[13]

732 112 1
                                    

Gila. Tapi Yeonjun tentu akan mengingat dan percaya pada perkataan Soobin setelah dokter itu mendengar cerita Yeonjun melalui telfon mereka malam itu.

"Aku akan memindahkan Soobin ke luar kota, seperti Busan atau Jeju misalnya. Dan kau akan menetap di Seoul dan mengambil alih perusahaan kimia yang siap diluncurkan."

Mengingat hal itu membuat Yeonjun kembali tak tenang. Namun Soobin mengingatkan bahwa sejauh apapun jarak mereka, Soobin akan tetap mencintai Yeonjun dan bersama Yeonjun, dan sebaliknya Yeonjun akan terus bersama dan mencintainya walaupun jarak terjauh memisah mereka sekalipun.

Ia menghela nafasnya lelah lalu menarik selimut yang akan segera ia tinggalkan. Rasanya seluruh kenangan yang sudah ia lalui di panti bagai menggerogoti hatinya. Kerongkongannya terasa tercekat.

Sadarkan Yeonjun bahwa ia sudah menjadi remaja dewasa normal diusianya.

Berat rasanya meninggalkan keluarga barunya disini. Ia bahkan lebih memilih untuk tetap tinggal dianggap sebagai pasien daripada harus kembali ke rumah yang bukan rumah untuknya. Harusnya kemarin ia berbohong saja lagi dengan orang tuanya. Namun Dokter Kim dan Soobin sudah mengingatkannya untuk jangan melarikan diri lagi dari permasalahan hidupnya.

Permasalahan ada itu karena manusia selalu diselimuti dengan beragam dan bervarian rasa kehidupan.

Jika diselimuti daun pisang namanya lemper.

Yeonjun menghela nafasnya setelah ia memandangi langit langit kamarnya. Merasakan beban yang tiba tiba terasa memberatkan kedua pundaknya.

Ia merindukan Soobin. Dan kalimat penenang yang bagai sihir kala Yeonjun sedang bersedih.

***

"Sesekali datanglah kemari, aku pasti akan sangat merindukan bocah kecil sepertimu" bisik Yeji sambil melepaskan pelukannya dari Yeonjun.

Seluruh petugas panti sedang mengantar kepergian Yeonjun yang dijemput oleh supirnya. Jika ia gila, ia akan menyurug supirnya pulang dengan mobil kosong. Namun, janji tetaplah Janji. Yeonjun akan menepati janjinya dan menjadi sosok yang lebih baik lagi agar ia bisa kembali bertemu dengan keluarganya di panti.

"Tolong katakan pada Nenek Cho, aku akan berperang" Mina, tertawa kecil mengangguk mendengar permintaan Yeonjun yang selama ini sering kali mendengarkan celoteh pasien yang bernama Nenek Cho, yang kerap kali mengatakan perkara medan perang dan semacamnya.

"Jaga dirimu, jangan lupa makanlah dengan lahap ya?" Jihyo tersenyum hangat disambut anggukan patuh Yeonjun.

"Jika butuh lawan bermain game, hubungi saja kami, Jun!" Yeonjun terkekeh melihat kelakuan Dokter Min dan Dokter Jeon.

"Jika butuh penyusunan aturan, kau bisa menghubungiku" tegas Dokter Kang disambut tawa dari seluruh petugas disana.

Yeonjun menarik nafasnya panjang sebelum perlahan meninggalkan mereka semua. Rasanya sakit berpisah dengan mereka walaupun baru saja 3 bulan bersama. Ditambah Soobin tidak bisa mengantar kepergiannya dari sana.

Dengan pulangnya ia, medan perang sedang menunggunya. Menunggu semangat Yeonjun untuk bisa membuktikan bahwa dirinya pantas untuk hidup dengan bebas sesuai kemauannya.

***

Soobin menghela nafasnya lega kala ia berhasil menyelesaikan pekerjaannya. Kemudian netranya beralih menatap layar ponselnya. Wajah Yeonjun ketika ia terlelap. Sang dokter menarik senyum dibibirnya, mengulas senyum termanis yang hanya bisa terlihat kala netranya menatap sosok pujaan hati. Rasanya lelah yang ia rasakan sedari pagi tiba-tiba lenyap kala melihat wajah damai Yeonjun yang terlelap.

Mudah bagi Soobin untuk jatuh hati, sederhana melabuhkan hati pada seseorang yang tak pernah ia anggap spesial sekalipun. Apapun yang ia lakukan, semuanya adalah kebiasaannya semata, namun pembicaraan pertama mereka hari itu terasa sangat berbeda dari deretan pasien lainnya, ditambah

Yeonjun yang benar benar berbeda dari semuanya. Sosok itu benar benar penuh kobaran api semangat setiap harinya, namun ada sorot kesedihan dan kesepian di ekor matanya. Merasakan ada pintu kecil disana, Soobin mengetuknya. Tak menyangka ia justru akan menitipkan hati kecilnya didalam ruangan kecil milik Yeonjun.

Baginya, Yeonjun itu seperti matahari yang bersinar terang diatas rumput hijau.

Euphoria itu benar benar sulit dideskripsikan oleh sosok yang jarang berbicara semenjak kepergian Ibunya. Melihat anaknya yang jarang berbicara, Ibunya mengirimkan sosok teman berbicara melalui Yeonjun.

Soobin memejamkan matanya sejenak. Merasakan kelegaan yang menjalar pada setiap inci tubuhnya. Kemudian membuka netranya perlahan dan meraih ponselnya.

"Aku sedang makan dan lagi lagi kau tiba tiba memamerkan wajah lelahmu—"

Soobin tertawa kecil melihat sang kekasih tengah asik menyantap cemilan malamnya. Dilihatnya ruangan itu sedikit berbeda dari yang biasa ia lihat.

"Pumpkin makan apa? sudah dirumah?" Soobin menopang dagunya kala melihat sang kekasih dengan pipi penuh tengah asik.

Yeonjun sebentar menatap Soobin dengan mulut asik mengunyah, kemudian ia mengangguk sekilas dan memasukkan beberapa cemilan lagi kedalam mulutnya.

"Aku merindukanmu, sungguh–"

Yeonjun menatap kekasihnya dari sana sendu. Rasa rindu bermunculan kembali menggerogoti

"Cepatlah pulang, aku akan memelukmu seharian" Dengan begitu sambungan terputus. Menyisakan rasa rindu yang hanya terobati sedikit.

Walaupun keduanya diselimuti ketakutan yang luar biasa akan perjalanan hubungan mereka kedepannya. Bagaimana mereka harus berjuang satu sama lain mati matin menahan rindu.

Perkara pemindahan Soobin keluar kota belum sampai pada telinganya. Bungkam, lidahnya kelu, hanya itu yang bisa dijadikan alasan oleh Yeonjun. Selebihnya ia bahkan tidak rela untuk melepaskan atau sekedar berbeda tempat dari sang kekasih. Rasanya berat dan ia tak suka menahan rindu. Jika ia memiliki celengan rindu, ia pasti sudah sangat kaya karena menahan rindunya dengan Soobin.

Dan untuk berpisah kota..? bagaimana bisa?

TBC

Dr. ChoiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang