01; Pagi bersama Bapak

1.4K 56 12
                                    

Waktu itu Bapak pernah bilang, Bapak sama Ibu sering sibuk jadi maaf kalo sering gak ada waktu buat ngobrol sama sama. Tapi setiap ada waktu, Bapak usahakan buat ngobrol sama anak anak Bapak.

...

Suasana pagi itu tampak berbeda dari biasanya, jika pagi pagi lainnya mereka hanya sarapan bertiga, pagi ini entah ada hujan angin dari mana sang kepala keluarga turut ikut melengkapi kebahagiaan mereka.

Hari ini, kebetulan hari Kamis dan bertepatan dengan hari libur Buruh Nasional. Tentunya semua lembaga sekolah libur begitupun kantor tempat Sang Bapak kerja.

Aroma khas masakan rumahan mulai membangunkan indra si paling kecil, ia menggeliat di samping Bapaknya. Si kecil bukan tipe anak manja yang akan ikut tidur orang tuanya setiap hari atau yang sering numpang tidur di kamar Mas nya. Namun tadi malam, saat sang Bapak bilang besok libur tidak bekerja, ia menjadi orang yang paling bersemangat, semangatnya menggebu-gebu sambil bilang.

"Mau tidur sama Bapak, mau tidur sama Bapak, adek nggak mau tidur dikamar maunya sama Bapak"

Kedua orang tuanya sampai terbahak-bahak mendengar ucapan lucu si kecil. Begitu juga sang Sulung, meskipun ia hanya tersenyum kecil tanpa memandang, ia turut bahagia. Selama ini sangat jarang keluarga mereka menghabiskan waktu seharian penuh bersama sama. Banyak waktu yang dikorbankan untuk alasan cari uang, cari ilmu, cari pengalaman, dan hal hal duniawi lainnya.

Tidak hanya dari pihak Bapak yang sering tidak ada waktu, ia pun juga begitu. Kehidupan SMA membuatnya harus ekstra belajar banyak hal. Ibunya juga, menjadi ibu rumah tangga sekaligus pemilik rumah makan yang tidak bisa dibilang kecil itu terkadang membuatnya kelabakan hingga melupakan hal hal kecil untuk dirinya sendiri.

Namun bagaimanapun juga, mereka bahagia. Bahagia karena masing masing dari mereka bisa mewujudkan apa yang mereka mau, tanpa halangan apapun.

Mas Arka, begitulah panggilan sayang dari Bapak dan Ibu nya, awalnya panggilan itu hanya untuk memberikan contoh bagi si kecil agar tidak memanggil kakaknya hanya dengan nama. Dan panggilan itu nyatanya masih awet sampai sekarang, Arka yang terbiasa di panggil Mas, dan Bintang yang biasa di panggil adek.

Dalam rumah tersebut tidak ada yang boleh memanggil satu sama lain hanya dengan nama. Budaya kami meyakini hal tersebut tidak baik dalam norma masyarakat kita.

Kadang hal itu membuat si sulung berpikir, kira kira apa yaa yang akan Tuhan berikan untuk mencoba mereka. Namun, ia segera menepis pikiran tersebut. Takut jika nanti ia tidak kuat dengan kenyataan pahit yang akan terjadi di masa depan.

Tidak jauh jauh dari situ, Hanafi sebagai kepala rumah tangga juga sering berpikir, apa yang akan ia siapkan untuk nanti jikalau keluarganya diterpa ombak besar. Apa yang akan ia berikan untuk menenangkan mereka, apakah ia nanti masih bisa bilang bahwa
"Selama ada Bapak, jangan khawatir apapun".

Tanggung jawab sebagai kepala keluarga kadang membuatnya berpikir, apakah ia bisa. Selama ini ia hanya bergantung pada Bapaknya juga, apakah nanti ia bisa menjadi pilar yang akan di jadikan tembok kokoh untuk melindungi keluarganya. Hanafi juga manusia biasa, begitupun ketiga anggota keluarga nya. Mereka hanya bisa lari padanya, sambil mengeluhkan segala macam kegundahan yang dimilkinya. Hanafi suka, ia merasa dibutuhkan dan dihargai kehadirannya. Tetapi, adakalanya ia juga butuh mengeluh. Beberapa orang berkata, jika sudah menikah, tempat mengadu paling tepat selain Tuhan adalah istri. Hanafi sangat mencintai istrinya sehingga kadang ia tidak tega membagi cerita sulitnya pada sang istri.

Rumah Kecil Itu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang