Komen tembus 40 dulu baru up
Tya duduk di gazebo rumah bersama suaminya, hari ini weekend dan semua anggota keluarga berada di rumah.
"Kita udah mau punya cucu" ujar Tya
"Bagus spermanya Jeremy. Tokcer!"
Jeffry mengaduh saat pinggangnya dicubit oleh istrinya.
"Mereka gak usah bikin rumah ya Jeff, tinggal di sini sama kita aja. Rumah ini terlalu sepi buat dihuni dua orang doang"
Betul ucapan Tya. Rumah bergaya Bali ini terdiri dari empat bangunan yang tersambung dengan semacam lorong. Jadi mereka bisa tinggal di sini karna cukup luas.
"Ibu, katanya minta ditemenin belanja?" Tanya Hasna
"Oh iya saya lupa. Nana mana?"
"Teler, Bu. Kata Jeremy gak usah ikut dulu"
Mereka ke supermarket berdua. Tya menyetir mobilnya sendiri tanpa sopir.
"Hasna, makasih ya kamu udah mau menerima Mardika apa adanya. Maaf kalau Mardika jauh dari kata sempurna"
"Jangan ngomong gitu, Bu. Mas Dika udah cukup buat saya bahagia merasakan cinta dan rasa nyaman yang gak pernah saya dapat dari orang lain" jawab Hasna
"Dika orangnya keras kepala, saya harap kamu mau mengerti ya"
Hasna tersenyum dan mengangguk.
"Saya bersyukur Dika dapat wanita sebaik dan secantik kamu" ujar Tya
"Mas Dika juga beruntung punya ibu yang cantik dan lembut seperti ibu"
Hasna tahu bahwa penyakit Dika mempengaruhi mental dan psikisnya sehingga membuat emosi dan tindakannya terkesan keras kepala.
° ° °
Dika mandi dan Hasna langsung mengambilkan handuk dan mengeringkan rambut lelaki itu. Setelah rangkaian kemo nanti rambut Dika akan perlahan menipis.
"Udahan, sayang" Dika memberitahu
"How about your day?" Tanya Hasna
"Feels good... Sini peluk dulu"
Hasna langsung naik ke pangkuan dika yang masih dibalut bathrobe bewarna abu-abu itu. Hasna mengerutkan dahinya saat merasakan sesuatu.
"Kamu turn on?" Tanya Hasna
Dika mengangguk "kamu jangan pakai kaos singlet begitu. Masa celananya pendek gini"
"Sini aku bantu biar gak sakit itu kamu"
Hasna berusaha membuka ikatan bathrobe Dika namun sang pemilik badan mentahannya.
"Kenapa? Aku mau kok"
"No, Hasna. Bentar lagi ya, kita tunggu hari dimana kita sah dulu" bisik Dika
Gadis itu masih duduk di pangkuan Dika dengan kaki di lingkarkan ke pinggang sang kekasih.
Ceklek.
"Ketok pintu dulu, Jer!" Omel Dika
"Ya lo sih, bang. Mau gituan gak ngunci pintu"
Jeremy menahan tawanya melihat wajah memerah kakak dan teman kekasihnya itu.
"Ada apa tengah jam segini kesini?"
"Has... Ke kamar gue yuk" ajak Jeremy
"Apa-apaan lo" Dika tidak setuju
Akhirnya setelah Jeremy menjelaskan semuanya Dika mengizinkan Hasna pergi ke kamar adiknya.
Di sana sudah ada Tya dan Jeffryan yang menenangkan Nana yang menangis.
"Jeremy bau banget, ma. Kaya daun bawang baunya" ujar Nana dalam tangisnya
"Ya Allah, baby. Parfum aku harganya setara tiket PP Korea Indo padahal"
Tangis Nana semakin kencang.
"Pokoknya Jeremy bau banget! Gak mau sama Jeremy! Mau Hasna aja!"
"Udah sih, Jer. Ngalah aja kamu" ujar Jeffry
Akhirnya Hasna yang menemani Jeremy tidur istrinya. Hormon kehamilan Nana membuatnya menjadi cengeng dan perasa.
Paginya Dika mengajak Hasna mencari perhiasan untuk mas kawin pernikahan mereka nanti.
"Kamu udah dua kali ngasih aku cincin loh. Gak pakai cincin gapapa, yang penting sah" ujar Hasna
"Jangan dong, kali ini bukan cincin kok"
Dika menunjuk sepasang gelang yang dipajang di etalase.
"Gelang?" Tanya Hasna penasaran
"Karna gelang dipakai dekat nadi. Artinya sejauh mana nadiku berdetak, disitu ada cinta buat kamu"
Wajah Hasna memerah. Ia lalu mengeratkan pegangan tangannya kepada Dika.
"Suka?" Tanya Dika
"Banget! Cantik banget sumpah"
Hasna menghirup bau tubuh Dika di jaket yang ia pakai. Ia semakin mencintai lelaki ini.
Keluarga Jeffryan duduk di meja makan menikmati santap siang bersama sambil membahas rencana pernikahan Dika dan Hasna.
"Kalian nyiapin bajunya jangan mepet loh. Takut gak selesai desainernya"
"Iya, ma. Santai aja, aku sama Hasna simpel doang kok"
"Jadi di hotel itu aja? Gak di hotel papa?"
"Kegedean, orang aku sama Hasna gak ngundang banyak orang"
Mereka memang menginginkan pernikahan sederhana dan durasi singkat. Itu permintaan Hasna sebenarnya dan Dika menyetujuinya.
"Besok kalian cek ke dokter ya" ujar Tya
"Cek apa?" Tanya Dika
"Kesuburan"
Hasna langsung berhenti mengunyah makanannya. Hatinya berdesir sakit.
"Harus, Bu emangnya?" Tanya Hasna
"Iya dong, kalau ada masalah di kamu atau Dika kan bisa diobatin dari sekarang, cantik"
Hasna hanya mengangguk. Padahal dalam hati dia tak ingin Dika dan dirinya menjalani tes itu.
Dia percaya ada atau tidak adanya anak bukan masalah dalam pernikahan.
Next?
Sorry baru update. Aku sibuk banget kemarin hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
TEARS IN HEAVEN (MARKHYUCK)
FanfictionTentang suster Hasna yang berjuang semaksimal mungkin agar pasiennya, Mardika. Berupaya semaksimal mungkin agar Mardika bisa sembuh dari sakitnya.