Batu kecil itu hanyalah pengiring, tapi ombak besar adalah sesuatu yang harus dihadapi apapun yang terjadi. Setiap orang pasti punya ombaknya masing masing.
Pilihan mereka hanya 2, menerpa ombak dan bertahan, atau seperti pengecut yang berlari menjauhi ombak....
Arina merogoh sakunya, memastikan bahwa benda kecil berwarna putih itu masih disana. Wanita itu memang sengaja beralasan ke kamar mandi dan keluar kamar, untuk memeriksa darahnya karena ia sudah merasa sedikit sesak. Niatnya, ia juga akan meminum beberapa butir obat tapi kedatangan Arka yang tiba tiba menggagalkan niatnya. Arina pun pasrah, ia tidak sempat meluangkan waktunya lagi untuk dirinya sendiri, karena di dalam sana ada keluarga nya yang harus ia urus.
Pintu kamar Dafodil 4 terbuka pelan, menampilkan si anak kecil yang tengah fokus pada ponsel yang menampilkan kartun populer Upin Ipin di tangan Bapaknya. Arina tidak tahu sudah berapa lama mereka di posisi itu.
Bintang tidur di lengan kiri Hanafi dengan tenang sedangkan tangan kanan Hanafi memegang ponsel sebagai tontonan favorit Bintang sembari menunggu Ibu nya datang. Untung saja ranjang pasien yang Bintang tempati adalah ranjang pasien yang besar jadi cukup untuk tidur berdua dengan orang dewasa.
"Eh Ibu udah dateng... Waktunya minum obat jagoannnnn..." Seru Hanafi semangat.
Hanafi langsung menaruh benda pipih tadi di atas nakas, lalu membantu Bintang untuk duduk tegak agar memudahkan proses minum obatnya.
Arina tersenyum teduh menanggapi, ia juga sedikit membantu merapikan selimut dan posisi duduk sang anak.
"Sudah siap minum obat jagoan???" Tanya Ibu ikut ikut memanggil nya dengan panggilan kesayangan dari Bapak.
Bintang mengangguk lemas, sudut bibirnya ikut terangkat sedikit saat mendengar panggilan tersebut keluar dari mulut si Ibu.
Ini adalah pertama kalinya Ibu memanggil nya dengan sebutan itu, hanya Bapak yang selalu memanggil nya "jagoan" , Mas nya sering memanggil nya Adek atau Jagoannya Bapak. Sedangkan Ibu, selalu memanggil nya Adek.
Bintang ingin mengekspresikan kegirangan nya, namun tidak bisa. Akhirnya ia hanya bisa tersenyum sedikit untuk memberi isyarat pada Ibu bahwa ia senang di panggil dengan sebutan itu oleh Ibunya.
"Okey,, Ibu ambil dulu yaa obat kecil sama minuman obatnya" ucap Arina, lalu mengambil obat yang tadi ia letakkan di laci nakas. Tidak hanya obat, Arina juga mengambil pisang yang tadi pagi Serly antar.
Hanafi tersenyum simpul, lucu sekali analogi yang Istrinya sampaikan agar Bintang mudah paham.
"Ini, Bapak pegang dulu sendoknya... Habis Adek selesai minum obat kecil terus giliran minum minuman obatnya..."
Hanafi menurut saja, sendok yang sudah terisi sirup merah itu di letakkan di tangannya. Menunggu giliran untuk diminum.
Bintang meminum obat pil kecil yang Ibu berikan dengan bantuan pisang. Arina masih tidak tega jika kerongkongan kecil Anaknya tersiksa karena obat kecil pahit itu. Akhirnya ia mengide agar Bintang dapat minum pil kecilnya dengan pisang.
Arina sudah mengkonsultasikan nya dengan Dokter, dan Dokter bilang itu aman. Jadi Ia teruskan.
Setelah selesai dengan pil, kini giliran Hanafi yang maju. Menyuapkan satu sendok sirup merah yang akan membantu meredakan panas sang anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Kecil Itu ✔
General FictionDulu, dulu sekali Hanafi bermimpi memiliki rumah kecil yang akan ia jadikan tempat berlabuh, tempat merajut kasih bersama keluarga kecilnya kelak. Namun Tuhan justru memberinya hal lain, sesuatu yang akan membawanya pada arti Rumah sesungguhnya. Bu...