Berat memang, tapi merelakan jauh lebih baik dari pada menahan apa yang sudah tidak bisa bertahan.
...
Hanafi menatap kosong ke arah foto yang terpajang cantik di meja kerja nya. Nampak simetris dengan objek di dalamnya, sama sama cantik namun tak bisa lagi di sentuh rautnya.
Satu minggu sudah sejak kepergian sang istri, Hanafi belum bisa kembali ke aktifitasnya seperti biasa, begitupun dengan Arka yang masih betah mendiamkannya bak tidak ada waktu untuk bicara padanya. Bintang akhirnya dibawa oleh sang Ibu untuk dirawat di rumahnya, mengingat keadaan dua orang dewasa yang masih tidak memungkinkan untuk merawat anak sekecil itu.
Arka egois, Hanafi juga egois. Tidak memberi tahukan perihal sang Ibu pada anak sulungnya yang sudah beranjak dewasa sampai takdir merenggut waktu mereka. Arka tidak bisa lagi melihat raut indah ibunya, tidak bisa lagi meminta nasihat nasihatnya, tidak bisa lagi mengadu hal hal sepele pada Ibunya. Hanafi tau, Arka tidak bisa begitu terbuka padanya. Oleh karena itu, ia memberikan Arka sedikit waktu, untuk merenung dan mengikhlaskan meskipun dirinya sendiri pun merasa kesulitan.
Hanafi memberi waktu untuk menyembuhkan luka luka nya sendiri.
Sendirian.
Netranya mengedar ke sekelilingnya, menangkap cuaca buruk pagi ini. Awan mendung menyelimuti langit langit kota Jakarta, menyalurkan udara dingin pada setiap makhluk yang bisa merasakan, mengirimkan kesenduan di setiap hilir udara. Seolah mendukungnya dalam berlarut-larut pada kesedihan.
Drrttt... drrt...
Getaran di atas meja menyadarkannya sejenak. Hanafi mengusap pipinya yang sedikit basah oleh titik-titik air mata yang tanpa ia sadari perlahan kian menurun.
Ibu is calling
Tanpa aba aba ia langsung menggulir ikon hijau di layar ponselnya, diam sejenak sampai terdengar suara menyapa dari seberang. Sebuah suara yang sudah lama sekali tidak menyapa gendang telinganya. Satu kata yang ada di benaknya sekarang.
Rindu.
"Bapak..... Bintang mau pulang!!!!"
Rajuk suara kecil itu, mengingat sudah satu Minggu penuh sejak kepergian Ibunya, bocah kecil itu pun di bawa pulang oleh orang tuanya. Di rawat disana sampai keadaan rumah mereka bisa kembali seperti semula. Namun sudah satu Minggu pula tidak ada perubahan apapun. Dua manusia disana masih betah dengan kesedihannya sendiri sendiri.
"Iya nanti pulang ya Dek..."
balas Hanafi ragu, apakah setelah ini ia bisa pura pura bahagia di depan anak bungsunya yang masih kecil(?). Menampilkan kesedihan di depan si sulung tampak tidak apa apa karena Arka pasti memahaminya, namun di depan Bintang.Hanafi harus bagaimana. Apakah ia bisa....
"Bapak sudah makan? Bintang sudah makan sama nasi goreng tadi di suapi Uti."
Suara ceria dari sana menciptakan lengkungan di bibir tipis sang pendengar. Hanafi beruntung sekali.
"Belum, Bapak masih mau makan dek... jangan lupa berangkat sekolah ya... bilang ke Uti nanti pulang sekolah Bapak yang jemput"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Kecil Itu ✔
Ficción GeneralDulu, dulu sekali Hanafi bermimpi memiliki rumah kecil yang akan ia jadikan tempat berlabuh, tempat merajut kasih bersama keluarga kecilnya kelak. Namun Tuhan justru memberinya hal lain, sesuatu yang akan membawanya pada arti Rumah sesungguhnya. Bu...