengan pengalaman kerja baru 2x semenjak lulus kuliah, selama 2 thn dan 1 thn sepertinya bukan pengalaman yang buruk.

Siang itu aku mengajak ibu ke Mall untuk melihat beberapa Flatshoes yang rencana akan aku pakai ketika ada panggilan interview nanti. Lalu membeli beberap kaos yang sangat aku inginkan, agar ada baju baru mengisi lemariku yang kulihat pagi tadi cukup banyak pakaian lamaku masih terlipat rapi disana. Aku ingat sudah sangat lama aku tidak membeli beberapa pakaian. Dengan uang pas-pasan, cukup untuk hanya membeli flat shoes dan 2 kaos berwarna merah maroon dan navy, warna kesuakaan ku. Ibu tertarik membeli satu daster yang warnanya cukup menarik perhatian, namun selain warnanya harganya pun cukup menarik di bandrol dengan harga yang terjangkau.

Malam hari di kamarku, terpikirkan penawaran ibu. Bahwa teman bu Ami ada yang punya Wedding Organizer dan membutuhkan beberapa staff untuk membantu acaranya. Jika berminat bisa sebulan 2-3x dipanggil untuk bantu, walau uangnya tidak besar, kata ibu bisa untuk mengisi waktu luang bisa sekitar seminggu 1x keluar rumah agar tidak bosan dan melupakan kesedihanku.

Menunggu panggilan interview sungguh menguras pikiran, ku putuskan sambil menunggu panggilan pekerjaan yang entah dari mana datangnya, aku mengambil penawaran teman bu Ami untuk bekerja sambilan di WO nya. Hanya seminggu atau 2 minggu sekali tidak begitu buruk.

NOTE: Masih monoton Chapter 1 yah.... Lanjut next chapter biar lebih rame.

Marriage AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang