Part 7

6.1K 378 16
                                    

Jandaku 7
#Penyesalan_Tiada_Akhir

"Mbak, tolong bawa anak-anak masuk! Tutup pintu! Dan pastikan, jangan sampai ada orang asing yang masuk ke rumah!"

Suara nan dingin dan datar menyentak Hendra. Ia bergidik! Rani yang baru saja datang, memberikan perintah pada si pengasuh seraya berjalan melewati Hendra. Tanpa menyapa, perempuan yang masih menggunakan seragam kerja itu memasuki salah satu kamar yang ada di dalam rumah tersebut.

Tepat di depan pintu, Rani menghentikan langkah sejenak. Tanpa membalikkan punggung, ia pun berucap, "kami tidak membutuhkan belas kasihan anda. Jadi, bawa semua barang itu dan jangan pernah kembali!"

Mendengar kalimat yang ditujukan padanya, Hendra terpaku! Ternyata, kucing yang selama ini selalu patuh, manis, dan manja, telah bermetamorfosa menjadi singa betina nan garang. Semua karenanya! Karena kesakitan dan luka yang ia torehkan tujuh tahun silam.

"Maafkan abang Ran! Izinkan abang menyayangi mereka!" Meski tahu permintaannya tidak akan dipenuhi, Hendra tetap memohon. Ia pun rela mengemis dan merendahkan diri di hadapan Rani. Semua demi cinta. Cinta dan kasih sayang yang telah tertanam dan tumbuh subur pada anak-anak yang baru ditemuinya.

Dengan lutut menumpu di lantai, Hendra bersimpuh di belakang Rani. Berharap, perempuan yang bergeming di hadapannya itu luluh! Namun, ucapan Rani membuat Hendra semakin menyadari. Bahwa tak'kan mudah baginya meraih semua.

"Anak-anak itu tidak membutuhkan anda. Sejak dalam kandungan, hanya saya yang mereka punya. Dan itu sudah cukup!"

"Ran! Abang mohon! Ampuni abang! Abang menyesal!"

"Menyesal? Benarkah kata itu keluar dari bibir anda? Sepertinya, ada kesalahan di telinga saya!" ucap Rani sinis.

"Ran!" Hanya kata itu yang mampu keluar dari mulut Hendra. Semua kalimat yang telah ia persiapkan, lenyap entah kemana. Pikirannya buntu! Hingga tak mampu bersuara di depan perempuan yang telah disakitinya.

"Sebaiknya, anda pergi! Saya tidak mau, kedatangan anda ke rumah ini menjadi perhatian para tetangga dan mendatangkan fitnah!"

"Abang mohon, Ran!" pinta Hendra sendu. Dan lagi-lagi, hanya kalimat sama yang mampu ia ucapkan.

"Pergi dan jangan pernah kembali!" usir Rani seraya menunjuk keluar rumah.

Menyadari Rani yang semakin tersalut amarah, Hendra memilih mengalah. Melangkah gontai, ia berjalan menuju pintu.

Di depan pagar besi, Hendra membalikkan tubuh. Dentuman pintu pertanda seseorang dari dalam sana menghempaskan benda kayu itu berbunyi nyaring. Hendra terpana! Sebegitu besarkah kebencian yang membungkus hati Rani? Namun, dibalik semua, Hendra sadar. Apa yang ia tanam dimasa lampau, inilah hasilnya. Buah dosanya yang telah menyia-nyiakan bakti dan cinta seorang wanita.

Hendra yang belum beranjak, mengepal dan mencengkram kuat telapak tangan. Saat maniknya menangkap dua gadis cilik yang menatap harap dari balik jendela kaca. Sakit! Sesak!

"Ran, abang tidak akan pernah berhenti mengharap maaf mu! Apapun itu, akan abang lakukan demi mendapatkannya." Bersaksikan gema adzan maghrib, Hendra pun mengucap janji.

Menguatkan hati, Hendra segera mempercepat langkah. Meninggalkan rumah yang di dalamnya dihuni oleh belahan jiwanya.

Dengan tangan yang bergetar hebat, Hendra membuka pintu mobil. Lalu, menghempaskan tubuh yang tak lagi mampu berdiri tegak. Menekuri setir, berulang kali Hendra membenturkan kepala di sana. Tangis yang sedari tadi tertahan, akhirnya pecah.

Ketukan di jendela mobil menyadarkan Hendra. Dengan tangis yang masih tersisa, ia pun mengangkat kepala. Di samping pintu, tampak lelaki paruh baya berkoko putih dengan peci hitam berdiri di sana.

Penyesalan Tiada Akhir (Jandaku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang