Part 2

8.2K 533 17
                                    

Jandaku 2

#Penyesalan_Tiada_Akhir

"Ternyata, perempuan sok suci ini masih berani menampakkan wajahnya." Bersedekap lengan, Aurel menetap sinis pada Rani yang hendak memberikan potongan daging pada salah satu gadis cilik nan berwajah sama. 

Rani yang tidak menyadari kedatangan seseorang dari masa lalu terperanjat. Wajah putihnya pun semakin pias, saat menyadari sosok jangkung berdiri di belakang perempuan itu. Ditambah, panggilan kedua gadisnya pada lelaki yang berdiri terpaku.

"Abi ...."

Sementara Hendra, mendengar panggilan tersebut sekujur tubuhnya meremang. Apakah ditujukan kepadanya? Melihat binar mata bening itu yang menatap lurus, ia seakan mendapat kekuatan. Yakin! Jika kedua gadis cantik itu memanggilnya.

Namun, harapan Hendra terhempas jatuh. Saat lelaki berkemeja kotak-kotak muncul dari balik punggungnya. Seakan saling mengenal, lelaki itu lekas menyambut rentangan tangan duo kembar itu. Lalu, memeluk dan membawa mereka ke pangkuan. Seketika, gelak tawa dan celoteh riang gadis cilik itu terdengar nyaring.

Dengan pandangan tak putus, Hendra menatap lekat. Mengamati setiap gerak-gerik dan kedekatan mereka yang terjalin sempurna. 

Mencoba mendamaikan desiran di dada, Hendra menarik nafas panjang. Entah gejolak seperti apa yang ia rasa, saat mendapati kemanjaan yang tampak di depan mata. Menarik sudut bibir, ia mencoba tersenyum. Menyembunyikan nyeri yang tiba-tiba hadir merayapi hatinya. Apakah Hendra cemburu?

Kepiluan Hendra kian menjadi. Mendapati Rani yang tiba-tiba bangkit dari duduk dan menghampiri dua gadis kecil dan si lelaki dewasa. Tanpa beban, ia berdiri di samping kursi, menyandarkan tubuh, dan melingkarkan lengan di bahu nan kokoh. Hendra tersentak! Jika tanpa ikatan, mungkinkah Rani berperilaku demikian?

Hendra yang mengenal dan tahu persis kepribadian Rani, tanpa sadar menggelengkan kepala.

"Apa kabar Rani?" Dengan menekan segala rasa pedih, Hendra mengulurkan tangan.

"Alhamdulillah baik!" jawab Rani sekedarnya. 

Menyadari Rani yang enggan menjawab sapaan dan jabatan tangan, dengan senyum yang dipaksakan Hendra menarik mundur lengannya. Sesaat, ia terpaku. Kecanggungan tampak jelas di raut wajahnya. 

"Rani! Ternyata, kamu tak sepolos yang aku kira! Lepas dari Bang Hendra, dengan mudah, wajah tanpa dosamu itu kembali menjerat lelaki mapan. Selamat!" 

Mendengar ucapan Aurel, Rani tersentak! Tujuh tahun tak berjumpa, perempuan itu tidak berubah. Tetap sinis dan meremehkan orang lain.

Lelaki yang sedari tadi sibuk dengan si kembar, perlahan mengangkat kepala. Ada sorot mata tak senang, mendengar perkataan Aurel yang mengusik ketenangan mereka.

"Hmm, anda siapa?" Dengan datar dan dingin, lelaki itu bertanya sembari menatap Aurel dan Hendra bergantian.

"Bang Juna! Kenalkan, ini Ibuk Aurel dan suaminya Pak Hendra," potong Rani sembari mengarahkan pandangan pada orang-orang yang ia sebutkan namanya. 

"Aurel ... Hendra!" ulang lelaki yang bernama Juna. Keningnya mengkerut, seakan mencoba mengingat dua nama tersebut.

"Kamu Hendra?" Dengan wajah tegang dan mengeram, telunjuk panjang Juna mengarah pada wajah Hendra. Kilatan emosi tampak jelas dari mata elangnya yang menukik tajam. 

"Silahkan bawa istri anda!" 

Seketika, mulut Hendra menganga. Ia yang hendak menjawab tanya Juna, terpaku. Mendapati perintah nan dingin yang mengandung amarah. Apakah lelaki itu mengetahui kisahnya dan Rani di masa lalu?

"Apa yang anda tunggu? Silahkan pergi! Dan jangan pernah menampakkan wajah di hadapan kami!"

***

Bertubi-tubi Hendra melayangkan tinju pada samsak yang menjadi korban pelampiasan emosinya. Tanpa pelapis, telapak yang mengepal kuat itu memerah. Urat nadi pun kian menonjol jelas di punggung tangan. 

Tak jarang, serangan kepalan tangannya dibarengi pekikan melengking. Kondisi ruangan yang kedap suara, membuat Hendra semakin tak terkendali. Dengan bebas ia berteriak. Menumpahkan semua kemarahan akan kebodohannya di masa silam.

"Rani ...." Panggilan panjang Hendra menggema. Sekuat tenaga, ia mengeluarkan suara. Meneriakkan nama yang tanpa sadar telah terukir di hatinya.

Dengan sesenggukan dan tubuh yang bergetar hebat, Hendra pun luruh dan bersimpuh di lantai. Harapannya sirna! Penyesalan pun tak ada guna.

Sungguh! Hati Hendra menolak mempercayai pemandangan yang baru saja tersaji di depan mata. Mendapati Rani hidup bahagia dengan pasangan baru, ia tak rela. Berbanding terbalik dengan hidup yang dijalaninya bersama Aurel. Ketenangan yang ia harapkan, semu belaka. Musnah! Bersama ego dan keinginan Aurel yang tak dapat dibendung. 

Sejenak, Hendra mengingat perjumpaan tadi siang. Rani terlihat kian matang dan bersahaja. Bergamis lebar serta hijab syari yang menutupi seluruh tubuh, ia semakin anggun dan bermartabat. Bertolak belakang dengan Aurel yang lebih senang berpenampilan seksi hingga mempertontonkan setiap lekuk tubuhnya. Inilah yang menjadi awal kekisruhan rumah tangga mereka. 

Aurel yang mempunyai pergaulan luas, sering menghabiskan waktu bepergian dan berkumpul dengan teman sosialitanya. Mengabaikan peran sebagai istri, ia pun menolak untuk menghadirkan anak dan keturunan di antara mereka. Beralasan belum siap dan tak mau bentuk tubuhnya berubah, berbagai cara pun dilakukan Aurel untuk mencegah kehamilan. 

Kesabaran Hendra pun ada batasnya. Hingga amarahnya memuncak dan dua tahun lalu mengajukan gugatan cerai. Berbagai cara dilakukan Aurel agar Hendra menarik keputusannya. Berharap Aurel berubah demi keutuhan rumah tangga mereka, Hendra pun memberi kesempatan. Namun, Aurel tetaplah Aurel. Janjinya, hanya pepesan belaka.

"Rani! Maafkan abang! Kamu pantas berbahagia!" Tanpa sadar, bisikan sendu terucap dari bibir Hendra.

Hendra mengakui, sangatlah mudah bagi Rani untuk mendapatkan penggantinya. Rani yang cantik dan selalu bertutur kata lembut, lelaki mana pun pasti Ingin memiliki. 

Di sini, Hendra tampak sebagai pecundang. Rasa cintanya pada Aurel membutakan semua. Membuat ia menjadi lelaki yang paling bodoh di dunia. Mencampakkan berlian dan kebahagiaan yang ada di genggamannya. Demi kehidupan dan kehancuran yang sekarang dirasakannya.

Namun, sisi hati Hendra seperti menolak. Semudah itukah Rani menemukan penggantinya? Secepat itukah Rani melupakan kisah mereka?

Menelisik dari si kembar yang berseragam merah putih, Hendra yakin! Rani menikah setelah tak lama menjanda.

Namun ....

"Bukannya kehamilan butuh waktu? Serta adanya masa iddah yang harus dijalani Rani jika ingin menikah lagi. Atau ... si kembar itu anak tirinya Rani?" gumam Hendra pelan.

Sejenak Hendra terdiam. Ia larut akan pikiran sendiri.

Mengingat si kembar mempunyai lekuk dan garis wajah yang sama dengan Rani, sontak Hendra menggeleng. 

Mungkinkah?

"Ayah ... kenapa Abi dibiarkan pergi?"

Hendra terperanjat. Rengek–an pertanyaan si kecil siang tadi, menggema di telinganya. Ia yang saat itu menyeret Aurel agar menjauh, abai dengan kata-kata tersebut. 

***

Bersambung

Jangan lupa follow, komen dan bintang limanya ya guys 😍😍

Penyesalan Tiada Akhir (Jandaku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang