[16]

1.4K 124 15
                                    

Yeonjun tersenyum memandangi wajah Soobin yang benar benar ia rindukan. Waktu berlalu 2 bulan, namun terasa seperti selamanya bagi keduanya. Yang lebih kecil memegangi sebuh tangan besar yang ada di pipinya, kemudian mengusapnya dan menempelkan pipi tembannya pada tangan hangat itu. 3 bulan lamanya ia tak merasakan kehadiran di sampingnya, membuatnya terasa kosong dan seperti mayat hidup yang dibangunkan untuk bekerja.

"Aku merindukanmu, aku bersumpah–" keduanya terdiam larut kemudian tersenyum dan saling menghambur ke pelukan masing masing. 3 bulan tanpa kabar, kehadiran bahkan pertemuan, benar benar lebih baik terpisah kota sepertinya.

"Aku juga merindukan masakanmu–" Soobin terkekeh pelan mendengar penuturan Yeonjun.

Ternyata masih banyak yang mendukung keduanya.

"Apakah waktu yang kita ambil sudah cukup...? aku tidak sanggup lagi–" cicit Yeonjun sambil mendongakkan kepalanya menatap Soobin yang disambut kecupan singkat di keningnya.

"Kau merindukanku eh?"

"Aku sudah bilang, Soobin!!"

"Yasudah ayo menikah saja? aku akan berbicara dengan kedua orang tuamu"

Keduanya tertawa renyah dan disambut anggukan mantap dari Yeonjun.

***

Yeonjun, surai merah itu tersenyum kecil kala mengingat bagaimana ia dan suaminya saat ini melewati beberapa tahap.

Setelah pembuktian Yeonjun waktu itu pada kedua orang tuanya, mereka akhirnya memberikan sebuah kalimat yang ditunggu oleh kedua lelaki itu.

"Silahkan. Asal kinerjamu tetap seperti ini, Yeonjun"

Matanya beralih kearah sosok pemuda yang sedang tertidur lelap. Damai. Jemarinya kemudian beralih mengusak surai itu perlahan.

Tubuh besar itu tergerak sedikit membiarkan sang istri yang tengah asik memainkan helai rambutnya pelan.

***

Wooyoung tertawa keras melihat surai Soobin yang sedikit berantakan kala kembali ke meja yang ditempati Yeji dan Namjoon. Yang lebih tua hanya bisa menggelengkan kepalanya kala Soobin sedang asik membenarkan surainya yang sedikit berantakan. Disampingnya ada Yeonjun yang tengah menunduk sesekali menjilat bibir bawahnya yang terasa kering dan terlalu–

"BUNG MERAH SEKALI HHAHAHAHAHA. KAU APAKAN TEMANKU HYUNG." Wooyoung tertawa keras melihat bibir Yeonjun yang merahnya sudah seperti cherry diatas cake. Tangan itu sesekali menepuk pundak Yeonjun yang hanya bisa tertawa kikuk sambil menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal.

"Baru menyampaikan rindu eh?" Yeji berbisik menyikut lengan Yeonjun, yang hanya dijawab tawa kecil dari Yeonjun.

"Sepertinya kita harus kembali, Jun. Ini sudah hampir waktu rapatmu bersama kolega barumu" potong Wooyoung kala alarm ponselnya berbunyi. Yeonjun menoleh pada Wooyoung dan diikuti anggukan darinya. Tungkainya kemudian beranjak dari duduknya, bersalaman dengan semunya kecuali Soobin.

"Nanti aku jemput." bisik Soobin pada Yeonjun kala ia menariknya mendekat. Surai merah muda itu mengangguk pelan. Dan berlalu meninggalkan ketiganya.

"Jadi, Dokter Choi, pasienmu itu, apakah masih waras atau kau yang sudah seperti Harley Queen?" goda Namjoon diikuti tawa Yeji.

"Baru saja diberi Siraman Rohani, kau langsung melakukannya, benar benar sangat patut!" timpal Yeji.

"Tapi perkara tuduhan yang dulu, ia sudah bilang tidak, namun emosiku waktu itu terlalu menguasai, akhirnya kami tak membahas itu tadi" Yeji dan Namjoon mengernyit. Jadi selama hampir 25 menit mereka membahas apa dikamar kecil?

Dr. ChoiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang