Ajak Umi dan Dek Una

5.4K 366 10
                                    

#Penyesalan_Tiada_Akhir
Part 9

"Malam ini, Kakak tidur di rumah Abi!" Hendra terperanjat! Tanpa sadar perintah yang ditujukan untuk si sulung itu, mengalir dari bibirnya.

"Nggak mau! Kakak mau di rumah Om Dokter aja!"

Mendapati penolakan dari si sulung, serasa ada sayatan kasar yang digoreskan di sudut hati Hendra. Sakit! Sang putri, menolak keberadaannya.

Sesaat Hendra menengadah seraya mengerjapkan mata. Menahan buliran bening yang sebentar lagi akan menetes. Dan semua itu, tidak lepas dari pengamatan Rani.

"Namanya siapa, Cantik?" Mama Maya yang sedari tadi memperhatikan interaksi Hendra dengan gadis cilik berbergo merah muda, melangkah mendekat. Duduk di sampingnya sembari menatap lekat dan membingkai wajah polos itu.

"Aura! Nenek siapa?" Usai menyebutkan namanya, si sulung  menatap Rani yang terpaku tanpa beranjak dari tempatnya berdiri.

"Kenalkan! Ini Nenek Maya! Neneknya Aura!" Tunjuk Mama Maya ke dadanya seraya memperkenalkan diri. Lalu, mengangkat tubuh mungil itu ke pangkuannya.

"Nenek?" Seakan tertarik dengan satu kata tersebut, manik bening yang membola dan berbinar itu menatap lekat Mama Maya.

Menjawab pertanyaan Aura, Mama Maya mengangguk dan mengecup kening yang sedikit berlipat.

"Neneknya Aura?" Gadis cilik itu kembali bertanya. Seakan memastikan, bahwa Mama Maya adalah neneknya.

"Ya! Neneknya Aura dan Una!" jawab Mama Maya tegas demi menghilangkan keraguan yang menggelayuti hati si kecil.

Aura manggut-manggut. Berlagak seperti orang dewasa yang mengerti akan suatu penjelasan.

"Aura ikut ke rumah nenek, mau?" bujuk Mama Maya sembari memperlihatkan senyum terbaiknya.

Mendengar ajakan Mama Maya, lipatan halus kembali terlihat di kening Aura. Dan mimik itu membuat si nenek gemas dan melayangkan kecupan bertubi-tubi.

"Mau ya?" Mama Maya menarik mundur tubuhnya. Menatap harap pada Aura yang terlihat bingung untuk mengambil keputusan.

"Mi!" Aura memalingkan wajah. Menatap Rani yang belum beranjak dari posisi semula.

Seketika, ia mengangguk antusias saat mendapati izin dari ibunya.

"Nanti sekolahnya gimana?" Tiba-tiba keraguan terpencar di wajah Aura. Melenyapkan semringah yang membuat wajahnya merona merah.

"Nenek antar, mau?"

"Mau!" jawab Aura senang sembari mengangguk cepat. Lalu, membalikkan punggung dan berhadapan dengan Mama Maya.  Dengan tubuh setengah berdiri, ia melingkarkan lengan mungilnya di leher sang nenek dan menyembunyikan kepala di sana.

Entah rasa membuncah seperti apa yang dirasakan Mama Maya, mendapati kedekatan dan kemanjaan yang diperlihatkan sang cucu. Hingga tidak terasa bahu perempuan paruh baya itu berguncang hebat. Ia tergugu! Isak tangis pun tak dapat dielakkan.

"Nenek menangis?" tanya Aura polos.

Mendadak tubuh Mama Maya menegang. Menggunakan punggung tangan, segera ia menyapu buliran bening yang membanjiri pipi.

Sejenak, suasana terasa hening. Empat orang dewasa yang berada di ruangan tersebut, mengadu geming.

"Ran, abang pulang dulu. Insya Allah, kondisi Una sudah stabil. Segera hubungi abang, jika terjadi sesuatu!"

Tidak hanya Rani. Hendra yang merasa jengah dengan perkataan tersebut, segera memalingkan wajah. Memandang tak suka pada lelaki yang berjalan mendekati ibu dari anak-anaknya.

Penyesalan Tiada Akhir (Jandaku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang