Om Dokter

5.4K 373 5
                                    

#Penyesalan_Tiada_Akhir
Part 8

Hendra menerobos masuk ke rumah Rani yang tidak terkunci. Mengabaikan Pak Ahmad yang tertatih mengikuti langkah lebarnya. Ia yang melihat Rani menenangkan Una, gegas mendekat dan menyambar tubuh mungil itu. Membuka kancing bajunya dan Una, lalu menempelkan dada mereka.

Pak Ahmad yang menyaksikan semua, berdiri termangu.

"Cepat Pak!"

Tak sabar, Hendra yang telah menyerahkan kunci mobil pada lelaki paruh baya itu bergegas menempati bangku di samping pengemudi. Memangku Una, ia terus memeluk dan mendekap erat. Tak jarang, mulut dan bibirnya mendarat di puncak kepala Una. Mengecup lembut rambut hitam legam yang telah berantakan, basah oleh buliran keringat.

Rani yang menyaksikan semua, tak ada pilihan. Tanpa bantahan, ia pun masuk dan duduk di barisan bangku yang terdepat di tengah. Tak lama, kendaraan roda empat yang disopiri Pak Ahmad pun membelah jalan di kesunyian malam.

Mobil sport mewah itu berhenti di depan UGD rumah sakit terdekat. Dengan menggendong Una, Hendra berlarian memasuki ruangan tersebut. Lalu, membaringkan tubuh nan lemah di salah satu brankar yang kosong.

"Bertahan sayang!" bisik Hendra sembari mengusap lembut puncak kepala dan mengecup lembut sudut pipi anaknya.

Lelaki berkemeja Navy yang dilapisi jas putih mendekati Hendra. Menepuk lembut pundaknya dan meminta izin untuk memeriksa keadaan si pasien. Dengan cekatan, dokter yang diperkirakan umurnya tak jauh dari Hendra itu memeriksa keadaan Una serta memberikan pertolongan pertama.

Memastikan gadis kecilnya mendapatkan penanganan terbaik, Hendra memperhatikan setiap gerak-gerik dan tindakan yang dilakukan oleh si petugas medis.

Hendra bergidik ngeri! Menyaksikan salah seorang perawat memasukkan jarum infus ke punggung tangan Una. Tubuhnya terasa lemas. Dan lutut pun kian goyah saat bibir nan mungil itu meringis dan mengaduh.

Selesai penanganan tim medis, dengan tubuh gemetar dan kedua telapak tangan nan dingin, Hendra melangkah mendekati ranjang. Berdiri terpaku di sisi kanan, seraya menatap lekat dua kelopak mata yang menutup rapat. Sepertinya, obat-obatan yang di suntikkan telah bekerja. Hingga membuat gadis kecil itu tenang dan tertidur pulas.

Setelah memastikan kondisi gadisnya, Hendra mendekati dokter yang duduk di kursi jaga ruang UGD. Menanyakan tindakan dan penanganan tim medis untuk proses penyembuhan sang putri. Untuk observasi lebih lanjut, diputuskan untuk beberapa hari kedepan Una menjalani rawat inap sembari menjalani rangkaian test labor.

Dengan langkah yang masih terseret, Hendra keluar dari ruangan tersebut. Di depan pintu, ia terpaku melihat Rani duduk menekur di bangku besi yang disediakan pihak rumah sakit. Tanpa kedip, ia memperhatikan semua gerak gerik mantan istrinya itu. Dari tempatnya berdiri, Hendra yakin telaga bening itu telah membanjiri pipi. Bahkan, bahu yang rapuh itu tampak bergetar kuat. Tak kuat menyaksikan keadaan Rani, Hendra memilih berlalu. Melangkah menuju bagian administrasi.

Untuk kenyamanan Una, Hendra memesan kamar terbaik yang ada di rumah sakit tersebut. Ia juga memastikan, anak gadisnya mendapatkan servis dan pelayanan dari dokter yang mumpuni di bidangnya.

***

"Dari mana?"

Hendra yang sampai rumah menjelang subuh, tersentak mendapati ruang keluarga yang gelap gulita mendadak terang benderang. Di sofa panjang, tampak Mama Maya duduk dengan berwajah masam. Tatapan dinginnya tak putus mengintimidasi Hendra. Mendapati hal tersebut, lelaki yang berpenampilan berantakan itu melangkah mendekat dan duduk di samping ibunya.

Dengan mata yang memerah dan menahan kantuk, Hendra merebahkan tubuh dan menumpukan kepala di pangkuan Mama Maya. Tak lama, dengkuran halus dan teratur memecah sunyi. Menyadari sang putra yang tampak lelah dan letih, Mama Maya memutuskan untuk menunda interogasi dan membiarkan Hendra terlelap.

Penyesalan Tiada Akhir (Jandaku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang