Tembus 20 aku up lagi
Hari ini keluarga Nana berkumpul di rumah keluarga Jeremy untuk membahas rencana pernikahan dan pertunangan sepasang kekasih itu. Hasna juga ada di sana untuk menemani sahabatnya.
"Pertunangannya minggu-minggu ini aja. Lagian gak baik menunda niat yang baik" ucap Jefrryan
"Kalau perlu gak usah tunangan, pa. Nikah aja langsung!" Jeremy berucap semangat dan langsung dicubit mamanya
Mereka semua tertawa melihat kelakuan Jeremy yang masih sedikit kekanakan.
"Pernikahannya bulan depan aja, Nana bulan depan umurnya pas 23. Cocok buat menikah"
Orang tua Nana melihat Mardika yang duduk di samping adiknya, nampak tampan dengan kemeja biru.
"Ini abangnya di langkahin adiknya gak apa-apa? Belum ada calon emang?" Tanya mama Nana
Mardika tersenyum canggung.
"Belum, gapapa Jeremy duluan aja. Saya belum ketemu jodoh hehe" jawab Mardika
"Udah ketemu cuma belum diungkapkan aja" sahut Jeremy sambil mengerlingkan mata kearah Hasna
Kedua orang yang disindir itu saling menunduk dengan telinga memerah. Kenapa jantung Hasna berdebar-debar seperti ini. Ia profesional sebagai tenaga medis, tidak boleh ada hubungan spesial dengan pasien.
Tya berada di dapur, padahal ini baru jam enam pagi. Tapi ibu muda itu sudah nampak cantik dengan gaun rumahannya.
"Pagi Hasna... Udah mandi?"
"Udah, Bu. Tadi habis subuhans sekalian mandi. Ibu masak apa?"
"Bikin soto buat bapak sama Jeremy. Bikin sup buat Mardika, yang gak terlalu berminyak"
Hasna mendekat dan membantu Tya memasak.
"Buat mas Mardika biar saya aja yang masak, Bu. Saya biasa masak juga di rumah sakit"
Tya setuju dan memasrahkan masakannya kepada Hasna.
"Hasna ada pacar gak? Ntar pacarnya marah Hasna nginep di rumah pasiennya" selidik Tya
"Belum ada, Bu"
"Sama kakaknya Jeremy mau nggak?"
Hasna nampak berpikir.
"Kakaknya Jeremy yang mana, Bu? Mas Mardika?"
Tya tertawa lalu mencubit pipi Hasna.
"Anak saya kan cuma dua, Hasna. Ya berarti Mardika dong"
Hasna tersenyum tipis, bingung menanggapi apa.
Keluarga Jefrryan berkumpul di meja makan untuk sarapan sebelum memulai aktivitas. Sang kepala keluarga memeluk istrinya dari belakang dan mengucapkan kalimat-kalimat manis. Membuat siapa saja iri mendengarnya.
"Ini 25 tahun pernikahan kita tapi aku belum menemukan titik jenuh kagum sama semua yang kamu lakukan buat keluarga kita. Makasih, Tya. Udah jadi yang pertama dan terakhir di hidupku"
"Peluknya lepasin dulu dong, supnya tumpah nanti, sayang"
"Dih! Cringe sekali wahai saudara" ledek Jeremy
Mardika menyantap bubur kacang hijau yang nampak lezat dan masih hangat itu.
"Mama tumben masak bubur. Enak banget lagi" tanya Dika
"Bukan mama yang masak. Hasna loh yang bikin semua sarapan pagi ini"
"WIDIH! COCOK NIH JADI MANTU MAMA!" Jeremy heboh sendiri. Dia memang kompor di keluarganya
"Kamu mau poligami?" Tanya papanya
"Kok aku? Ya si abang lah! Cantik, baik, sholat rajin, jago masak! Sikat ya gak, pa!" Jeffrey hanya mengangguk mendengar anak bungsunya
"Apaan sih, gak jelas lo" sahut Dika
"HAS, TURUN DONG SARAPAN SAMA KITA" teriak Jeremy
Tak lama Hasna turun dengan beberapa kotak obat yang ia tata di atas nampan.
"Obatnya langsung di minum ya, mas habis makan nanti" ujarnya lembut
Jeffryan menarik kursi kosong di samping Mardika.
"Duduk, Has. Semua makan bareng di meja ini. Gak ada yang makan sendirian di dapur" seru Jefrryan
Tya mengambilkan makan untuk Hasna dan juga menuangkan susu hangat membuat Hasna menahan air matanya.
"Kok nangis sih, cantik?" Tya panik
"Aduh maaf, terharu aja"
"Hasna keinget ibunya ya?" Tanya Jeremy
Mardika memberikan selembar tisu namun hanya dia taruh di depan Hasna. Ia bahkan tidak berucap satu kata pun.
"Cieeee...." Ledek Jefrryan dan Jeremy
"Sstt, sini ibu peluk. Hasna udah ibu anggap kaya anak kok, Hasna boleh peluk saya kapan pun Hasna mau" ujar Tya sambil memeluk dan mengusap punggung Hasna
"Saya juga udah anggap kamu kaya saudara kok. Apalagi kalau jadi kakak ipar saya, wadidaw" lagi-lagi Jeremy berulah
Dika hanya mentap adiknya jengah. Dalam hati ia ikut sedih melihat Hasna yang nampak kesepian.
Mardika bekerja sebagai programmer di perusahaan keluarganya. Namun ia banyak bekerja di rumah, sesekali ia akan meninjau proyek jika diperlukan.
"Udah jam 1 siang, minum obatnya" seru Hasna dari balik pintu
"Lo nyuruh minum doang tapi gak ngambilin obat sama minum buat apa? Makan gaji buta lo!"
Brak
Hasna meletakkan nampan berisi obat dan air putih di meja Dika.
"Itu udah saya siapin sekalian"
"Makas—"
"Iya mas Haris" Hasna keluar dari kamar Dika saat ponselnya berdering dan si pemilik kamar tersenyum getir.
"Benar kan dugaan gue... Dia udah taken"
Jeremy yang baru turun dari kamarnya melihat Hasna yang nampak kesal saat berbicaralah di telepon dengan seseorang.
"Saya bukan pacar mas Haris jadi mas gak bisa ngatur-ngatur saya"
"Maaf mas, saya gak mau jadi pacar mas. Saya gak ada rasanya sama mas"
Ia mendekati Hasna dan mengambil ponsel gadis itu.
"Hallo, ini saya pacarnya Hasna. Tolong jangan ganggu pacar saya lagi ya. Terimakasih"
Ia mematikan ponselnya dan mengembalikannya pada Hasna.
"Makasih ya mas, saya capek harus nolak dia terus" ucap Hasna
"Haha santai. Gue pergi dulu ya, jemput calon istri"
Jeremy hanya mengamankan calon kakak iparnya agar tak dimiliki lelaki selain kakaknya.
Next?
Chapter depan Hasna dan Dika makin intens
KAMU SEDANG MEMBACA
TEARS IN HEAVEN (MARKHYUCK)
Fiksi PenggemarTentang suster Hasna yang berjuang semaksimal mungkin agar pasiennya, Mardika. Berupaya semaksimal mungkin agar Mardika bisa sembuh dari sakitnya.