38

16 6 0
                                    

Dinda mengganti seragam kerja itu dengan pakaiannya sebelum pulang
"Alhamdulillah beres juga"

Dinda berjalan melewati lorong rumah sakit sambil mengencangkan jaket nya karna udara malam cukup dingin

"Dinda" panggil seseorang, ia mengerahkan pandangannya ke sumber suara

"Pak dokter" ucapnya saat melihat fernan berdiri di depan mobil. Fernan berlari kecil ke arah Dinda

"Mau pulang" tanya nya lalu dibalas anggukan kecil oleh Dinda "udah malem"

"Kenapa emang dok ?"

"Mau bareng ?"

"Gak usah dok, saya bisa naik angkot"

"Yakin masih ada angkot Jam segini ?" Tanya fernan

Dinda melirik arloji di tangannya menunjukan jam 22:13. Memang malam ini ia pulang lebih larut dari biasanya

"Gimana ?" Tanya fernan

Dinda berfikir sejenak
"Maaf ya pak dokter saya ngerepotin" ucap dinda tak enak. Fernan terkekeh melihat dinda

"It's ok" senyumnya lalu berjalan diikuti oleh Dinda dari belakang

Dinda duduk di depan bersama fernan. Dadanya berdegup lebih kencang dari biasanya. Tak tahu kenapa "mungkin karna rasa tak enak" batin Dinda

"Udah makan" tanya fernan

Satu detik
Dua detik
Tiga detik

"Din" masih tak ada jawaban "ekhem" dehem fernan berhasil mengambil perhatian Dinda "ngelamun ?"

"E-enggak"

"Kok saya ngomong di diemin" ucap fernan sambil menyetir mobil

"Emang dokter ngomong apa" tanya Dinda sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal

"Udah makan ?" Ulang fernan

"U-udah"

"Temenin saya makan mau ga ?"

Dinda berfikir sejenak. Jika ia mengatakan tidak. Apakah pantas "hanya menemani hanya sebentar kok" batin Dinda

"Gimana" tanya fernan memastikan lalu diangguki oleh Dinda "tapi kok kamu kayanya gak ikhlas nemenin saya makan"

"Ikhlas kok ikhlas" elak Dinda.

Fernan mengangguk-anggukan kepalanya mengerti lalu memutar sebuah lagu agar suasana tidak terlalu canggung

Mobil berhenti di sebuah restaurant mewah membuat mata Dinda terbuka sempurna

"Yuk turun" ajak fernan

"Saya kayanya disini aja deh dok"

"Janji adalah janji, ayo" ajak fernan

Dinda membuka pintu mobil lalu mematung di tempat

"Ayo" ajak fernan. Dinda mengikuti fernan dari belakang. Saat menyadari Dinda tak ada di sampingnya Fernan menghentikan langkahnya lalu melihat ke belakang dimana Dinda pun berhenti mengikuti fernan. Fernan berjalan menghampiri Dinda dan tanpa izin menautkan jari-jarinya di sela-sela jari-jari Dinda. Kaget dengan yang dilakukan fernan Dinda menatap tangannya dan wajah fernan bergantian

"Mau makan apa" tanya fernan setelah mereka sampai

"Saya cuma nemenin aja kan pak" ucap Dinda mengingatkan

"Saya bilang nemenin bukan liatin kan" bantah fernan memberi penekanan pada kata nemenin "gak papa walau pun makan sedikit"

"Tapi pak sa......"

"Mbak" panggil fernan pada seorang pelayan. Pelayan yang dipanggil fernan pun menghampiri "saya mau ini dua ya'" pintanya sambil menunjuk makanan yang dipilih pada buku menu "minumnya saya mau coklat hangat dua" lanjutnya

"Baik pak" patuh pelayan itu lalu pergi untuk menyiapkan pesanan fernan

"Pak saya ud....."

"Kalo kamu gak mikirin perut kamu setidaknya kamu mikirin saya" potong fernan datar. Pria yang berstatuskan seorang dokter itu memang selalu menunjukan ekspresi wajah sesuai dengan perasaannya. Bila ia merasa senang akan suatu hal wajahnya akan berseri-seri begitupun sebaliknya. Sungguh, ia memang tak pandai berakting tak terkecuali terhadap pasiennya sendiri

Dinda yang mendapat tatapan datar dari fernan hanya bisa terdiam pasrah. Toh mau bagaimana lagi, jungkir balik sekalipun ucapan fernan tak terbantahkan

Tak perlu menunggu waktu lama pesanan mereka telah siap. Begitu menggugah selera pikir Dinda saat melihat hidangan di hadapannya ditambah segelas coklat hangat minuman kesukaannya

Fernan makan dengan santai sesekali mengecek ponselnya

"Saya ganggu waktu dokter ya ?" Tanya Dinda ragu setelah menelan makanannya

"Ganggu gimana" balas fernan tak mengerti

"...ya itu.... Pacar dokter"

"Saya gak punya pacar" jawab fernan sambil mengulum senyum

"Tappii....."

"Ini" sambil menunjukan layar ponselnya pada Dinda menampilkan ruang chat dengan Albara yang merengek memintanya untuk segera pulang

Ah Sial. Entah kenapa pipi Dinda memerah. Sekarang Dinda melihat fernan menatapnya dengan senyuman khasnya

Dinda segera memakan-makanannya sambil menundukan kepalanya. Malu coy

"Abis ini mau kemana ?" Tanya fernan setelah mereka selesai dengan makan malamnya

"Kayanya kalo saya pulang aja deh pak soalnya ini udah larut banget. Ibu pasti khawatir"

"Oke" sambil mengangguk-angguk an kepala

Awalnya aku males banget mau nulis tapi tadi pas aku buka ada notif salah satu dari reader. Gila sih mood aku langsung Dateng
Makasiiiii

Jangan lupa buat VOTTE, COMMENT dan FOLLOW nya untuk lanjut ke chapter selanjutnya

See you next my chapter

ADINDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang