Ada satu hal yang tidak bisa dimengerti oleh seorang anak.
Kenapa orang tua gemar sekali menyembunyikan hal besar yang menyakitkan, padahal jika tidak disembunyikan mungkin tidak akan sampai sesakit ini....
Arka masih setia menatap kearah jendela, menolak semua bentuk teguran maupun sapaan dari beberapa orang yang datang. Arka masih marah, egonya masih ia pertahankan di posisi tertinggi, hatinya masih cukup sakit karena merasa telah dibohongi.
Kenapa?
Kenapa ia harus baru tau sekarang? saat Ibu nya sudah berada di ambang batas. Kenapa?
Arka kembali menatap sang adek kemudian tak sengaja melihat buah buahan segar yang tadi sore dibawa oleh teman temannya.
Ketiga temannya tadi sempat menemani nya, mereka tidak mau pulang sehingga Kakung nya sendiri yang harus turun tangan.
Netranya beralih melihat jam di dinding depannya. Sudah cukup malam dan sepi.
Dengan kaki tertatih sambil menyeret tiang infus, Arka meninggalkan ruangannya untuk mencari ruang ICU tempat Ibunya tidur.Bapak bilang, kita nggak tau Ibu bisa bertahan sampai kapan. Oleh karena itu, Arka ingin menghabiskan waktu lebih lama disana.
Pandangannya menangkap siluet sang Bapak dan Kakeknya tengah tertidur dengan posisi duduk di kursi depan ruangan. Ia berjalan pelan pelan agar tidak membangunkan, tapi sepertinya sang Kakek sadar.
"Arka...." lirih Kakek.
Arka menaruh telunjuk didepan bibirnya sambil tersenyum, memberi tanda bahwa ia tidak mau sampai Bapaknya bangun.
Kakek mengangguk dan bangkit dari posisinya, membantu Arka berjalan.
"Arka boleh liat Ibu ke dalem nggak Kek?" tanya Arka berbisik.
"Belum ada yang boleh masuk le, tapi kalo sampean mau liat, bisa liat dari depan sini"
Arka menaruh atensinya penuh ke depan sana. Ibunya, seorang wanita yang telah berjuang melahirkan dan membesarkan nya kini berbaring lemah disana. Apa yang terjadi pada Ibu sebenarnya. Kenapa bisa situasi jadi serumit dan sesulit ini.
"Bapak baru istirahat ya Kek?" tanya Arka masih berbisik.
Kakeknya mengangguk. "sudah Kakung bilangi untuk pulang ke rumah tapi tetap nggak mau le"
Saat kakeknya menyebut kata 'rumah', Arka jadi ingat.
"Rumah bapak gimana Kek?"
Kakeknya atau yang lebih sudah dipanggil Kakung itu terdiam, seperti orang yang bingung untuk memberi jawaban.
"Habis ya kung?" tebak Arka lirih sambil menahan tangisannya.
Pria paruh baya itu iba dan kembali merangkul sang cucu, diusapnya punggung rapuh itu sambil merapalkan beberapa kalimat penenang meskipun ia tau bahwa tidak akan ada yang berhasil.
Lama mereka dalam posisi itu, sampai mereka dikagetkan oleh sapaan Hanafi.
"loh Mas Arka? kok keluar Mas?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Kecil Itu ✔
Ficción GeneralDulu, dulu sekali Hanafi bermimpi memiliki rumah kecil yang akan ia jadikan tempat berlabuh, tempat merajut kasih bersama keluarga kecilnya kelak. Namun Tuhan justru memberinya hal lain, sesuatu yang akan membawanya pada arti Rumah sesungguhnya. Bu...